"Bagaimana dengan data-data yang kuminta?" tanya lelaki yang menggunakan kacamata itu melalui tampilan proyeksi yang melayang di dekatnya.
"Sebentar lagi akan selesai. Prediksiku, malam ini bisa kukirimkan," ujar lawan bicara Johann di seberang sana.
"Kapan kau akan kemari?" Johann bertanya dengan nada dingin sembari memeriksa beberapa data di layar proyeksi yang muncul lainnya, bergantian satu demi satu.
"Entahlah. Orang yang kukejar di sini licin sekali. Tidak ada yang bisa menebak selanjutnya apa yang akan diperbuatnya. Memangnya rencanamu akan dimulai sebentar lagi?"
"Tidak. Aku hanya memastikan saja. Jika misalkan aku bisa melibatkanmu di rencanaku itu akan bagus."
"Menyusahkan sekali. Tak bisakah kau membuat rencana yang bisa kau lakukan sendiri?" tanya suara dari seberang dengan nada mengejek.
Johann terdiam sejenak.
"...akan lebih sempurna jika kamu terlibat."
"Yeah, yeah. Sesukamulah. Akan kukabari jika urusanku selesai di sini dan tiba di Tantoris. Ada sesuatu yang perlu kulakukan di sana."
"Aku mengerti."
"Oh, ya. Johann. Ada sedikit pesanku yang perlu kamu dengarkan."
"Apa itu?"
"Jangan terlalu jatuh di jurang balas dendam."
Lelaki itu terkekeh sinis.
"...katanya orang yang datang ke sini karena ingin membalas dendam juga."
"Daripada membalas dendam, aku ingin memberikan ganjaran. Yah, pasti terdengar sama saja di telingamu. Intinya, seperti itu. Jangan berbuat bodoh dan terbunuh saja."
Komunikasi itu akhirnya terputus bersamaan dengan Johann mematikan tampilan itu. Lelaki itu berjalan mendekat mejanya yang terdapat beberapa buah laptop sibuk dengan program berjalan masing-masing.
Lelaki itu menunduk, membenarkan kacamata dan mengetikkan beberapa hal di masing-masing laptop sebelum memeriksa kembali informasi grafik yang berubah-ubah di layar tampilan cincin komunikasi.
Johann kembali tenggelam di antara puluhan layar proyeksi yang melayang-layang memenuhi kamarnya, mendedikasikan seluruh waktunya demi mencari cara yang efektif untuk menggagalkan perjalanan masa lalu ini.
Tiap-tiap individu yang berasal dari masa depan disibukkan oleh kegiatan dan tujuannya yang masing-masing ingin dicapai. Tak terkecuali dengan Rio beserta Rita terkait proyek pribadi mereka sendiri.
Lelaki itu benar-benar serius. Setiap hari seusai menyelesaikan pekerjaan harian, Rio masih terpaku dengan layar komputernya. Mencari referensi, memperbaiki sesuai arahan dari Pak Rudi, serta menambahkan data serta budget yang diberikan.
Valerie beberapa kali membantu Rio karena ia juga ikut bersemangat melihat temannya rajin seperti itu. Tetapi, di waktu yang lain lelaki pirang itu meninggalkan Rio sendirian. Hal itu sama sekali tak masalah bagi Rio. Ia akan mengapresiasi semua bantuan yang ada dan tetap mengerjakan sendiri jika Valerie ingin pulang cepat.
Beberapa hari kemduain sedikit berbeda dengan biasanya. Valerie mendapati Rio lebih rileks untuk sore ini. Lelaki itu lebih memilih bersantai sembari menikmati minuman hangat dan melemaskan bahu-bahunya.
"Oh, ada yang sedang good mood rupanya? Proposalmu bagaimana?"
"Aku menunggu ulasan dari Pak Rudi. Proposalku sudah kuserahkan di mejanya tadi pagi. Seharusnya, sore ini aku akan mendengar tanggapan beliau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Es Krim Untuk Bumi
Science-FictionBumi sudah di ujung tanduk. Berkat keserakahan manusia, planet hunian ini sudah tak layak ditinggali. Untuk tetap bertahan, manusia harus mencari jalan keluar meski hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Maka, diambillah keputusan untuk mengirim rib...