•) Cafuné : Kelindan

362 46 0
                                    

Seusai sarapan Eren segera membereskan piring dan alat masak. Ada Connie juga yang dengan mengejutkan bersedia membantu tanpa diminta, sedangkan Jean menyapu lantai untuk kemudian disusul pel-pelan Sasha dan Historia. Satu-satunya yang tidak kelihatan adalah Armin.

Oh, Eren baru sadar. Di mana anak itu?

"Connie, kau tahu ke mana Armin?" tanya Eren pada si botak yang sedang mengeringkan piring.

"Gudang? Entahlah, dia pergi menyingkirkan beberapa kotak tadi."

'Oh' pelan keluar mendengar jawaban itu. Ia akan menyusul nanti. Setelah semuanya bersih, supaya menghindari murka Levi. Eren jadi heran sendiri mengapa pria cebol itu lebih mengerikan daripada titan random yang mereka hadapi.

"Sudah," ucap Eren akhirnya. Ia beranjak sambil meregangkan badan. "Aku akan keluar dulu. Jangan kotori apapun sampai Kapten pulang nanti."

"Iya, bu." Jean mengejek, mengundang tawa yang lain. Hampir saja Eren melompat menghajarnya jika tidak ingat ada urusan lain. Meskipun tentu saja masih sempat menggerutu hingga akhirnya sampai di belakang kabin.

"Armin!" Dia berseru ketika melihat sahabatnya di pekarangan bukannya gudang. "Sedang apa?"

Bocah pirang itu menyembul dari balik tubuh kuda hitam Levi. "Seperti yang kau lihat, menyikati tubuhnya."

"Dan dia sepertinya sangat menikmatinya." Eren menggaruk kepala si kuda.

"Istirahat yang layak, kita sendiri juga begitu." Mereka kemudian tertawa bersama.

"Yeah." Eren membenarkan.

"Kau sudah menjenguk Mikasa lagi?" tanya Armin tiba-tiba.

Eren menunduk, lalu menjawab dengan gelengan. Hampir saja Armin tertawa. Sahabatnya yang keras kepala itu seperti anak yang sedang dihakimi orang tuanya. Tapi, Armin juga bisa memahaminya. Yang terjadi beberapa hari lalu hampir saja menyebabkan Mikasa ikut gugur.

"Pergilah, tengok dia. Pastikan dia sudah makan dan minum obatnya."

"Dia belum makan?" Alisnya bertaut.

Armin menggidikkan bahu. "Sasha harusnya sudah mengantar sarapannya, tapi memangnya sudah pasti kalau dia akan makan? Terutama obatnya."

"Aku pergi dulu kalau begitu," pamit Eren tanpa ba-bi-bu.

Armin sekali lagi menahan tawa. Entahlah, itu lucu saja. Lawak rasanya ketika melihat anak itu khawatir pada Mikasa.

Sementara dalam dua menit Eren sudah sampai di depan pintu kamar Mikasa, ia juga mengambil tambahan lima menit mematung di sana. Ia hanya akan mengingatkan padanya untuk makan, kenapa rasanya berat sekali.

"Terima kasih...," kata Mikasa tempo hari. Eren masih ingat dengan sangat jelas yang satu itu. Hanya untuk sehelai syal tua.

Glutak!

"Mikasa!?" Eren langsung masuk tanpa permisi. Ia melihat isi kotak jahit yang berceceran di lantai kayu. Gadis yang dicarinya duduk di pinggiran kasur. "Kau sedang apa sih!?" ketus Eren sambil membereskan kekacauan di hadapannya. "Bagaimana kalau jarumnya menusuk kakimu? Kau bisa terluka lagi, padahal kau juga belum sembuh benar!" Dia terus mengoceh, sampai kemudian sadar Mikasa tidak memberi balasan apapun. Oh, sial. Dia bertindak menyebalkan lagi.

Sungguh, padahal baru kemarin dia meminta maaf? Benar-benar...

"Err..." Bocah itu mendongak. Dia melihat Mikasa masih menjaga wajahnya, datar seperti tidak merasakan apa-apa. "Kau sudah makan?" Mikasa mengangguk, menunjuk nampan yang hidangannya sudah kosong di atas nakas. "Bagaimana dengan obat?"

"Sudah," jawabnya singkat.

Eren bangun dengan kotak jahit yang sudah kembali rapi di tangannya. Matanya kemudian beralih ke benda di pangkuan Mikasa. "Sedang kau apakan itu?" Dia merujuk pada kain merah yang digenggamnya—syalnya.

"Memperbaikinya," gadis itu mengangkatnya rendah, "ada beberapa benang yang lepas. Aku sedang memilih jarum saat kotaknya jatuh."

"Butuh bantuan?" Apa-apaan, memangnya kau bisa menjahit?

Diluar dugaan, Mikasa terkikik singkat. Bukan untuk mengejek, kalau dinilai dari nadanya. "Bantu aku memasukkan benangnya, kalau begitu."

"Benang?"

"Ada di laci bawah, yang warna merah."

Eren menarik laci terbawah nakas. Ada beberapa gulung benang, hanya satu yang sewarna syal Mikasa. "Ini?" Bocah itu memperlihatkannya.

"Bawa kemari." Tangan Mikasa menepuk tempat di sampingnya. Eren menurut. "Ambil jarum yang paling besar di kotak, masukkan benangnya."

Eren memilah-milah. "Ini?" Mikasa menjawab dengan gumaman. Jadi, Eren memulai usahanya memasukkan benang pada jarum itu.

'Susah sekali,' batinnya. Padahal lubangnya saja sudah cukup besar. "Sebentar, sebentar. " Eren bangun dari duduknya dan menuju jendela, mencari lebih banyak cahaya sebagai bantuan. "Ukh..." Sedikit lagi. "Yak!" Dia bersorak saat benangnya berhasil masuk. "Ini!" Dia dengan bangga memberikan hasil pekerjaannya pada Mikasa.

"Anak pintar." Gadis itu menyambut dengan mengacak-acak rambut coklatnya. "Terima kasih, Eren."

Bocah itu mengulum senyum. "Ya, terima kasih kembali."

»◇◆◇«

Kelindan : benang yang sudah dimasukkan ke dalam lubang jarum (untuk menjahit).

Kata ini berasal dari bahasa Indonesia. Saya ingat sembari merajut, bahasa kita punya kata untuk hal ini^^
Tapi, sepengalaman pribadi saya belum pernah memperbaiki rajutan yang rusak lol

CafunéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang