# 7 The Past Story

26 7 32
                                    

Tandai jika ada typo!
.
.
.
.

"Bang Aul! Gak boleh gitu! Ini tempat main bareng-bareng!" seru gadis kecil berkuncir ponytail itu.

"Terus? Kalo aku bilang gak boleh, yah, gak boleh, dong," Anak laki-laki yang dipanggil Aul itu menjawab kekeuh. Ia duduk bersandar pada sebuah gerbang rumah kosong yang ada di samping taman komplek. Halaman rumah kosong itu sangat luas, hingga membuat anak-anak komplek lebih memilih bermain di sana daripada taman komplek yang menurut mereka kurang menantang.

"Ish, biarin aja aku bilangin Tante Indah!" Gadis berkuncir itu hampir menitikkan air mata karena kesal.

"Bilangin aja." Lagi-lagi Aul menjawab tidak peduli. Ia masih duduk bersandar dan sibuk memainkan gameboy.

"Hiks~ Huaaah, mama!" Gadis itu merengek dan berlari meninggalkan teman-temannya yang hanya menonton di belakang.

"Bang! Kok gitu sih, ini kan tempat umum, kita mau main. Lagian Afrida juga mau ikut main!" Kali ini anak perempuan berambut pendek mengomel sambil berkacak pinggang.

Aul menghela napas saat melihat layar game boynya menampilkan tulisan game over, lalu menatap datar adiknya. "Didalem nih tempat, ada orang jahat! Kalian mau ditangkep mereka?"

Anak-anak yang ingin bermain ditempat itu pun langsung bersorak tidak percaya.

"Bang! Jangan mentang-mentang kita masih kecil, terus gampang dikibulin, yah!" Kali ini anak laki-laki yang berambut klimis itu menyampaikan pendapatnya.

"Kalo masih bocah, mah, bocah aja. Gak perlu berlagak kayak orang gede!" jawab Aul senga.

Anak laki-laki rambut klimis itu membulatkan matanya kesal dan hampir menghampiri Aul. Namun, hal itu dicegah oleh anak gadis berkerudung navy.

"Udah Loki, tahan emosinya. Biarin aja Bang Aul main sendiri di rumah kosong ini," ucapnya.

"Tapi, kak! Gak bisa gitu dong gak adil namanya!" Anak laki-laki klimis tadi, Loki, tidak setuju dengan gagasan kakaknya.

"Udah biarin aja!" Gadis berkerudung navy itu menggeleng dan membawa teman-temannya menjauh dari Aul.

"Maafin kakakku, yah, temen-temen," sesal gadis berambut pendek tadi menundukan kepala.

"Tau nih, Rid, kok, kakak kamu pelit banget, sih."

"Tau! Kakak kamu emang bandel banget."

Teman-teman yang lain segera menyalahkan Afrida, gadis berambut pendek itu.

"Eh! Gak boleh gitu, kan, bukan Afrida yang salah. Kita gak boleh nyalahin dia." Anak gadis berkerudung navy melerai.  Sebagai anak yang usianya paling tua dari teman-temannya, ia harus bisa mendewasakan setiap tingkah temannya.

"Lagian, kan kita masih punya tempat main lain. Mending main di depan masjid, aja. Jadi kalo udah azan asar kita tinggal masuk buat solat asar berjamaah di sana," usulnya.

"Wah, iyaa. Bener, tuh, kata Kak Zulfa. Biarin aja Bang Aul telat datengnya. Biar diomelin Pak Ustad," ucap Loki menyeringai.

Zulfa menggeleng dan menggiring teman-temanya menuju lapangan depan masjid.

.
.
.

"Assalamualaikum," sapa Zulfa membuka pintu rumah. Dibelakangnya Loki dengan konsentrasi penuh mengulang-ulang hapalan yang gagal ia setor. "Santai aja, Ki, ngapalinya. Kalo buru-buru, buru-buru juga ilangnya."

"Ihh kakak! Jangan ngajak ngobrol aku! Kan jadi lupa!" kesal Loki. Lalu melengos masuk ke rumah menuju kamarnya. Zulfa hanya menaikan alis dan bahunya bersamaan.

"Bu? Assalamualaikum!" Lagi-lagi Zulfa berteriak mencari ibunya.

"Waalaikumsalam, kak! Ibu di dapur!" jawab ibu dari tempatnya. Tanpa melepaskan tas dan kerudungnya Zulfa menghampiri ibu yang duduk di kursi makan dengan handphone digenggamnya.

"Kenapa, bu?" tanya Zulfa yang melihat raut wajah ibunya aneh.

"Enggak, kak. Oia tadi Rida sama Ayu adakan?"

Zulfa mengangguk.

"Nanti malem mereka berdua bakal nginep. Kamu gapapa kalo mereka bertiga tidur dikamar kamu?"

"Emangnya ada apa bu?" tanya Zulfa kebingungan. Jarak rumah mereka tidak begitu jauh. Tapi kenapa harus mereka berdua menginap disini?

Bukannya Zulfa menolak mereka berdua. Tapi aneh saja, padahal dulu saat Zulfa mengajak Rida untuk menginap, ia terus menolak dengan alasan tidak betah jika bukan dirumahnya.

"Gimana kak?" tanya lagi ibu menyadarkan Zulfa.

"Aku, sih, gapapa. Tapi gimana Aul? Kan dia berantem mulu sama Loki. Kalo mereka disatuin aku gak bakal ngebayangin kamar mereka nanti paginya," ucap Zulfa sedikit membayangkan keadaan kamar adiknya yang akan dihuni oleh dua orang yang berperang seperti korea selatan dan korea utara.

"Aul gak ikut menginap, cuma Rida sana Ayu doang. Lagian besok libur kan. Jadi mereka agak bebas. Soalnya Tante Indah ada urusan."

"Terus Ayah mereka kemana, sih, Bu? Aku gak pernah liat ayah mereka dirumah. Kan kalo Tante Indah ada urusan Rida sama Ayu bisa sama ayahnya."

"Ini urusan orang dewasa. Pokoknya nanti kalo Rida sama Ayu udah nginep disini. Kamu jangan bahas ayah mereka, yah. Mereka gak seperti kita, soalnya. Mungkin ayah kamu sama mereka sama-sama tidak pernah keliahatan. Tapi bedanya ayah sedang dinas saat ini dan akan pulang. Namun berbeda dengan ayah mereka. Kamu gak mau kan, mereka bersedih? Jadi ibu mohon jangan bahas apapun tentang ayah mereka," titah ibu.

Zulfa langsung mengangguk melihat sorot mata ibunya yang baru kali ini menatapnya serius. Ia tahu, sebagai anak sulung ia harus berpikir dewasa. Karena ialah orang yang dibutuhkan keluarganya. Walaupun perempuan, setidaknya ia harus mendidik sang adik untuk menjadi dewasa.

.
.
.

"Maaf, yah, Res. Aku jadi ngerepotin," ucap Indah. Saat ini mereka semua berkumpul di ruang tamu kediaman Resa, Ibunda Zulfa. Setelah azan magrib berkumandang, Indah datang kerumah bersama anak-anaknya. Rida dan Ayu bahkan sudah siap dengan tas ransel mereka. Dengan tatapan yang sedih mereka hanya terdiam saat Indah meminta izin pada  Resa untuk menitipkan anaknya. Sesekali Indah mengusap rambut mereka penuh kelembutan. Zulfa tertegun, melihat genangan air di mata mereka berdua.

"Insyaallah, besok sore semua akan selesai," ucap Indah setelah mengobrol dengan Resa.

"Kamu yakin mau bawa Aul, aja? Aul bisa kok nginep disini juga. Nanti tidur dikamar Loki," tawar Resa yang langsung ditolak Loki.

"Aku gak mau sekamar sama dia!"

Kyutt!

Zulfa menyubit lengan Loki dan menatapnya tajam. Loki yang diberlakukan seperti itu langsung cemberut dan memalingkan wajahnya.

Indah terkekeh melihatnya. "Gakpapa Re, Aul kunci aku sekarang. Karena dia yang melihat semua. Aku tau pengakuan anak dibawah umur itu tidak benar-benar sah. Tapi dengan pintarnya dia merekam semua diam-diam. Aku tidak akan tau jika Aul tidak merekam mereka."

"Hebat kamu Aul." Resa menatap Aul dengan bangga. Sedangkan yang ditatap hanya terdiam.

Kadang Zulfa berpikir kenapa anak nakal seperti Aul itu bisa membuat ibunya bangga.

"Yaudah kalo gitu, aku berangkat, Res. Doakan semua baik-baik saja," pamit Indah. Mereka semua berdiri, bersiap mengantar kepergian Indah dan Aul.

"Iya aku selalu berdoa yang terbaik untuk keluarga kalian," kata Resa memeluk Indah.

"Kalian baik-baik, yah. Besok sore Mama jemput. Jangan nakal-nakal, dengerin Ibu Resa sama Kakak Zulfa, yah." Rida dan Ayu mengangguk kecil.

"Aku pergi, Res. Assalamualaikum!" pamit Indah meninggalkan rumah kediaman Zulfa.
.
.
.
.
.
TBC

Hola 👋 jadi ini cerita masa kecil mereka yah. Kenapa Leo sama Zulfa bisa kenalnya. Terus gimana Ojan bisa temenan sama Zulfa, insyaallah semua bakal dibahas satu-satu. Terus yang masalah Bapaknya Leo juga 😅

Jadi Le? Bapakmu kenapa? 😂

Gak Punya Mantan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang