19. Kejujuran (selesai revisi)

74 3 0
                                    

“Dalam sebuah hubungan, hendaklah harus saling percaya satu sama lain. Supaya keluarga terus harmonis”
~ Asfin

Alfin dan Syifa hari ini akan pulang. Sekarang mereka bersih-bersih untuk pulang ke rumah setelah satu hari satu malam berlibur ke pantai. Ternyata berlibur ada senang ada enggaknya. Senangnya saat berlibur dengan orang yang sangat dicintai. Tapi enggaknya saat berlibur tapi ke ingat seseorang yang sudah lama meninggalkan.

Itulah yang dialami Syifa saat ini. Dirinya senang karena bisa bersama Alfin, sedangkan di satu sisi lain dia rindu sosok kakak. Kakak yang dulu sering buat dirinya menangis di saat kecil.

Dalam perjalanan pulang, Syifa hanya diam saja tanpa berbicara apa pun pada Alfin. Alfin mengerti, mungkin masalah kemarin malam dengan orang yang dipanggilnya Kevin.

“Syifa, mau enggak mampir dulu ke kafe, kita makan dulu di sana. Dari kemarin malam kamu belum makan apa pun. Mas takut kamu kenapa-napa," ucapnya dengan sedikit berteriak.

“Iya Mas, aku mau.” Beruntung Syifa mau diajak ke kafe. Seketika Alfin bernapas lega.

Beberapa saat kemudian, Alfin membelokkan motornya ke kafe terdekat. Saat masuk ke dalam dan memesan makanan, banyak sepasang mata yang menatap Alfin dan Syifa.

Mungkin dipikirnya masih pacaran. Karena Syifa yang kelihatannya masih sangat muda dan Alfin yang terlihat sangat tampan. Apalagi saat masuk Alfin menggandeng tangan mungil Syifa.

“Sudah hiraukan saja mereka. Biarlah mereka mencibir kita yang enggak-enggak. Itu juga urusan mereka bukan kita. Lagian kan kita emang sudah halal, jadi mereka seperti suudhon pada kita,” jelas Alfin pada Syifa dan diangguki olehnya.

Tak lama kemudian, makanan telah dihidangkan di atas meja mereka. “Selamat menikmati, Tuan, Nyonya,” ucap pelayan itu. Syifa yang mendengar itu hanya tertawa kecil.

“Panggil saya Syifa mbak, enggak perlu Nyonya."

“Dan panggil saya, Pak juga mbak, jangan Tuan."

Pelayan tadi hanya mengangguk patuh, habis itu langsung meninggalkan meja mereka. Beberapa pasang mata masih saja memerhatikan Alfin dan Syifa. Syifa yang terus menerus dilihat seperti itu merasa kurang nyaman.

“Aku sudah bilang, jangan hiraukan mereka. Biarkan saja, lebih baik kamu makan saja ya."

“Tapi aku enggak nyaman Mas kalau dilihatin seperti itu." Jujur saja, Syifa merasa risih jika begitu.

“Sayang, dengarkan Mas, tetaplah tenang walau dilihatin banyak orang. Anggap saja mereka tak ada,” ujar Alfin lagi yang diangguki oleh Syifa.

Selepas itu mereka makan. Enggak capek apa lihatin seperti itu, ih ... makin sebal saja deh, gerutu Syifa dalam hatinya.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Syifa dan Alfin segera meninggalkan kafe setelah membayarnya. Alfin masih setia menggenggam tangan Syifa keluar kafe. Walau banyak cacian kepada mereka, tapi Alfin terus menasihati Syifa untuk selalu tetap tenang dan sabar.

Syifa hanya menuruti Alfin saja. Setelah itu mereka langsung melajukan motornya supaya cepat sampai di rumah. Syifa ingin istirahat. Dirinya sangat lelah sekarang.

Syifa jadi menyesal waktu itu enggak dengarkan bundanya bicara untuk menggunakan mobil. Kalau Syifa mendengarkan, sekarang dia bisa istirahat di mobil. Kalau motor mana bisa. Alfin yang melihat Syifa merasa kasihan pada istrinya ini. Pasti dirinya sedang kelelahan. Apalagi naik motor dengan jarak yang cukup jauh.

***

Selang beberapa jam kemudian, Alfin dan Syifa sampai juga di rumahnya. Terlihat Fitri sedang menyirami tanaman yang ada di halaman rumah. Sementara waktu, memang Fitri tinggal di rumah baru Alfin untuk menjaganya saat mereka berdua berlibur.

Assalamualaikum, Zauji (Terbit) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang