32. Love and Love

2.5K 265 164
                                    

..........

"Saya gak akan marah. Saya janji. Asal kamu jujur karena saya benci pembohong."

Apa iya Laras harus mengaku? Ini kan privasi. Tapi ia sudah terjepit.

Dengan pasrah, gadis itu memejamkan mata mengumpulkan keyakinan. "Saya... sayang sama Tuan," akunya pasrah, sambil menundukkan kepala.

"Sayang?"

Laras mengangguk pelan.

Malang benar nasib Laras. Tapi mau bagaimana lagi? Meski elegant, keangkuhan itu selalu ada. Irma tidak puas jika tidak mengetahui hingga ke akar-akar hanya karena ingin menjaga perasaan Laras.

"Tapi saya gak pernah ngapa-ngapain. Saya gak pernah macem-macem ke Tuan," ungkapnya sambil menatap Irma dengan sendu. "Saya gak mengharapkan apa-apa. Saya cuma ingin jadi temannya Tuan. Saya mohon Nyonya jangan pecat saya," mohonnya menahan airmata.

Menurut Irma, jawaban Michael dan Laras cukup senada dan sepola. Tidak ada bagian janggal yang mencolok pun berbeda.

"Ya sudah. Karena Michael bilang kamu baik sama dia dan dia juga sudah anggap kamu sebagai teman, saya maafkan kamu. Saya gak akan pecat kamu."

Kepala Laras terangkat. "Makasih, Nyonya." Ia tersenyum cerah meski airmata belum diseka.

"Tapi kamu harus ingat satu hal, Laras."

Laras langsung menyiagakan perhatiannya.

"Kalau sudah terjadi apa-apa, yang rugi kamu," ujar Irma datar dan dingin. "Anak saya laki-laki. Kamu," ia menunjuk, "Kamu perempuan, kamu yang akan menanggung semuanya. Kamu harus pikirkan masa depan kamu, kamu pikirkan keluarga kamu. Jangan terlalu mudah."

Laras perlahan menunduk. Yang dikatakan Irma semuanya benar.

"Saya bilang ini karena saya juga perempuan. Saya harap kamu bisa jaga diri kamu. Saya hargai perasaan kamu terhadap anak saya selama kamu tidak macam-macam sama dia."

"Iya, Nyonya. Saya janji akan jaga diri dan gak akan macam-macam sama Tuan," ujar Laras pelan tanpa menatap.

"Kamu boleh bilang saya kalau Michael macam-macam lagi sama kamu. Mengerti, Laras?"

"Mengerti, Nyonya." Laras mengangguk sambil menunduk.

"Ya sudah. Kamu keluar dari sini, Michael lagi mandi, habis ini dia mau ganti baju. Dia mau keluar sama saya. Kamu di sini, beres-beres, belanja, terus masak," perintah Irma dengan santai dan lancar.

Laras lega mendengarnya, ia mengangguk patuh. "Baik, Nyonya. Terimakasih. Saya keluar dulu," katanya, seraya cepat-cepat turun dari ranjang Michael.

Namun baru Laras ingin keluar dari kamar, Michael dengan handuk kimono tebalnya memasuki kamar. Mereka berpapasan dan berhenti bergerak, dengan jarak 1 meter yang berperan sebagai pemisah.

Tatapan Michael langsung terpatri pada wajah Laras yang basah, juga pada matanya yang memerah. "Laras," panggilnya pelan.

Pandangan mereka bertemu dalam. Michael memerhatikan, mengapa Laras terlihat sedih. Laras pun menelaah, ada kah raut terluka di wajah sang pujaan hati.

"Lo nangis? Mama marahin lo?" Michael bertanya halus namun tegang, matanya sudah terbuka penuh siaga, kemudian ia menatap Irma yang masih duduk di tepi ranjang.

Laras lega, tidak mendapati raut sedih di paras Michael. Kemudian gadis itu menggeleng cepat. "Enggak, Tuan."

Pandangan Michael kembali pada Laras.

"Nyonya gak marahin saya," sambung Laras lembut, dengan tatapan yang tepat di mata sang Tuan.

"Terus kenapa nangis?"

UNSTABLE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang