Bising-bising dari mulut ke mulut terdengar memekakkan telinga begitu aku memasuki kantin bersama Ino, Sakura tidak ikut karena ingin pergi ke tempat Hinata. Ada yang perlu dia lakukan bersama gadis berambut indigo itu. Iri sih, karena rambutnya bisa hitam lurus berkilau gitu, apa dia duta shampoo lain?
"Hei lihat, ada Hashirama sensei dan Madara sensei." Duding Ino pada satu tempat makan, yang aku bisa lihat mereka ternyata memang berada disana. Lihatlah, Madara berbincang dengan Hashirama begitu ringan sambil menikmati makan siang buatanku. Membuat hatiku senang.
"Sepertinya orang itu benar-benar spesial ya untuk Madara sensei. Dia begitu menikmati seolah tidak ingin makanannya cepat habis. Yah, sepertinya dia sudah tidak akan single lagi." Terang Ino, aku hanya tersenyum menanggapinya. Menarik tangan Ino untuk segera memesan makan siang saat ini.
Aku mendudukkan diri bersama Ino di bangku panjang yang tidak sengaja kutemukan sedang tidak ada penghuninya. Perasaanku mengatakan jika akan baik-baik saja duduk di sini, tapi ternyata salah. Mataku bisa dengan jelas menemukan sosok Madara menatapku juga. Kami seperti mengabaikan dua orang didepan kami yang sedang berceloteh entah apa isinya.
Kepalaku berasap karena malu, belum lagi Madara dengan wajah datarnya memasukkan satu potongan kecil makanan menggunakan sumpitnya secara sensual. Matanya menatap lekat aku kau tahu! Seperti seseorang yang mengatakan -setelah dia, kau yang akan aku makan- jika itu benar terjadi aku akan pingsan lebih dulu untuk memastikan apakah ini hanya mimpi dan aku pingsan dalam mimpi, atau kenyataan.
Perhatianku berusaha teralih pada makan siang yang aromanya begitu sedap. Tapi sayang sekali, dia seperti mengeluarkan bayangan untuk menggerakkan wajahku tetap melihatnya. Dia belajar ilmu sihir darimana sih?
Hashirama pun terlihat menoleh padaku kemudian karena menyadari Madara menatap ke sesuatu di belakangnya dalam waktu yang lama. Tentu saja dengan cepat aku menundukkan kepala, bahkan tanganku aku gerakkan menutupi wajahku. Seperti melindungi dari paparan sinar matahari, hanya saja kasus nya sekarang menghindari paparan pesona Uchiha.
"Setelah jam kuliah apa yang akan kau lakukan?" Tanya Ino yang membuatku menatapnya. Lihatlah, mataku laknat sekali. Dia berusaha bergeser sedikit demi sedikit untuk kembali melirik Madara walaupun hanya seupil. Ngomong-ngomong, beruntung ya dia bisa menjadi kotoran hidung pria tampan itu.
"Ti-tidak, aku tidak akan melakukan apapun. Mungkin aku langsung pulang." Suaraku... Kenapa kau begitu keras sekali! Aku yakin Madara mendengarkannya. Lihat! Dia seperti menyeringai! Sangat singkat sampai-sampai orang di sekelilingnya tidak menyadari. Aku urungkan niatku untuk pingsan ketika Madara ingin memakanku, aku ingin pingsan sekarang juga.
"Setelah ini aku akan berkencan dengan Sai! Kau ingin sesuatu?" Tanya Ino. Aku mendengarnya, tapi tetap tidak memutus kontak dengan mata Madara.
"Euhmm... Aku ingin mochi yang isinya strawberry, kau tahu tempatnya kan?" Jawabku tanpa mengalihkan mata. Ino tidak menyadarinya karena sibuk memainkan ponselnya, aku rasa Madara bisa mendengar dengan jelas percakapan kami.
"Oke..." Dan bersamaan dengan jawaban Ino, Madara beserta Hashirama beranjak untuk kembali ke ruangan mereka - aku rasa-. Sebelum benar-benar pergi, Madara menatap intens diriku selama beberapa saat. Setelahnya berbalik menyusul Hashirama. Aku tidak mengerti, kenapa dia seperti itu.
🌹🌹
Setelah sore berganti malam, sebuah bel berbunyi menandakan ada seseorang yang menekannya. Aku tidak menggubrisnya karena tahu jika ibu yang akan mendatanginya. Waktu bersantai dengan ayah lebih sayang untuk di lewatkan dengan menonton televisi diruang keluarga. Kami sama-sama berambut pirang, bermata biru, dan penggemar Tony Stark di film Marvel. Hanya saja aku menambah kesenanganku pada karakter Thor. Dia memiliki kharisma dengan rambut panjangnya walaupun agak sedikit slendro di beberapa scene.
"Naru, ada kiriman untukmu." Ibukku yang cantik, jika ada pertanyaan tentang siapa yang menjadi motivasi mu untuk menjadi cantik maka aku akan menjawab Khusina Uzumaki. Dia wanita paling cantik bagiku. Heran saja ibu mau dengan ayah yang sedikit bobrok ini. Pernah suatu hari ketika ibu pergi arisan ayah memasak telur goreng menggunakan payung. Katanya melindungi diri dari cipratan minyak, itu aku masih kecil sekali hingga percaya jika itu memang ampuh. Habis ibu tertawa satu hari satu malam. Sudahlah.
"Paket? Biar aku lihat ibu." Aku pun beranjak dari dudukku, mendekati ibu dan mengambil alih dua kotak dengan bungkusan indah itu. Tidak ada nama pengirimnya, tapi aku tahu isinya adalah mochi yang aku inginkan. Tumben, alih-alih dengan kurir biasanya Ino akan mengantarnya langsung.
Aku meninggalkan satu kotak untuk ayah dan ibu nikmati bersama. Naik ke kamar akan jadi pilihan yang baik untukku, siapa tahu besok-besok aku ada adik kan? Hehehe.
Ketika menutup pintu kamar, sepotong kartu jatuh. Aku tidak tahu darimana asalnya, tapi sepertinya dari kotak mochi yang aku bawa.
Memungutnya, tulisan latin dengan tinta hitam ada di sana.
"For you honey, don't forget me."
~MAku sepertinya tahu siapa yang mengirim ini.
🌹🌹
Sorry, lagi mabok Boboiboy, ya Gusti bisa gitu ya Fang kalau punya Abang. Guanteng beut pakek namanya Kaizo.
Jadi inget uchiha brother begitu lihat mereka 🤧🤧
Semoga puas dengan chapter ini pemirsah~
Tap ⭐ + coment
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy, Free, and Single!
FanfictionSummary : "Katanya di sini itu ada dosen yang mapelnya kita gak suka banget. Tapi tahu gak sih? Dia itu ganteng banget!" Telinga Naruto membesar begitu mendengar suara temannya Sakura sedang berbincang bersama perempuan berambut pirang, Ino. "Iya...