Insomnia (bagian 1)

7 0 0
                                    

Aku mengintip dari dalam kamarku, membuka sedikit jendela kayu berpelitur itu dengan hati-hati. Cahaya temaram dari lampu sudut pekarangan rumahku membuat mataku mampu beradaptasi dalam gelapnya malam. Suara binatang malam terdengar bersahut-sahutan laksana paduan suara alam. Bagiku malam dengan segala nuansa kegelapan dan kesunyiannya selalu menghadirkan misteri yang tak putus-putusnya. Seperti halnya mitos-mitos takhayul yang kerap muncul di malam hari, atau segerombolan pencuri yang memulai aksinya dalam gelap. Malam adalah simbol ketakutan dan kesepian bagi sebagian orang.

Mungkin aku hanya seorang penderita imsonia yang selalu terjaga saat malam, sembari menunggu datangnya kantuk menyerangku. Hampir tiap malam hingga menjelang fajar mataku tak juga memejam, seolah ada pasak kayu menyangga kelopak mataku, hingga kurasa berat untuk sekedar mengatupkannya barang semenit pun. Dan inilah yang senantiasa kulakukan ketika rasa kantuk itu tak kunjung tiba, menatap jendela lain yang berada tepat di seberangku. Jendela dari sebuah kamar yang senantiasa tertutup rapat saat senja menjelang hingga malam berlabuh.

Aku dapat melihat cahaya samar dari dalam kamar itu membias melalui lubang-lubang ventilasi. Selama ini aku sama sekali tidak pernah melihat kamar itu dalam keadaan gelap. Selalu ada cahaya menerangi setiap malam yang terlewat. Kupikir penghuninya tidak pernah sekalipun mematikan lampu, membiarkan tidurnya ditemani pendar-pendar cahaya putih yang begitu menyilaukan. Atau apakah dia seseorang yang takut akan kegelapan?

Suara gemerisik angin menggoyang-goyangkan ranting-ranting dan dedaunan. Udara dingin menyergap masuk ke dalam kamarku. Namun aku begitu menikmatinya. Seolah diriku menyatu dengan malam, membawaku jauh meninggalkan bumi yang telah jenuh aku tempati. Aku butuh kedamaian, jauh dari hingar-bingar dan hiruk pikuk duniawi, dan itu sama sekali tidak pernah kutemukan kecuali saat malam. Saat di mana setiap orang tertidur pulas dan kelelahan. Dan aku, bebas berlaku apapun yang aku mau.

Aku diam mengamati, berharap dia membuka jendela kamarnya, lalu mataku beradu pandang dengan matanya yang teduh. Dan suara gerisikan angin itu pun menjelma menjadi sebuah bisikan yang terdengar jelas di telingaku.

Kau harus melakukan sesuatu, Ryan. Jangan biarkan malam-malammu berlalu dalam kesunyian.

Tiba-tiba suara itu menghilang dan hanya meninggalkan jejak gigil di tengkukku. Aku merinding, bulu kudukku meremang.

Malam semakin membuat pikiranku tak lagi jernih. Perlahan kututup jendela kamarku, meski itu sama sekali tak merubah keadaan. Malahan angin seolah terperangkap di dalam kamarku, membuat hawa dingin itu semakin menyebar.

Aku kembali ke tempat tidur, berbaring dan menarik selimut menutupi kaki hingga dadaku. Kegelapan total menyelimuti kamarku, dan aku merasakan lega yang luar biasa. Meski akalku masih belum bisa menerima kejadian aneh yang aku alami tadi. Benarkah bisikan itu hanya perasaanku saja, atau memang suatu petunjuk. Ya, sebuah petunjuk agar kesunyian dan perasaan hampa selama bertahun-tahun itu sirna. Aku harus melakukan sesuatu.

Tiba-tiba aku memikirkan sebuah ide yang ganjil. Gagasan jahat yang mungkin tidak akan pernah terpikirkan akan dilakukan oleh orang sepertiku.

***

Lagi-lagi aku mengintip lewat jendela kamarku, tapi kali ini di siang hari yang panas menyengat. Saat cahaya menghambur masuk melalui lubang ventilasi, menembus kaca bening juga celah-celah kain gorden yang dipasang di sepanjang jendela ruang tamu. Dan terus terang, meski aku tak suka benderang, namun aku membiarkan cahaya matahari sedikit menyinari kamarku yang gelap dan pengap.

Terdengar deru dan raungan sirine mobil berhenti tepat di depan rumah gadis itu. Aku memberanikan diri melongokkan kepalaku lebih jauh ke luar jendela. Beberapa orang berkerumun seperti besi-besi tertarik oleh magnet, berkumpul pada satu titik di depan rumah itu. Tanpa pikir panjang aku menyambar jaket yang tergantung di lemari, menutupi tubuh kurus dan ringkihku. Aku berjalan tergesa hingga nyaris menabrak tepi pintu kamar. Langkahku tersuruk seperti orang pincang, rasanya begitu berat melebarkan jarak sepasang kaki ini secara bergantian, seolah tak pernah digerakkan berhari-hari lamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INSOMNIA (Kumpulan Cerpen Horror)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang