Prolog

5.2K 267 148
                                    

"Astaga! Ini siapa yang ngotorin lantai pake tinta?!" pekik Monic, seorang guru yang selalu dihindari oleh semua siswa. Khususnya siswa teladan.

"Jawab! Siapa yang ngelakuin ini, hah?!" Monic mengawasi sekitar, namun tiba-tiba berhenti mencari kala menangkap sosok Saras yang tengah duduk santai di belakang.

Semua anak hanya terdiam, tidak berani menatap wanita berusia tiga puluh tahunan ini.

Monic naik pitam, dengan sekali embusan napas, dia berteriak.

"SARAS ...!!!" semua anak menutup telinga, mengamankan gendang telinganya. Suara Monic yang menggelegar melebihi pengeras suara sekolah dapat terdengar hingga ruang kantor. Sangat menakjubkan.

Dengan wajah polos yang dibuat-buat Saras berdiri. "Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

🍁

Putri Sarasvati, adalah gadis tomboi berparas cantik dan berkulit hitam manis yang kini tengah duduk di kelas tiga sekolah menengah atas. Saras merupakan putri tunggal yang selalu mendapatkan apa pun yang dia inginkan dari Bram dan Rena, orang tua Saras. Namun, hal itu tidak membuat Saras menjadi anak yang manja. Saras adalah anak yang mandiri dan kuat, mungkin karena dia lebih banyak memiliki teman laki-laki daripada teman perempuan. Tidak. Lebih tepatnya semua temannya adalah laki-laki.

Menjadi ratu dalam sebuah pertemanan membuat Saras merasa begitu terhormat. Jika biasanya untuk menjadi seorang pemimpin harus memiliki wawasan yang luas, baik budi pekertinya, dan pastinya mampu bersosialisasi, lain halnya dengan Saras. Dengan nilai yang selalu di bawah rata-rata, kebiasaannya yang gemar membuat onar, dan tidak mudah bergaul, dia bisa menjadi seorang ratu yang memiliki tiga pengawal sekaligus. What?! Bagaimana bisa?

Ini bukan sembarang ratu. Iya, benar-benar berbeda. Ratu yang dimaksud di sini adalah Ratu Preman Kelas. Di mana Saras singgah, mendadak semua orang akan enyah. Selain ratu, dia juga dekat dengan ketua Gengstar. Bagas Chandra Georgino. Pria bertubuh tegap dengan tinggi badan 175 cm ini sudah memimpin sebuah geng sejak awal masuk sekolah. Jadi jangan ditanya bagaimana keadaan di kelasnya. Karena sudah pasti sangat mantap. Ketika ratu preman kelas disatukan dengan ketua geng, ruang kelas yang seharusnya untuk belajar justru akan tampak seperti sebuah markas.
Selain itu, gadis yang akrab disapa Saras ini adalah gadis tanpa mimpi. Yang ada di pikirannya hanyalah hidup dan menjalani hari, tidak lebih. Orang tuanya kerap kali merasa khawatir kepadanya, terlebih dia adalah harta satu-satunya. Sudah pasti, setiap orang tua menginginkan agar buah hatinya kelak memiliki masa depan yang cerah. Tapi bagaimana jika yang diharapkan demikian justru tak memikirkan masa depan sama sekali?

🍁

"Mau ke mana kamu malam-malam begini?!" Bram hafal betul kelakuan putri semata wayangnya yang suka mengendap-endap untuk keluar di malam hari. Bram sengaja duduk di sofa tanpa penerangan untuk memergoki putrinya itu.

"Eh, Papah." Saras perlahan membalikkan tubuhnya, menatap Bram yang kini tengah memicingnya. Tatapan Bram yang tajam membuat degup jantung Saras menggila.

"Kok belum tidur Pah?" Saras memperlihatkan deretan giginya.

"Jawab dulu pertanyaan Papah! Mau ke mana kamu?! Ngeluyur lagi?!" Bram menghidupkan lampu ruang tamu sehingga tampak jelas wajah Saras yang tengah kebingungan mencari alasan.

"Nggak kok, Pah. Saras mau belajar kelompok di rumah Nina." Entah dari mana ide itu muncul. Tetapi Saras berharap Bram memercayainya. Huh, semoga saja.

"Yakin belajar kelompok?" Bram melangkah maju menghampiri Saras.

"He he he. Iya, Pah. Soalnya ada tugas Matematika, jadinya Saras mau minta diajarin sama Nina," Saras menghela napas lega.

"Aduh! Pah sakit! Kok Saras dijewer, sih!" Saras mendengkus kesal dengan memegangi daun telinga kirinya yang memerah.

"Kamu tuh kalo bikin alesan yang pinter dong! Belajar kelompok kok nggak bawa tas! Bukumu mana?!"

"Nganu. Bukunya itu." Saras gugup, tidak dapat berpikir lagi.

"Udah jam sepuluh malem nggak usah ngeluyur! Kamu itu anak perempuan, nggak baik keluar malem-malem. Masuk kamar sekarang!"

"Ta-tapi, Pah ...."

"Masuk! Besok sekolah!" Bram tidak memberi Saras kesempatan untuk mengeluarkan alasan konyolnya lagi.
Dengan wajah kesal Saras masuk ke kamarnya dan membanting pintunya, memberi simbol tidak terimanya kepada Bram. Melihat sikap Saras, Bram hanya bisa menghela napas. Entah apa yang harus dia lakukan agar anaknya itu dapat berubah. Setidaknya menjadi wanita pada umumnya, dengan pakaian yang wajar digunakan dan tentunya juga pergaulan yang baik.

"Huh! Ngeselin banget sih, Papah. Masa gue nggak boleh keluar?!" Saras menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Melipat kedua tangannya di depan dada dan mencebikkan bibirnya, kesal.

Segitu dulu yups ....😉
Jangan lupa kasih bintang😊

Hijrah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang