Bab 8. Befreie Mich Zuerst

33 7 0
                                    

Cahaya biru menyembur ke atas awang-awang. Asap dingin begitu mengepul mengelilingi Fenrir. Bukan hanya ujung ekor yang menghitam, setengah dari tubuhnya pun ikut menghitam. Tidak ada lagi ribuan duri es yang tertancap di ekor. Karena takut jika Fenrir akan kembali berontak dan menyerang, Vendard melemparkan rantai ke dalam dan berhasil mengikat tubuh Fenrir. Tangannya menyilangkan rantai dengan kuat.

"Lily, jangan biarkan Fenrir terlepas!" suruhnya.

"Clar, kau juga harus menyerap cahaya dari mata Fenrir!" titah Mr. Samael.

Claryn mendekat, netranya sudah sama seperti Fenrir. Ya, kedua iris mereka sama-sama berwarna biru. Claryn menatap dengan perasaan yang tidak tega melihat Fenrir, tetapi bagaimana lagi? Claryn harus menyerapnya karena mata Fenrir terus mengeluarkan asap napas dingin. Lily yang mendengar perintah dari Vendard kembali membacakan mantra untuk membuat akar pohon membesar supaya Fenrir tidak bisa keluar darinya.

Mr. Samael yang mengeratkan Fenrir dengan mantra, mendadak merasakan sesuatu yang tidak lagi terikat dengan kuat. Apa mungkin? batinnya. Bahkan, ketiga muridnya juga merasakan hal sama.

Vendard membiarkan rantai tersebut terjatuh dari tangan. "Sepertinya rantai yang aku pegang mendadak longgar. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Di saat mereka saling berpandangan karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi, tiba-tiba saja tubuh Fenrir terjatuh lemah. Tidak ada lagi usaha yang dikeluarkan Fenrir untuk menyerang mereka. Ekornya saja sudah menghitam sehingga tidak bisa lagi mengeluarkan duri es. Bahkan, asap napas dingin saja entah hilang ke mana. Cahaya matanya yang menyala tajam justru meredup menatap Tim Empat dengan sayu.

Tidak ada sedikit pun rasa kasihan dari Mr. Samael, meskipun hatinya bertanya-tanya apa arti semua itu. Mr. Samael tidak akan tertipu. "Jangan mudah dibohongi hanya karena Fenrir terjatuh!" serunya.

Claryn menatap ke arah Fenrir. "Apakah kita harus mengepungnya, lagi?"

"Berhenti! Aku mohon!"

Suara dari Fenrir membuat mereka tidak lagi melakukan apa pun. Tubuhnya kembali ke bentuk semula. Ia berusaha bangkit meskipun masih terkepung.

Mr. Samael berjalan perlahan. "Bukankah tadi kau menyerang kami? Mengapa sekarang kau terdiam dan begitu lemah?"

"Kau sedang bermain permainan lagi? Benar bukan?" tanya Vendard.

"Tidak!"

Lily berpikir mungkin itu adalah muslihat Fenrir sehingga dia kembali menggerakkan akar-akar pohon dengan bola mata untuk mengeratkan kepungan. Namun, Claryn langsung menyanggah, "Hentikan itu, Lily!"

Lily menatap Claryn dengan tajam. "Apa yang kau katakan? Bagaimana jika Fenrir bermain muslihat lagi?"

"Kalian telah menang dalam permainan ini. Hatiku telah berhasil kalian luluhkan."

Entah itu perkataan jujur atau bohong. Tim Empat tidak begitu percaya kepada Fenrir. Mereka tidak mau langsung menyimpulkan bahwa Fenrir mengalah. Tidak. Dari awal saja Fenrir tidak akan membiarkan siapa pun mengambil benda pusaka. Bagaimana bisa sekarang ia mengalah dan memberikannya begitu saja? Mustahil.

Claryn menghela napas lalu mendekat ke arah Fenrir dan berlutut dengan tangan memegang lehernya. "Sekarang katakanlah di mana keberadaan benda pusaka tersebut, Fenrir!"

Mr. Samael menggelengkan kepala melihatnya. "Ya, kau melakukan hal yang benar, Clar—"

"Hal yang benar?" Vendard memotong ucapan Mr. Samael.

"Ya, Fenrir adalah serigala yang bersahabat."

Lily yang melihatnya langsung menyimpulkan, "Jadi, Claryn sedang meminta baik-baik kepada Fenrir? Ya, semoga saja Fenrir memberikannya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blue Light Stone (MAPLE ACADEMY YEAR 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang