Langit dan Lautan Saling Berhadapan

7 1 0
                                    

Sudah dua hari setelah Messha mengetahui dirinya akan di jodohkan dengan Dean. Sang ayah sudah menjelaskan semuanya panjang lebar kemarin.

"Bagaimana bisa kau menjodohkan ku dengan anak sahabat mu yang mana aku saja tak kenal lelaki itu!" Messha bersuara cukup nyaring kepada tuan Nan.

Tuan Nan tahu alasan di balik kemarahan sang putri.

"Aku tidak menjodohkan kalian-kau bisa menolaknya jika kau tak mau, Messha." Seru tuan Nan lagi.

"Kau sudah tau aku tak akan mau lantas mengapa masih kau coba?" Tanya Messha kesal.

"Memang mengapa? Kau sudah memiliki seseorang? Apakah itu Beam?" Messha menatao sang ayah tak percaya atas perkataanya. Lelaki itu sukses memojokan Messha setelah mengungkit mengenai Beam.

"Ku harap dugaan ku mengenai diri mu dan Beam memiliki hubungan salah. Aku tak kuasa saat mengetahui itu semua adalah nyata. Kau bisa dekat dengan siapapun tapi tidak Beam." Seru tuan Nan mewanti-wanti Messha.

"Jika itu nyata kau tak perlu khawatir. Aku pun tahu diri." Messha berujar dengan nada yang menantang.

"Kumohon, Messha. Jangan buat orang lain kehilangan cintanya. Kau tak seharusnya membalaskan trauma mu kepada orang lain." Seru tuan Nan dengan nada lembut.

"Jangan pernah ungkit mengenai Jerremy." Messha sedikit berteriak kepada ayahnya.

"Kau harus melepaskan apa yang ada di masa lalu. Jerremy pun tak ingin melihat mu seperti ini, Messha." Tuan Nan mencoba menenangkan putrinya yang kini di puncak amarah.

"Kumohon jangan bahas!!!" Messha melengking dan membuat Tuan Nan dengan cepat mendekapnya. Seketika memori seperti ini kembali terjadi. Kejadian sama seperti beberapa tahun lalu yang di alami Messha pasca tahu kematian Jerremy.

"Apa aku tak bisa memiliki seseorang sebagai pasangan ku, ayah? Aku juga ingin memilikinya seperti Marina seperri lainnya." Messha menangis lagi. Kini dia lebih sensitif setelah bertemu dengan Jack tempo hari lalu.

"Maafkan diri mu, Messha. Lupakan semuanya dimasa lalu mu dan jalani masa kini." Tuan Nan menenangkan Messha dan sejauh ini hanya lelaki itu yang bisa membuat Messha mereda.

Kini Messha ada di rumah dan menikmati secangkir teh hangat dan menatap pemandangan dari kaca besar di sana. Messha lebih baik dari sebelumnya. Matanya terpejam seolah menikmati hening di sana sebelum hening itu tergantikan dengan getar ponsel.

"Ken? Messha bersuara.

"Aku merindukan mu, cepat lah pulang. Messha mendengus lelah.

"Aku akan pulang dalam tiga bulan ini. Bersabarlah." Seru Messha lalu menueruput tehnya.

"Kau tahu, kau melewatkan banyak lelaki tampan di sini." Seru Ken.

"Ya ya, nikmati saja selagi bisa karena kau tahu saat aku ada di sana mereka hanya akan tertuju pada ku." Sahut Messha sombong namun itu faktanya.

"Haa itu tak akan berlaku karena kau masih belum di sini. Cepat lah pulang."

"Aku—

Messha menarik ponselnya menjauhi telinga dan ternyata ada panggilan masuk lain.

"Ken nanti kuhubungi lagi, ayah ku menelepon." Sahut Messha.

"Hallo, ada apa?" Tanya Messha malas kepada ayahnya.

"Marina di larilan ke rumah sakit."

Messha pergi kerumah sakit dan mendapati sang ibu dan ayah tirinya ada di sana menunggu Marina di dalam ruang tindakan. Marina tiba-tiba tak sadarkan diri dan mengeluarkan darah dari hidungnya.

Sorry, I Love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang