SC | 9. Kembali Berjuang

105 6 0
                                    


Dua Tahun Kemudian.

Erlang berjalan penuh wibawa, melewati para pegawainya yang menyunggingkan senyuman kearahnya sedangkan Erlang hanya menunjukkan wajah datarnya tanpa mau repot repot membalas senyuman para pegawainya. Itu adalah hal yang wajar bagi seluruh pegawai yang bekerja di perusahaan Erlang, sejak pertama kali mengganti jabatan ayahnya di perusahaan ini pria itu sama sekali belum pernah bersikap ramah kepada pegawainya. Erlang harap ia bisa mendapatkan kembali wanitanya yang dapat mengubah dirinya menjadi pria yang ramah. Alenna. Ah, dirinya jadi sangat merindukan keberadaan wanitanya itu untuk berada disampingnya

Erlang mendudukkan dirinya pada kursi khusus untuk dirinya, diumurnya yang baru menginjakkan usia dua puluh empat tahun, Erlang telah mampu menggantikan posisi sang Ayah sebagai pemimpin perusahaan yang dibangun dari nol oleh sang ayah.

"Huft" Erlang menghela napas saat melihat tumpukan tumpukan kertas yang harus ia pelajari dan kemudian akan ditanda tangani olehnya.

"Spadaa!" Erlang hanya mampu memijit pelipisnya yang terasa pusing, kelakukan sahabat sekaligus bawahannya ini memang selalu membuat Elang tak habis pikir.

"Apa!?"

"Santai dong boss." Aldy berucap santai, tanpa malu sahabat Erlang itu mendudukkan dirinya pada sofa yang berada diruang pimpinannya itu.

"YaTuhan, Aldy! Mau lo apa sih!?" Bukannya takut, Aldy malah menunjukkan cengirannya pada Erlang yang mulai tersulut emosi atas kelakuannya.

"Nothing, cuma mau bersantai dilantai paling atas ini doang," jawab Aldy menujukkan wajah konyolnya kepada Erlang.

"Mau bersantai dilantai paling atas ya? Gue lebih senang lihat lo lompat dari lantai paling atas," sinis Erlang yang membuat tawa Aldy meledak, mungkin jika orang lain akan lari terbirit birit saat melihat wajah sangar Erlang namun, tidak dengan Aldy. Aldy itu pria ajaib.

"Jangan dong, nanti bini gue cari laki baru, anak gue juga punya bapak baru. Gak ah, gak rela gue," Erlang hanya memandang datar kearah Aldy, tak bisakah sehari saja sahabatnya yang satu ini tak alay.

"Sombong banget, gue juga punya anak bini, eh maksudnya calon bini," ucap Erlang dengan nada angkuhnya, serta tatapan meremehkannya.

"Dua Tahun Lang, dua tahun bukan hal yang sebentar buat lo kembali menata hati lo. Dia udah nolak lo lang, lo lihat sendiri gimana takutnya dia saat ketemu sama lo. Gue bukan minta lo buat nyerah Lang tapi ada hal yang gak mungkin bisa untuk dipaksakan," Erlang menatap tajam kearah Aldy, raut wajahnya menujukkan jika dirinya sedang tersulut emosi akibat ucapan dari sahabatnya tersebut.

"Kalau lo datang kesini cuma buat minta gue berhenti, lebih baik lo pergi. Gue yakin banget kalau Alenna masih nyimpan perasaan buat gue tapi, dia takut. Alenna hanya takut untuk terluka lagi dan gue bersumpah gak akan pernah nyakitin Alenna lagi" Aldy nampak serius mendengarkan penuturan Erlang, Aldy suka bercanda tapi, ia tau kapan harus serius. Erlang memijat pangkal hidungnya. Jujur saja sebenarnya merasa tak yakin tapi semua itu tak mampu mematahkan semangat dan tekatnya untuk mendapatkan Alenna. Membawa wanita yang menjadi ibu dari anaknya tersebut untuk kembali kepadanya, berada dibawah perlindungannya.

"Berjuanglah walaupun itu membuatmu lelah, setidaknya kamu bahagia menjalaninya," wajah jenaka Aldy berganti dengan wajah datar penuh keseriusan namun, senyum tipis terbit pada bibirnya saat mengucapkan kalimat bijak untuk sahabatnya itu.

"Tapi saat kamu lelah, berbaliklah. Kamu akan melihat banyak wanita sexy menantimu." Erlang melemparkan sebuah bolpoin yang mendarat tepat pada kepala Aldy, Erlang sudah sukup terharu dengan kebijakan sahabatnya itu namun, semuanya seketika lenyap saat Aldy melontarkan gurauan ditengah tengah keseriusan.

"Emang kalau ngomong gak bisa benar kalau, benarpun pasti gak lama," Aldy hanya terkekeh kecil mielihat kekesalan Erlang, tak baik jika lelaki kelamaan galau. Sifat Aldy memang seperti itu.

"Lo kalau sedih jelek, gue enek lihatnya. Lebih baik gue ngelawak, lo kan jadi ketawa," senyum Erlang terbit tanpa bisa ditahan lagi, ia sungguh bangga bisa memiliki sahabat seperti Aldy walaupun modelannya agak tidak meyakinkan.

"Gue besok bakalan balik ke Kalimantan, gue akan coba berjuang lebih keras lagi. Gue minta tolong sama lo buat urusin kantor pusan dan gue akan urus kantor yang ada di Kalimantan," Aldy hanya mangut mangut, ia akan melaksanakan tugas dari atasannya itu. Sebagai bawahan, Aldy hanya menjalankan perintah atasan dan mendukung apapun yang dilakukan atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Gimana sama Tante Lily dan Om Ardi?" Raut wajah Erlang seketika barubah saat mendengarkan dua nama yang disebutkan oleh Aldy barusan, wajah yang sebelumnya berseri, berubah datar dengan pandangan tajam.

"Mereka gak punya hak buat ngatur gue, ini hidup gue. Gue yang jalanin" jawaban singkat dan datar dari Erlang sudah diduga oleh Aldy sebelumnya. Jujur, Aldy sangat tak tega melihat ketidak akuran Erlang dengan ayahnya.

"Yaudah, sebagai sahabat gue gak bisa ngelakuin banyak hal. Gue cuman bisa ngedukung dengan segala keputusan yang lo ambil" Erlang menghirup napas dalam, kakinya melangkah menuruni pesawat pribadi yang ditumpanginya menuju daerah yang ditinggali oleh Alenna. Tekat Erlang sudah bulat, dengan cara apapun dirinya akan membawa Alenna untuk pulang bersamanya. Kakinya dengan tegas melangkah, tubuh tegapnya menarik perhatian para kaum hawa yang berada disekitar bandara. Tanpa sadar senyum pada bibir manis Erlang terbit, membuat seluruh wanita terpekik histeris saat melihat ketampanan Erlang bertambah berkali lipat saat tersenyum namun, mereka tak tau jika alasan Erlang tersenyum adalah Alenna.

"Tuan, apartemen anda sudah siap. Semuanya telah tersusun rapi," Erlang hanya menatap sekilah pada pelayannya kemudian mengangguk singkat sebagai tanggapannya.

"Em, tolong panggilkan Pak Ardian keruangan saya," pelayan itu menunduk hormat, mengiyakan perintah Tuannya dengan suara pelan.

Erlang melajutkan langkahnya saat pelayan itu mengundurkan diri untuk memanggilkan Pak Ardian, banyak laporan laporan yang belum terselesaikan terkait kantor cabang di Kalimantan. Pak Ardian adalah pemimpin kantor cabang yang telah diutus oleh ayahnya.

"Mam..mamam..," langkah kaki Erlang tiba tiba berhenti saat suara yang cukup asing masuk kesadalam pendengarannya.

"Mama..mam." pandangan Erlang tertuju pada seorang balita yang memeluk erat kaki jenjangnya, balita itu nampak begitu imut apalagi saat matanya menatap penuh binar kearah Erlang.

"Bayi siapa ini?" Gumam Erlang menatap bingung kearah balita itu.

"Astagaa! Saya mohon maaf atas ketidaknyaman ini Pak Erlang," seirang pria paruh baya tiba tiba datang kemudian, menjauhkan balita tersebut dari tubuh tinggi Erlang.

"Jangan, jangan seperti itu. Biarkan saja," mata Erlang sama sekali tak bisa lepas dari balita yang memanggilnya mama tadi.

"Dasar pelayan itu hanya bisa menyusahkan saja untung saja saya masih mau menerimanya bekerja di sini ," Ucap Pria peuh baya itu.

Dia! Pikiran Erlang langsung tertuju pada satu nama

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang