Namaku Tay Tawan, Aku tengah membelah jalanan Sukhumvit, Bangkok. Dengan kemeja rapi berwarna hitam, satu sisinya masuk dalam celana. Memang, terlalu pagi untuk beraktifitas bahkan saat matahari saja belum memancarkan kehangatan.Tiga puluh menit yang lalu, atasanku meminta ku untuk datang ke kantor. Ya, di hari minggu dimana harusnya aku bergelut dengan selimut satu hari penuh. Hei, aku tidak seperfeksionis seperti dugaan orang-orang. Tay Tawan, masih seorang manusia normal berusia 30 tahun yang gemar rebahan.
Aku turun dari Skytrain. Sedikit menatap arloji di pergelangan tangan, masih ada waktu beberapa menit, aku memutuskan berhenti sejenak demi mencium aroma lezat daging panggang. Berjalan menuju sebuah stand makanan favoritku. Tidak akan pernah melewatkan sarapan, sepagi apapun atasan menyuruh ku datang.
Bukan kedai makanan yang besar, hanya stand makanan kecil yang banyak pelanggannya. Termasuk aku.
"Sepertinya kamu berangkat kerja lebih pagi akhir-akhir ini?" Tanya Earth. Rekan kerja sekaligus pelanggan setia juga, yang muncul dari belakang. Ikut pada rutinitas ku mengambil roti isi daging.
Aku mengangkat bahu tampak tidak peduli. "Hanya Tuan Billkin yang bisa membuat seorang Tay Tawan, pegawai teladannya hidup di pagi hari." Lanjut Earth.
Aku tersenyum sabar. "Anggap saja aku sudah menjadi budaknya."
Menggenggam bungkusan roti, Aku meneruskan langkah menuju kantor diiringi oleh Earth, sesekali diselingi oleh tawa.
Earth yang hanya berbeda satu tahun denganku itu tampak sibuk dengan ponselnya.
Meskipun aku adalah notaris yang bekerja pada sebuah firma hukum terkenal di Bangkok, Pagi ini bukanlah pagi yang menyenangkan. Karena aku memang tidak pernah bekerja sepagi ini.
Padahal aku sudah mengajukan cuti dua minggu lalu karena aku baru saja membeli sebuah rumah. Aku butuh pindahan, butuh membeli beberapa barang, beres-beres—mengingat statusku yang single, aku tak punya satupun orang yang bisa membantu.
Semua itu harus tertunda sampai aku menyelesaikan tugas hari ini. Di hari cutiku yang berharga. Memangnya, tidak ada notaris lain kah yang bisa menggantikan?
"Sepertinya kasus penting tengah menunggumu Tay, Tuan Billkin sudah menanyakanmu di grup."
Sial, aku tidak tahu bahwa hidupku sepenting itu bagi orang lain.
aku mempercepat langkah kaki. Aku harus sampai di kantor tiga puluh menit setelahnya. Sebuah aturan tepat waktu yang selalu dipegang teguh oleh kantorku. Sementara Earth tertatih mengimbangi langkah ku.
"Selamat pagi." Petugas pintu dengan ramah menyapa kami, Earth sudah berbelok di lobi depan. Dengan lambaian singkat, Earth menghilang dalam belokan. Meski satu kantor, tapi Aku berbeda ruangan dengan Earth. Setelah menyapa beberapa pegawai lainnya dengan senyuman, Aku menaiki lift menuju lantai teratas gedung ini. Ruangan Tuan Billkin.
"Selamat pagi, Tuan Billkin." Aku menyapa terlebih dahulu.
Di sampingnya bisa ku lihat, seorang pria tampan yang Nampak berwibawa. Tangannya di lipat di depan dada. Tidak ada kesan angkuh, hanya rasa segan yang timbul di hati ku.
"Tay, perkenalkan ini tuan Suppasit Jongcheveevat."
Aku mengulurkan tanganku canggung. Gila! Tuan Suppasit Jongcheveevat adalah pemilik firma hukum. Atasan di atas segala atasan.
Tapi, ada apa sampai Tuan Suppasit Jongcheveevat menemuiku secara khusus? Apakah aku akan dipecat? Tidak, cicilan rumahku belum lunas.
Sejujurnya, aku belum pernah bertatap langsung dengan atasan ini. Tuan Suppasit Jongcheveevat, kerap melalukan perjalanan luar kota. Aku hanya mengetahuinya dari rekan atau senior saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Bout You
ФанфикTay Tawan bekerja sebagai pengacara di sebuah firma hukum Bangkok, Thailand. kliennya kali ini mewariskan hartanya pada seorang pemuda bernama New Thitipoom. Tapi ini 'situasi khusus' karena New Thitipoom dinyatakan sebagai orang hilang sejak dua ta...