bagian 16 : karena cinta itu tulus

118 15 0
                                    

Typo bertebaran ya, lagi mager merevisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Typo bertebaran ya, lagi mager merevisi.

.
.
.

"Ica!" teriak seseorang dari kejauhan sambil memegang payung berwarna abu-abu.

"Mbak Evi?" Icha jelas mengenali siluet sepupunya yang cukup berkarakter itu.

Icha benar-benar lupa bahwa rumah Dipta dan rumah yang dulunya ia tempati masih satu komplek, meskipun berjarak lumayan jauh.

Itulah alasan mengapa ia bertemu dengan Evi, sang sepupu.

"Habis ngajar, Ca?" Evi mengambil posisi duduk di sebelah Icha.

"Iya, Mbak."

"Tumben sampai malam."

"Kebetulan, ada sesuatu."

Evi membalikan badan, dari halte tempatnya berada ia bisa melihat atap dari rumah mewah milik Dipta yang bahkan terlihat dari depan jalan.

"Mbak, tumben keluar malam?" Kali ini giliran Icha yang bertanya.

"Oh, gue beli makanan."

"Tante sama Om kabarnya baik, Mbak?"

"Alhamdulillah baik."

Icha membuka tas selempangnya, menyisihkan beberapa uang dari dalam amplop putih itu berhati-hati.

"Nih, Mbak. Kasih buat Tante Nur," kata Icha sembari menyerahkan amplop berisi uang hasil gajinya yang telah ia bagi dua untuk sang tante.

Evi menerima amplop tersebut. "Oke, Ca. Lo nungguin siapa, atau mau ikut pulang ke rumah aja?"

"Nggak usah Mbak, titip salam aja sama Tante dan Om. Aku nungguin Kak Iqbaal jemput, paling bentar lagi." Icha berkata ramah, dengan sedikit bumbu kebohongan yang ia tambahkan.

"Iya Ca, kalau gitu aku tinggal ya. Mau balik," pamit Evi sambil menepuk pundak Icha pelan.

Menatap kepergian Evi yang sudah menghilang dari pandangannya. Sorot mata Icha berpindah pada layar ponselnya, tidak ada satupun pesan balasan dari sang suami.

Icha bertanya-tanya, apakah Iqbaal sibuk atau mungkin perlukan ia menghubungi sang suami.

Dengan berhati-hati, Icha mengarahkan ponselnya ke telinga.

"Assalamualaikum Kak," ucap Icha ketika sambungan ponsel yang berdering cukup lama itu akhirnya terhubung.

"Waalaikumsalam, kenapa?"

"Kak Iqbaal nggak baca chat aku."

"Baru baca ini."

"Bisa jemput aku, nggak?"

Hening sesaat sebelum akhirnya terdengar balasan dari Iqbaal.

"Kamu bisa naik taksi aja, nggak?"

KAMU! ISTIMEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang