extra 07 | yang patah, tumbuh

106 14 15
                                    

Di dalam instansi BIN, dikenal dengan para kumpulan anak-anak indigo yang memang kebanyakan bekerja di bidang strategi intelijen. Tapi sayang, kebanyakan di antara mereka itu sudah berumur di atas 40 tahun. Nyaris tidak ada yang memiliki kemampuan supranatural pada anggota intelijen lapangan.

Hingga akhirnya bergabunglah si kembar tidak identik yang makin hari makin banyak dibicarakan. Lulusan akselerasi, memiliki jiwa yang kompentitif, dan yang terkahir—poin plus—memiliki kemampuan supranatural yang kebanyakan anggota BIN akan menempatkannya di bidang strategi intelijen. Bukan agen intelijen.

Star Gate Comunity. Itu sebutannya.

Sebenarnya, Koko maupun Keke tidak peduli akan hal itu. Mereka sama-sama memiliki profesi. Dan memang profesional saja, bukan berarti secara sembarangan mereka menggunakan kemampuannya selama 24/7. Hanya pada waktu tertentu dan mendesak.

Contohnya seperti sekarang.

Kalau menurut Koko, tingkat kesulitan untuk menyelesaikan masalah ini dengan mulus kemudian kabur dan menyelamatkan diri tanpa jejak sudah memasuki level 7 dari 10. Ingatkan dirinya jika dia hanya bekerja seorang diri.

Mungkin ini semua bisa dia salahkan kepada seorang pria tengil nan songong bernama Radit yang seenak jidat menyuruhnya menyamar menjadi anggota kelompok blue colar crime yang terkenal di kawasan kumuh Kalijodo. Untuk mencari beberapa info mengenai WNA ilegal.

Koko berlari melewati gang-gang kecil dengan sebuah tas yang dia dekap di dadanya. Menginjak beberapa kubangan air akibat gerimis yang baru saja reda. Pria itu kabur dari kejaran segerombolan orang setelah aksinya terbongkor beberapa menit yang lalu.

Entah ke mana tujuannya, yang pasti, dia harus cepat-cepat kabur dan lepas dari kejaran mereka. Koko pun sedari tadi berusaha mencari cermin di sekiatan jalan setapak gang. Tapi sayang, mana ada cermin fullbody di sini, pasti telah dijual oleh para penghuni kawasan sekitar yang mayoritas bekerja sebagai pemulung.

"JANGAN KABOR LO BANGSAT!!"

Sial. Mereka semakin banyak dan mulai mendekat. Koko mengaktifkan tenaga dalamnya dan memacu kakinya untuk semakin cepat berlari, hingga sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi. Seseorang berbadan besar tiba-tiba sudah berdiri menghadang dirinya seraya membawa tongkat bisbol yang terdapat paku-paku tajam di ujungnya.

"Shit! I don't have much time, Kampret!"

Koko menunduk, menghindar pukulan dari tongkat bisbol tersebut seraya mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. Selang sedetik, pria itu dengan gesit menancapkan pisaunya di betis dan paha orang besar tersebut. Kemudian berdiri dan membogem mentah rahangnya hingga jatuh tersungkur.

Koko meraih tongkat bisbol tersebut, kala menyadari kini dia terkpung dari arah depan dan belakang. Pria itu berdecak kemudian mengambil ancang-ancang menyerang mereka seorang diri.

BUGH!

Intinya, semua serangan fisik jarak dekat yang diterima oleh pria itu tidak terlalu berpengaruh baginya, sebab dia sudah menggunakan tenaga dalamnya. Koko menghantam tongkat bisbol yang dia pegang, kemudian disusul dengan dirinya yang menendang orag-orang yang menghalangi jalannya.

Koko mendecih, kala akhirnya pertarungan itu hanya menyisakan dirinya. Pria itu menjatuhkan tongkat bisbol—yang kini penuh dengan bercak darah kemudian lanjut berlari ke luar dari kawasan tersebut.

* * *

Kalau disuruh pilih, jujur, Keke mau nangis sekarang juga!

Plis lah, sedoyan-doyannya dia mabora-mabori, dia juga gak bakal kuat menegak minuman bercap Batavia itu satu botol penuh.

yang baik belum tentu baikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang