Jam dinding menunjukkan waktu telah usai untuk bekerja. Valerie merapikan meja kerjanya dan bersiap untuk pulang, sebelum ia melihat ke meja sahabatnya dan menyeringai kecil. Ada gagasan yang tiba-tiba muncul ketika ia melihat wajah Rio yang terlihat kurang refreshing bagi Valerie. Sehinga, lelaki pirang itu mendekat dan meletakkan tangannya di meja Rio sebagai tumpuan tubuhnya.
"Keluar, yuk. Aku butuh refreshing. Kerjaan cukup bikin gerah. Jajan donat saja bagaimana? Aku dengar, ada promo untuk hari ini."
"Ah, tidak. Aku ada lembur," tolak Rio singkat.
"Lembur apa?" Valerie mengernyitkan alisnya. Ia tak merasa pekerjaan sekarang butuh waktu lembur meski cukup membuat gerah.
"Ada ide bagus untuk kontribusi lebih terhadap misi kita. Jadi, aku perlu mempersiapkannya."
Valerie memerhatikan raut wajah sahabatnya sebelum berdiri tegap kembali. "Kamu yakin akan melakukan hal itu? Setahuku, kita masih bisa berkontribusi dengan baik dengan menyusupkan program kerja yang sudah direncanakan sebelumnya ketika kita masih di masa depan di divisi ini."
"Sangat yakin. Jadi, aku tak ikut jalan-jalan sore ini jika kamu masih ingin berkeliling."
"Tak masalah. Baiklah, sampai besok."
Sejak Valerie meninggalkan ruangan, Rio fokus dengan beberapa informasi yang telah ia kumpulkan kemarin malam. Satu persatu data ia tinjau ulang untuk merumuskan sebuah gagasan konkrit yang akan memberikan kontribusi signifikan terhadap lingkungan.
Beberapa rekan kerja lain menyapa Rio yang juga beranjak pulang. Pemuda itu mempersilakan mereka untuk bergegas dan kembali mengerjakan proposalnya. Tak lama kemudian, sosok pria paruh baya menyadari jika ada satu anak buahnya yang masih terpaku di meja kerjanya.
"Rio, tidak segera pulang?"
"Pak Rudi. Nanti saja, pak. Saya masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan."
"Jangan terlalu memaksakan diri, ya?"
"Baik, Pak!"
Setelah Pak Rudi menghilang di balik pintu, maka Rio adalah satu-satunya orang yang masih berada di ruangan ini. Hari semakin gelap saat ia menoleh keluar jendela untuk sekedar beristirahat sejenak. Setelah satu teguk penuh segelas air, pemuda itu kembali fokus dengan layar komputernya.
Saat Rio beristirahat sejenak dan yakin bahwa hanya ada dia seorang di ruangan ini, ia mengaktifkan cincin komunikasinya untuk menampilkan profil Arisa. Sosok gadis itu tersenyum memandang lurus karena itulah syarat untuk gambar profil sebagai identitas diri.
"..."
Rio menutup tampilan itu dan kembali melihat pekerjaannya lagi di layar komputernya.
Aku harus fokus untuk saat ini.
Rio mengaku di dalam hati secara diam-diam jika semua ini ia lakukan agar paling tidak melupakan rasa sakit akibat penolakan itu. Kepalanya kembali mengingat-ingat saran Valerie di kala itu. Jadi, sekalian saja pemuda itu membuat sesuatu yang berkontribusi terhadap misi di masa depan serta cara melupakan nyeri hati dengan efektif.
Sekali mendayung, dua tiga pulai terlampaui, bukan?
Dua jam penuh konsentrasi telah berlalu dan suhu menjadi cukup dingin. Rio mematikan komputernya sembari meregangkan diri dan menguap, lalu dilanjutkan melemaskan lehernya. Gelas air minum yang diambilnya pun juga telah kosong. Rasanya cukup untuk hari ini sehingga pemuda itu merapikan mejanya. Lampu-lampu di luar juga sudah menyala dengan begitu terang, mengusir gelap dengan cahaya aritfisialnya. Memang telah waktunya pulang dan beristirahat karena esok masih ada pekerjaan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Krim Untuk Bumi
Science FictionBumi sudah di ujung tanduk. Berkat keserakahan manusia, planet hunian ini sudah tak layak ditinggali. Untuk tetap bertahan, manusia harus mencari jalan keluar meski hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Maka, diambillah keputusan untuk mengirim rib...