"Semuanya lima puluh empat ribu ya mbak, kembaliannya enam ribu rupiah, terima kasih." Aku menyerahkan uang kembalian beserta dessert pesanan pelanggan. Seperti biasa, sabtu menjelang malam pengunjung mulai ramai berdatangan. Bukan cuma letaknya yang strategis, menu di Cafe ini juga memang sangat enak. Coffee, cake, pastry? Ada... Masakan lokal atau internasional? Ada dong! cocok buat nongkrong santai bareng temen-temen, keluarga, gebetan, pak su, buk is. Oke pokoknya! Eh, kok jadi promosi. Hehe, maaf.
"Menu spesial hari ini apa?" Aku yang kembali sibuk merapikan uang dimeja kasir, mendongak mendengar suara pelanggan didepanku. "Hai." Katanya kemudian.
Senyumku mengembang, lalu melirik jam dinding yang menujukkan pukul 16.10 WIB. "Tumben datang cepat? Yang lain mana?"
"Loh? Kan kita mau makan bareng?"
Dani meletakkan sebelah tangannya diatas meja kasir yang tingginya sebatas dadaku. Dia salah satu teman sekelasku saat SMP, rumahnya dekat dengan rumahku tapi kami gak pernah ketemu lagi sejak lulus. Baru setahun belakangan setelah diadakan reuni kelasku, kami dekat kembali. Sejak saat itu, kami jadi sering berhubungan via WA, kadang-kadang telepon juga. Karena mereka tau aku kerja di cafe ini, jadi mereka —Dani dan temanku yang lain sering kesini.
"Kapan kita janjian?" Dia terkekeh.
"Ini buktinya aku disini." Uww, jangan salting disini tolong Rin!
Aku harus mengalihkan perhatiannya dulu. "Jadi kamu mau pesan apa?" Aku menatapnya sambil bersiap-siap menekan menu dilayar monitor. Bunyi lonceng pada pintu masuk yang menandakan adanya orang masuk atau keluar membuatku menoleh. "Itu mereka udah datang." Aku mengedik pada 3 orang wanita dan 2 orang pria yang baru masuk. Mereka teman dekatku juga, dan sepertinya belum menyadari kehadiran Dani karena mereka langsung menuju meja kosong.
"Biarin aja. Mereka udah besar."
Aku masih salah tingkah sendiri, gugup banget asli. Padahal dulu biasa aja, kenapa sekarang jadi beda? Mungkin, mungkin ya... Karena dia terang-terangan deketin aku. Jadi, setiap didekat dia tuh bawaannya ya salting sendiri.
"Aku pesen Kopi susu sama pisang bakar coklat keju deh. Udah banyak yang antri, nanti kamu gagal fokus kan bahaya." Dia memainkan alisnya, membuatku mengulum bibir menahan senyum yang akan lepas. Padahal ya, kalau mau pesan kami para karyawan yang bakal ke meja memberikan buku menu. Tapi dia memang begitu sih kalau kesini.
"Pesenannya nanti diantar ya mas, terima kasih." Dia langsung berbalik karena ada mbak-mbak yang lagi ngantri mau membayar bill dibelakangnya.
Aku bergabung bersama mereka saat makanan mereka sudah habis setengah. Mereka selalu kesini kalau jam kerja ku pulang sore, kata mereka biar aku bisa ikutan gabung. Aku sendiri gak masalah banget kok mereka mau nongkrong disini, tempatnya memang nyaman karena jarak mejanya agak berjauhan dengan desain kekinian.
"Udah siap?" Fika menoleh saat kursi disebelahnya kutarik.
Aku mengangguk, "Udah, hehe. Sorry lama."
"Habis ini kita kemana yank?" Dani yang duduk didepanku menaikkan sebelah alisnya. Kenapa sih dia seblak-blakan ini didepan yang lain. Mereka jadi pada godain kan tuh, dicie-cie'in. Panasnya pipiku udah sampai ke telinga ini.
"Pulanglah. Udah mau maghrib tau."
"pffft... Haha. Salah sasaran kan lo." Ali yang duduk disebelah Dani menepuk pundaknya yang— kayaknya agak kuat. Aku meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diluar Jangkauan (On Going)
Romance"Kamu kelihatan gak suka aku" katanya dihadapanku. Ingin ku melontarkan kata-kata yang ada di dalam pikiranku. Satu alasan yang menjelaskan semuanya. Karena dia.... Diluar Jangkauan.