Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Kim diperbolehkan pulang setelah trombositnya dinyatakan naik dan kondisinya berangsur membaik.
Kim, tentu saja, menyambut hal ini dengan sukacita. Ia berpendapat makanan di rumah sakit terlalu hambar dan tidurnya tidak pernah nyenyak, sehingga ia begitu merindukan rumah.
"Gimana Papa bisa tahan kerja di rumah sakit? Buatku tempat ini menyeramkan."
Kim berkata sambil duduk bersedekap di ranjang yang sudah ia tiduri selama 5 hari ini. Sudah ditanggalkannya pakaian rumah sakit berwarna biru pucat dan diganti dengan kaos polkadot hitam putih lengan panjang dan celana jeans. Gadis kecil itu menyaksikan kedua orang tuanya yang tengah sibuk membereskan barang-barang. Sudah seperti mandor saja.
Harris tengah memasukkan sekantung obat dan vitamin yang harus dibawa pulang oleh Kim, sebelum menghentikan aktivitasnya dan duduk tepat di sebelahnya. Dilingkarinya punggung gadis itu, seraya menempelkan pipinya di puncak kepala Kim.
"Kamu tahu? Dulu Papa juga berpikiran persis seperti kamu sewaktu lihat Kakek kerja di rumah sakit."
Kim semakin memberengut, merasa papanya tidak memberikan penjelasan yang ia inginkan. "Lalu kenapa Papa tetap jadi dokter?"
"Karena Papa liat Kakek keren banget waktu pakai snelli."
"Snail? Siput maksud Papa?"
"Bukan. S-N-E-L-L-I." Harris mengejanya, "Itu loh jas putih yang biasanya dipake sama dokter yang ngerawat kamu disini."
Kim membulatkan bibirnya tanda mengerti, "Snelli." ujarnya mengoreksi diri sendiri.
"Iya. Dan ternyata emang Papa keren banget pake jas putih. Kayak artis Korea kata orang-orang." Harris mengedip-ngedipkan matanya ke arah Kim, yang balas menatapnya dengan penuh tanya.
Gemma tersedak ludahnya sendiri, terbatuk-batuk hingga membuat Kim menatapnya keheranan. Sementara Harris hanya tersenyum miring, mengalihkan pandang ke arah ubin pucat rumah sakit.
"Ma?"
"Nggak apa-apa, Kim. Mama cuma tiba-tiba... keselek."
"Tapi Mama nggak lagi makan apa-apa."
"Kim, ngomong-ngomong tentang Papa mirip artis Korea kalo pake snelli," Harris menyela, menyelamatkan Gemma dari rasa malu berkepanjangan, "Mau nggak kamu lihat sendiri?"
"Maksud Papa?"
Dengan mudahnya perhatian Kim teralih penuh kepada Harris, meninggalkan Gemma yang dalam hati tengah merutuki kebodohannya. Saat ia telah selesai memasukkan alat mandi ke dalam travel bag dan menutupnya, ia mendudukkan diri di sofa.
"Papa mau ajak kamu liburan ke Jakarta. Mau?"
Kim membelalak. Bola matanya yang membulat sempurna dikedip-kedipkan, nampak jelas ia terkejut dengan hal ini. Dipandanginya kedua orang tuanya bergantian, berkali-kali, hingga Gemma takut lehernya patah.
"Mama ikut?"
"Kamu mau Mama ikut?" goda Gemma, meski ia telah mengetahui pasti jawabannya.
"Ya iyalah!"
"Oke kalau gitu Mama ikut."
Sesaat kemudian terdengar jeritan bahagia yang memekakkan telinga. Membuat Harris secara refleks menjauhkan dirinya dari Kim. Namun gadis kecil itu dengan segera menubrukkan dirinya dengan kasar ke dada Harris, menyelubunginya dengan penuh kehangatan dan sukacita.
***
Sesampainya di rumah, Gemma segera membereskan rumah yang sudah tak terawat selama beberapa hari. Saat ia hendak mengistirahatkan punggungnya yang sudah mulai meraung kelelahan, hari sudah beranjak sore dan ia harus segera memasak.
Biru datang tak lama saat Gemma selesai memasak tumis kangkung. Saat ia beralih dengan masakan kedua, cumi cabai garam, Biru sudah memasuki dapur dan menahan tawa ketika menyaksikannya tengah berjingkat-jingkat menghindar dari minyak panas.
"Besok kalo masak jangan lupa pake helm dan APD." ledeknya sambil menggulung lengan kemeja maroonnya, "Aku bantu ya?"
"I got this. Kamu santai aja di depan tv. Pasti capek kan habis pulang kerja?"
"Udah gila kamu ya, nyuruh aku duduk berduaan sama Harris."
"Lebih gila lagi bayangin Harris bukain pintu rumah buat kamu."
"Aku yakin dia udah ambil posisi buat nendang aku sih."
Gemma mengulum senyum. "Yaudah disini aja, asal jangan bikin berantakan."
Biru menyandarkan pinggulnya di salah satu pantry di belakang Gemma, mengamatinya yang sedang mengiris potongan bawang putih, bawah merah dan cabai.
"Aku denger kalian mau ke Jakarta."
Itu bukan pertanyaan.
"Sepertinya begitu."
"Kapan?"
"Kalau nggak ada halangan, mungkin minggu depan."
"Dan kamu belum ngasih tau aku karena..." Biru sengaja menggantungkan kalimatnya.
"Karena Kim baru aja pulang dari rumah sakit, aku barusan beres-beres rumah dan sekarang pun belum selesai masak."
"Come on, Gemma."
"Maaf," kata Gemma akhirnya sambil membalikkan badannya, "karena aku nggak kasih tau kamu, oke?"
"Itu upaya terbaik kamu untuk minta maaf?"
"Memangnya harus gimana?"
"Kiss me, perhaps?"
Sudah gila dia rupanya.
"Kamu suka banget cium-cium ya ternyata."
"Loh kenapa? Kamu kan pacar aku."
Itu dia. Biru tidak pernah memberikan label terhadap mereka sebelumnya. Gemma pun menganggap bahwa mereka berdua sama-sama memiliki ketertarikan, jadi mempertanyakan status mereka rasanya sudah tidak penting lagi.
Namun tetap saja, mendengar Biru mengucapkannya sedemikian gamblang membuatnya menciut dan salah tingkah. Tiba-tiba saja ia merasa malu, tapi di sisi lain juga senang dan berbunga-bunga.
Ah! Mendadak ia merasa seperti ABG yang baru saja ditembak gebetan di lorong sekolah.
Sebelum Biru menangkap kekikukannya, buru-buru ia membalikkan badan dan melanjutkan kegiatannya. Untuk beberapa saat hanya terdengar suara pisau dan tatakan yang beradu.
Gemma merasakan Biru berjalan mendekat, berdiri sekitar dua langkah di belakangnya.
"Do I have to worry? About you two?"
"Nggak sama sekali."
Biru mendekat selangkah lagi, membuat napasnya menampar tengkuk Gemma. Dalam sekejap ia mengutuk diri sendiri karena telah mengikat rambutnya membentuk bun, sehingga tengkuknya terekspos. Dan akibatnya, tidak baik bagi kesehatan jantung Gemma.
"Kalau gitu Gemma Andriana..."
"Hmm?"
"Nikah sama aku yuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Lining ✅ END ✅
RomansPerjuangan seorang Gemma Andriana dalam menjalani hidup setelah kejadian memilukan 5 tahun lalu. Kedatangan Biru mengubah hidupnya dan memberikan secercah kebahagiaan yang pantas ia dapatkan. Ketika ia mulai mengizinkan Biru untuk masuk ke dalam keh...