13th Fragment

5 0 0
                                    

"Wah, indah sekali ya."

Rita begitu terpukau begitu angin di ketinggian beberapa ratus meter langsung menyapu wajahnya. Desain dekorasi untuk café bagian outdoor sudah diatur sedemikian rupa sehingga angin yang berada di ketinggian telah tersaring dan tidak berhembus kencang. Namun, tetap saja kenyamanan berada di teras luar tergantung dengan kondisi cuaca saat itu. Sehingga, beberapa kali surai pendek yang hitam kelam itu berkibar-kibar mengikuti kemana angin berhembus.

Valerie tersenyum puas melihat bagaimana ia melihat pemandangan ini secara langsung. Apa yang pernah dilihatnya melalui tampilan proyeksi tiga dimensi secara mendetail tak mampu mengalahkan first hand experience yang ia saksikan sekarang. Udara segar dan angin sepoi-sepoi menambah rasa nikmat yang berada di dalam sanubarinya.

Sejauh mata memandang,sebagian besar kota Tantoris bisa dilihat dari ketinggian ini. Sungai Major yang membelah kota ini menjadi dua ditemani oleh dua jembatan besar sebagai penghubung dan bendungan besar dekat gunung di sisi utara. Jika cukup jeli, stasiun kota dan bianglala taman bermain bisa terlihat pula di sisi selatan.

Saat manik pria pirang itu menyisir ke bagian perbatasan kota, terlihat hehijauan yang menghampar luas di luar wilayah kota Tantoris. Cukup menenangkan dan asri baginya.

"Ternyata bumi di masa lalu seperti ini. Kita tak akan pernah merasakan yang seperti ini di masa depan jika planet ini tidak diselamatkan," ungkap Valerie.

Rio menyeruput minumannya sebelum merespon lelaki itu. "Benar. Karena itu, kita berada di sini dalam rangka melakukan misi kemanusiaan. Aku harap, kita bisa memberikan kontribusi yang terbaik sehingga kita masih bisa melihat kehijauan secara alami seperti ini saat kita kembali nanti."

Rita menikmati fish and chips yang dipesannya tadi dan mengunyahnya dengan begitu khidmat. Indera perasanya merasakan kembali variasi masakan di masa lalu yang begitu memanjakan lidah sampai-sampai ia sedikit lupa daratan. Meski ia sudah berada di masa ini untuk beberapa lama, namun masih banyak berbagai santapan yang belum pernah ia coba. Karenanya, Rita cukup menikmati apa yang berada di mulutnya sekarang.

"Enak sekali, ya?" Rio jadi penasaran dan mencoba salah satu kentang goreng lalu mengunyahnya dengan hati-hati.

Gadis berurai pendek kelam itu menunggu dengan sedikit penasaran. "Bagaimana?"

"Lezat."

"Aku juga mau kalau begitu!" Tangan Valerie tanpa tahu malu menyambar kentang goreng yang akan diambil oleh Rio.

Lelaki tanggung itu tidak bisa menahan rasa kesalnya dan menyentak sahabat yang duduk di sampingnya. Melihat hal itu, Rita tertawa lalu menyalahkan Valerie dengan intonasi suara yang ceria. Namun, layaknya sebagai kucing dan anjing yang tidak bisa diam, kedua laki-laki itu saling mengejek satu sama lain sepuas mereka.

Yang mana kala sanubari Rio terasa begitu ringan akibat sikap menyebalkan Valerie atau tawa renyah Rita. Ia benar-benar menikmati atmosfir sore ini.

Tak lama setelah situasi mereda, kedua pandangannya menangkap bendungan kota di ujung utara sana. Melihat dinding beton besar yang mengurung air itu, pikiran Rio teringat akan suatu hal.

"Aku jadi ingat kalau Arisa kemarin cerita kalau ia mengadopsi anak kecil dari bendungan itu," ujar Rio dengan mata yang masih terpaku dengan sumber air sungai Major.

Valerie tersenyum jahil. "Ciee, yang barusan ditolak Arisa."

Nafas Rita sempat terhenti mendengarkan hal itu. Tetapi, ia tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan dan memasang telinga baik-baik untuk mengetahui lebih lanjut obrolan Valerie dan Rio.

Es Krim Untuk BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang