"Itu namanya bakso, kan?" tanya pria dengan rambut yang sedikit berantakan sembari duduk di hadapan Rio, "Sepertinya enak."
"Selagi kita di masa lalu, harus memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Aku rasa tidak buruk untuk mencoba beberapa kuliner di sini."
Rio dan Valerie sedang menikmati istirahat makan siang di kantor balai kota. Mereka berdua adalah para pekerja di tempat ini sebagai staff di divisi tata letak kota, menurut 'catatan masa lalu' mereka.
Bertemu dengan atasan dan rekan-rekan kerja satu divisi telah dilakukan. Namun, mereka berdua masih perlu melihat-lihat apa yang ada di sekitar mereka.
Salah satunya adalah kantin karyawan ini.
"Betul sekali!" Valerie begitu bersemangat dan menunjuk ke arah sahabatnya, "Omong-omong, kamu sudah memahami informasi terkait kota ini?"
"Sudah dong," tukas Rio singkat sembari memulai mencoba makanannya. "Woah, ini enak."
"Jadi, sesuai seperti apa yang dicantumkan di dalam Ringnet?"
"Memangnya kamu tidak sempat keluar beberapa hari ini?" Rio melihat Valerie dengan penuh tanda tanya.
"Tidak sempat berkeliling. Ada urusan yang perlu ditangani lebih dulu."
Rio tidak menimpalinya langsung serta mengambil beberapa suap sebelum membersihkan mulutnya.
"Kota Tantoris, adalah kota kecil yang dekat dengan dua buah gunung. Di antara dua gunung itu terdapat aliran air yang kemudian diciptakan bendungan di situ. Berkat posisi sumber air dari gunung tersebut, kota ini dibelah oleh sungai utama di tengah-tengahnya dan mempunyai dua jembatan besar yang menghubungkan sisi barat dan timur."
Valerie sedang sibuk menyeruput mie-nya meski dirinya tetap fokus mendengarkan penjelasan dari sahabatnya. Rasa bumbu yang begtu kuat dan menggoda indera perasanya cukup membuat tangannya otomatis menyuapkan mie itu ke dalam mulutnya. Namun, untuk menghormati Rio, Valerie masih begitu fokus untuk mendengarkan.
"Tidak memiliki bandara udara, tetapi masih tetap mempunyai akses keluar kota melalui jalur darat baik untuk logistik maupun hal yang lain. Kereta juga termasuk di antaranya. Memang karena kota kecil."
"Akhum shetujhum."
"Jangan berbicara dengan mulut penuh." Rio sewot.
Valerie tak mengindahkan teguran itu dan malah membuat suara yang berlebihan ketika menyeruput makanannya. Mendengarkan suara seperti itu, Rio jadi ingin menyiram temannya dengan merica yang berada di meja.
Sampai kemudian ada seseorang yang datang dan bergabung di meja mereka berdua.
Seorang gadis dengan perawakan manis bersurai pendek yang sampai menutupi leher belakangnya serta berwarna hitam legam, turut hadir di pertemuan dua sahabat itu. Ia tersenyum simpul melihat kedua sahabat karibnya masih berkumpul sebagaimana halnya yang mereka lakukan di masa depan.
"Selamat siang, teman-teman. Akhirnya kita bertemu kembali," sapa si gadis.
"Rita!"
"Akhirnya kita bertemu lagi, ya. Sudah agak lama sejak persiapan kita pergi ke masa lalu," sambut Rio.
"Um. Rasanya lama sekali karena kita semua harus mengikuti pelatihan."
"Untung juga tempat kerja kita sama dan di kota yang sama pula," timpal Valerie.
"Yup. Jadinya bisa berkumpul seperti ini tidak sulit," tukas Rio sembari meminum gelasnya, "Jadi, Rita. Bagaimana kesanmu setelah datang di masa ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Krim Untuk Bumi
Ficção CientíficaBumi sudah di ujung tanduk. Berkat keserakahan manusia, planet hunian ini sudah tak layak ditinggali. Untuk tetap bertahan, manusia harus mencari jalan keluar meski hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Maka, diambillah keputusan untuk mengirim rib...