Matahari telah menduduki tahtanya menggantikan sang rembulan. Di dalam kamar bernuansa modern dengan corak warna merah hitam itu terdapat seorang remaja pria yang tengah menatap dirinya sendiri di depan cermin panjang. Hari ini adalah hari Senin. Untuk anak dikalangan masa putih abu, hari Senin merupakan hari yang cukup penting dengan seragam berlogo osis yang akan melekat di tubuh mereka. Seragam yang dikenakan pun harus rapi, dengan dasi juga topi.
Namun berbeda dengan Raka. Remaja itu jauh dari kata rapi dengan pakaiannya saat ini. Seragam yang dikeluarkan serta tidak dikancingkan membuat kaos hitam polos di sana terlihat jelas, tidak menggunakan dasi, rambut pun acak-acakan. Kalau kata anak jaman sekarang, Raka seperti badboy.
Raka membuang nafas kasar. Ia merampas tasnya yang ada di kasur dan berjalan keluar dari kamar.
Sesampainya di luar, Raka tidak langsung menuruni anak tangga untuk menuju ke ruang makan. Dari sini, ia melihat Raga yang memegangi pinggang sambil menggigit bibir bawahnya. Mata Raka tidak menemukan sosok Rama, tapi ketika Raka melihat ke dapur, Rama ada di sana, sedang memfokuskan dirinya pada kompor hingga membelakangi Raga. Satu pertanyaan yang muncul di benak Raka saat ini.
"Bocah aneh udah tau kesakitan, kenapa gak manggil kakaknya?" Setelah mengucapkan itu dengan bergumam, Raka menuruni anak tangga.
Sampai dihadapan Raga, Raka menarik adiknya itu dengan kasar. Ia juga mendudukkan Raga ke kursi di ruang makan. Selanjutnya, Raka menaruh tas yang ia kenakan dan berjalan mengambil gelas lalu ke dekat kulkas untuk menuangkan air yang ada di dispenser. Pria itu menekan tombol merah hingga gelas itu terisi setengah, lalu berganti menekan tombol biru, mengisi air ke dalam gelas hingga menyisakan seperempat bagian gelas.
Setelah selesai, Raka menghampiri Raga. "Minum!" Perintahnya kasar dan menegukkan air tadi ke Raga. Raga pun menerimanya, walau Raka sedikit kasar. Tapi Raga tetap meminumnya hingga air itu tersisa sedikit karena sesuatu menghentikan aksi minum Raga yang dibantu oleh Raka.
Uhuk!
Raga tersedak. Perlakuan Raka terlalu kasar hingga membuatnya tersedak air tadi. Rama yang mendengar itu pun mematikan kompor lalu berjalan mendekat ke Raga dan menepuk-nepuk punggung sang adik. "Ngasih minumnya pelan-pelan aja bisa kan, Ka?" Raka tidak menggubris Rama sama sekali.
Ketika Raga sudah tidak terbatuk-batuk lagi, Rama kembali ke dekat kompor dan memindahkan masakannya ke mangkok sayur. Rama berjalan ke meja makan lantas menaruh mangkok tadi ke meja.
Semua telah duduk di kursinya, nasi sudah siap dari tadi. Rama mengambilkan Raga makanan, sedangkan Raka juga mengambil makanannya sendiri.
Tatapan Rama berubah menjadi datar ketika melihat penampilan adik sulungnya itu. "Mau sekolah, atau mau ngamen?" Ujarnya tanpa menghentikan aktivitas menyuapi Raga.
Raka tahu sindiran itu untuknya. Namun, ia lebih memilih melanjutkan makan saja. Ia malas berkelahi saat ini, karena ia membutuhkan energi untuk suatu hal nanti.
"Kakak susah payah kerja di sela-sela pendidikan kakak untuk tetap nyekolahin kamu, tapi ini yang kamu balas untuk perjuangan kakak? Berpakaian berandal, bolak-balik BK, baku hantam terus, selalu dapet surat panggilan untuk wali, tapi gak pernah dikasih, belajar juga gak pernah, cuihhh."
Brak
"Gue ga pernah minta lo buat menyekolahkan gue! Lo selalu liat gue dengan pandangan yang negatif! Dan satu lagi, sebelum lo berbicara, ada baiknya lo ngaca!" Dada Raka nampak naik turun akibat amarahnya yang telah memuncak. Ia menatap tajam Rama lalu mengambil tasnya dengan kasar.
Tyarrr
Tas Raka yang tidak sengaja menyenggol gelas di atas meja itu mengharuskan gelas tersebut jatuh dan berakhir menjadi pecah. Raka menghentikan langkahnya ketika mendengar suara pecahan itu, namun ia acuh, ia kembali melangkah meninggalkan rumah tanpa sepatah kata pun.
"Hufttt ... " Rama menghela nafasnya. Ia lelah harus seperti ini terus. Rama harus segera mempersatukan keluarganya. Jika tidak, yang terjadi adalah kehancuran. Rama tidak ingin hal itu terjadi.
"Makannya dilanjut, Ga. Habis makan kamu tetep duduk di sini dulu. Kakak mau beresin pecahan gelas sekalian nyuci piring, terus kita berangkat ke rumah sakit" tutur Rama seraya menyuapkan nasi ke dalam mulut Raga.
Setelah Raga mengunyah dan menelan makanannya, ia lantas mengangguk. "Iya, kak."
Tatapan Rama teralihkan menuju tangan Raga yang terletak di bagian pinggangnya. "Kenapa? Ngapain kamu megang pinggang kamu, Ga? Ada yang sakit?"
Raga menggeleng. "Tadi emang nyeri, kak. Tapi, setelah kak Raka ngasih aku air anget, rasa nyerinya ilang."
"Kenapa kamu enggak panggil kakak?" Tanya Rama lembut.
"Ngga sempet, kak."
"Ya udah, gapapa, dilanjut nih makannya"
Mereka melanjutkan aktivitas makannya. Jujur, ada satu hal yang belum bisa Rama katakan. Dan saat ini, Rama harus segera mengatakan hal tersebut, sebelum sesuatu yang parah terjadi.
"Ke makamnya jangan hari ini ya, Ga"
•
•
•
••
•
Cuma bisa satu kali revisi karena waktu yang aku punya mepet banget. Semoga kalian enjoy sama cerita ini, ya!
-SmoothyCha
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKUAT RAGA [END]
Genç KurguDi saat anak seusianya mengejar ilmu dan bermain, ia harus memilih menghabiskan waktu di rumah. Ketika teman-temannya memikirkan tujuan hidup mereka, ia hanya mengikuti apa kata orang saja. Karena hidupnya memang tak memiliki tujuan. Namanya Raga, p...