Masih hanya ku dengarkan suara ketukan pintu itu. Meski masih ada rasa takut menyelimuti, pada akhirnya aku memberanikan diri untuk membukanya. Seorang pria berkacamata berbadan tegap berdiri di depan pintu seraya menampakkan senyum ramahnya. Kumis tipis di atas bibirnya turut melengkung ke atas. Wajahnya putih bersih dengan hidung mancung yang semakin menambah kesan tampan pria itu. Bulu cambang nampak simetris memeriahkan sisi kulit rahangnya.
Aku lega, karena beberapa kejadian janggal hari ini membuatku paranoid untuk menghadapi peristiwa-peristiwa baru. Untung saja yang di depanku ini kelihatannya manusia waras. Penampilannya biasa saja namun rapih. Ia mengenakan kemeja hitam serta celana katun dengan warna serupa. Sepatu pantofel hitam pun semakin melengkapi kesan elegan pada outfit yang ia kenakan.
"Selamat sore..., Anda yang bernama Resti? tetangga dari korban?" tanya pria itu.
"Betul. Ada apa, Pak?" tanyaku penasaran. Pria itu mengulurkan tangan mengajakku bersalaman. Aku pun menyambutnya dengan ekspresi wajah yang masih dibuat bertanya-tanya.
"Perkenalkan nama saya Bromo Santoso. Rekan saya seorang polisi yang semula menangani kasus ini melimpahkannya kepada saya. Beliau yang menyuruh saya untuk kemari."
"Mungkin anda bisa langsung menemui istri korban saja, Pak. Ini rumahnya," kataku sambil menunjuk rumah Mbak Rina di seberang lorong.
"Lho? Dia bukan bersama anda?"
"Enggak, Pak." jawabku setengah terkejut. "Tadi saya tinggal sebentar di rumahnya."
"Itulah masalahnya. Dia tidak ada."
"Hah?" Kali ini aku terkejut secara penuh.
"Tadi saya sempat masuk ke rumahnya karena pintunya terbuka."
Aku langsung bergegas berjalan cepat ke rumah Mbak Rina. Pintunya memang terbuka. Padahal aku ingat sempat menutup pintu sebelum keluar. Aku menduga dia kabur meninggalkan rumah. Namun, tetap saja aku mengecek ke segala sudut ruangan terlebih dahulu untuk memastikan. Di ruang tamu, di dapur, kamar mandi, bahkan dengan polosnya aku mencari di kolong ranjang dan di dalam lemari. Aku tahu itu tidak mungkin tapi tetap ku lakukan.
Pria yang bernama Bromo itu hanya diam saja menyaksikan aku luntang-lantung kepanikan. Aku melihatnya kesal. Kenapa semua orang penting selalu bersikap meremehkan.
"Bantu saya mencarinya, Pak?"
"Sebelum anda melakukan itu, sudah saya lakukan lebih dulu."
Benar juga, jika memang dia sudah mencarinya kemana-mana dan tidak ada, kenapa aku harus mengulangi hal yang sama? Aku berhenti sejenak untuk menenangkan diri. Embusan napasku tersengal seraya kedua tanganku bertolak pinggang. Keringat sudah mengaliri kening sampai leher.
Bromo dengan seksama memperhatikan jejak langkah kaki kucing yang masih membekas di lantai. Pola kapur posisi tergeletaknya korban pun masih tergambar di situ. Ia jongkok selagi jarinya mencolek bekas darah lalu mengingus-ingus dengan indera penciumannya. Aneh, sudah tahu itu darah, kok masih dicium-cium? Aku malah semakin merasa janggal dengan peristiwa ini. Terlebih ketika kasusnya diambil alih secepat itu oleh orang asing ini. Entahlah, untuk saat ini aku lebih mengkhawatirkan keadaan Mbak Rina yang pergi entah kemana.
Aku berlari keluar, berharap Mbak Rina ada di lantai bawah entah di warung, tempat laundry, atau di manapun barangkali ia hanya sedang keluar untuk keperluan mendesak. Bergegas aku menuruni tangga. Bromo hanya memandangku lalu tak lama ia turut berlari mengikuti. Dia memanggil-manggil namaku seolah berusaha mencegat. Bisa-bisanya dia tidak sigap mengetahui satu-satunya saksi kasus ini melarikan diri.
"Tunggu, Resti!" Dia berseru sembari mempercepat langkahnya menuruni tangga. Aku telah tiba di lantai dasar. Semua orang di sini seolah memandangi kami berdua dengan sorot mata yang tajam melebihi matahari. Tatapan mereka hanya menunjukan rasa ingin tahu yang tinggi, bukan karena peduli. Bahkan yang lebih menyebalkan, mereka hanya terpaku ketika menyaksikan kami yang dihinggapi kepanikan. Aku tetap memberanikan bertanya pada salah seorang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Si Gadis Kucing
Mystery / ThrillerDi sinilah semua kisah itu dimulai. Seorang Wanita yang menyebut dirinya Si Gadis Kucing. Setiap malam dia berkeliling ke setiap sudut gang pemukiman kota. Membagi-bagikan makanan kepada setiap kucing liar yang dia temui. Pada suatu pagi, ditemukan...