29. Egois

19 3 0
                                    

Jangan lupa vote!🧡

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Aku sayang kamu Dean. Maaf"

Apa-apaan? Sayang katanya? Aku ngga sanggup lagi berada disini lama-lama. Jujur, aku senang sekali saat Tama bilang sayang kepadaku. Perasaanku juga sama. T-tapi ah sudahlah aku tidak tau lagi.

Ku lepaskan genggaman tangannya dan berlari meninggalkan Tama sendiri disitu. Maaf, tapi aku lebih minta maaf Tama. Aku lebih memilih menghindar untuk pernyataanmu yang sedikit tidak masuk akal.

Fyi, aku tidak menangis. Hanya saja aku merasa bersalah dan emosi. Kenapa bisa? Aku kira hanya aku yang merasakan itu. Dan aku berharap memang hanya aku saja yang merasakan itu. Tidak apa-apa. Daripada begini? Bagaimana bisa seorang yang sudah memiliki kekasih mengatakan sayang kepada perempuan lain?

Aku merasa bersalah, perasaan ini salah. Waktu benar-benar salah saat ini. Tidak tepat sekali dia bilang seperti itu kepadaku. Meskipun aku belum memastikan itu hanya sebuah kalimat atau memang dia merasakan hal itu terhadapku.

Astaga, sungguh aku bingung. Benar-benar bingung. Emosi dan menyalahkan diriku sendiri. Kenapa aku membiarkan ini terjadi?

Menuruni tangga dengan tergesa-gesa dan tidak menghiraukan banyak orang yang melihatku. Ada pula yang menyahutiku untuk hati-hati saat turun tangga. Tidak bisa! Aku ini sedang menghindar dari Tama -yang entah mengerjarku atau tidak. Yang terpenting aku menghindar dulu.

Hampir sampai ditangga terakhir, aku menginjak tali sepatuku sendiri. Aku tersentak dan buru-buru mencari pegangan. Tapi ternyata sudah begitu terlambat. Akhirnya aku pasrah sambil menutup mata.

Tapi, aku tidak merasakan sakit setelah itu. Aku membuka mata saat sadar ada yang memegang tanganku. Setelah ku lihat,

"Ganda?"

"Kamu ini?? Kenapa ngga hati-hati, kamu lagi turun tangga loh. Coba kamu kayak gini waktu masih diatas, mau patah tulang? Ngga bisa sekolah? Hati-hati dong Dean, kamu ini ceroboh sekali"

"Hah astaga, untung ada kamu. Makasih ya hehe" ucapku sedikit kikuk dan melepaskan tangannya yang masih memegang tanganku.

"2x ini ya aku nangkep kamu mau jatuh gara-gara kecerobohanmu sendiri. Lain kali kalau kamu gini lagi ngga ada aku gimana?"

"Yaaaa jatuh dong?"

"Hihhhhh kamu ini, bukannya jawab 'iya aku tidak akan ceroboh lagi nantinya' malah menjawab seperti itu. Sudahlah, ayo ke kelas. Bentar lagi masuk, lagian darimana sih kamu"

Ganda jika mengomel sudah seperti ibuku saja. Sudah begitu, merangkulku segala. Padahal bisa saja kita jalan beriringan.

"Aku ngga bisa janji ngga ceroboh hehe. Lepas ngga ih banyak yang lihat"

"Biarin aja kali bukan urusan mereka. Aku ini masih kesal ceritanya"

"Kesal kenapa sih. Aku ngga ngapa-ngapain"

"Itu tadi mau jatuh gitu ngga ngapa-ngapain katamu? Selalu bikin orang khawatir saja"

"Ngga perlu khawatir, aku ngga papa" ucapku sambil tersenyum. Bukannya dilepas rangkulannya, dia malah tambah memiting leherku dan melancarkan aksi lain. Apalagi kalau tidak mengacak-acak rambutku. Setelah itu dia pergi dan tidak bertanggung jawab.

"GANDAAAAAAAAAAAA, SINI NGGA KAMU. KENAPA SIH SUKA BANGET BERANTAKIN RAMBUT. SINI NGGAAA??!!???!!!" kupikir lagi ternyata teriakanku kencang sekali saat itu.

"BODO AMAT YA MAKANYA JANGAN BIKIN KHAWATIR!!"

Aku tidak menanggapinya lagi, sudah cukup. Capek juga ternyata teriak padahal baru sekali. Dan malu dilihat murid yang lain disekitar. Aku berjalan saja menuju kelas dengan cuek. Tidak tau saja ternyata dibelakangku ada yang melihat adegan tadi dari jauh. Lengkap dari awal.

Kapten Futsal🍂 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang