Jihan menggeliatkan tubuh sebentar. Mengerjapkan mata melihat sekeliling. Baru sadar kalau dirinya tadi kembali ketiduran. Mungkin efek berjumpa dengan kasur dan seluruh penghuni kamar yang ditempatinya sejak kecil. Semacam ada magnet yang menariknya untuk tidur. Padahal tadi selama perjalanan Jihan juga tertidur dalam mobil.Jihan pun spontan berjingkat untuk duduk. Dilihatnya jam dinding yang ada di dinding kamar, menunjukkan pukul setengah empat sore.
Astaghfirullah, ashar sudah lewat... gumam Jihan sendiri. Segera saja Jihan berdiri dari ranjang dan bersiap ke kamar mandi. Rupanya lumayan lama juga ia tertidur sejak pulang tadi.
Setelah berwudhu, segera saja Jihan mengambil mukena dan melaksanakan sholat ashar. Setelah usai berdzikir dan berdoa, Jihan pun kembali melepas dan melipat mukena motif bunga miliknya.
Kenapa juga Fazza atau umi ndak bangunin Jihan sih... gerutu Jihan sendiri.
Memang sesampainya di rumah tadi, Jihan sangat penasaran dengan kondisi rumah yang ramai dan dipenuhi orang yang seperti mempersiapkan sesuatu. Semacam hajatan atau acara. Jihan pun sudah bertanya pada kedua orangtua termasuk kakek neneknya yang tumben sekali berada di sini. Tapi rupanya keempat orangtua itu kompak untuk tak terlalu banyak cerita.
"InsyaAllah nanti ada saudara akan datang bertamu" hanya itu jawaban yang dilontarkan oleh umi Najwa pada Jihan. Diiringi senyum dan anggukan abi juga kakek neneknya.
Dan Jihan pun tak ingin meneruskan rasa keponya. Selain badannya lumayan terasa lengket karena beberapa jam berada di dalam mobil tadi, Jihan pun ingin segera bertemu dengan bantal guling miliknya. Apalagi hawa kota Solo lumayan gerah, ditambah dirinya yang sedang berpuasa. Bayangan kucuran air shower sudah berada di pelupuk mata. Dan akhirnya Jihan memang masuk ke kamarnya, melupakan sejenak kekepoannya hingga akhirnya tertidur.
Jihan menyambar hijab bergo bertali warna biru dongker yang ia ambil dari lemari. Ia merasa masih banyak orang diluar sana. Jihan merasa tak perlu mandi lagi karena tadi sudah mandi. Hingga Jihan memilih memakai hijab dan gamis kaos rumahannya ketika keluar kamar. Tentu tanpa polesan apapun. Toh Jihan baru saja berwudhu.
Perlahan Jihan membuka pintu kamar. Sedikit mengedarkan pandangan ke sekeliling. Suasana ruangan di lantai dua sepi. Kamar Fazza yang ada di seberang kamarnya pun terlihat masih tertutup. Jihan sedari tadi belum bertemu adiknya itu.
Ah mungkin Fazza sedang di taman depan...gumam Jihan mengingat memang adiknya itu paling senang duduk santai di taman depan jika sore begini.
Akhirnya Jihan pun memilih turun ke bawah. Kakinya sudah memasuki ruangan tengah kala Jihan mendengar suara riuh obrolan dari arah ruang tamu. Jihan menebak sepertinya ada tamu.
Apakah itu yang kata uminya tadi saudara yang akan bertamu. Saudara darimana sih kok berasa istimewa banget menyambutnya...batin Jihan sambil melangkah mendekati ruangan tamu. Tentu saja rasa penasaran Jihan kembali mencuat.
Bruk...
Jihan bertabrakan dengan Fazza yang masuk dari arah ruang tamu tepat di penghubung antara ruang tengah dan ruang tamu.
"Eh panjang umur mbakku yang cantik. Baru mau Fazza bangunin dari mimpi halunya. Ternyata udah bangun" cerocos Fazza sambil nyengir.
"Hih, iya. Kenapa tadi mbak ndak kamu bangunin pas adzan" protes Jihan akhirnya.
Fazza lagi-lagi cuma meringis menampakkan barisan gigi rapinya.
"Habis mbak Jihan tidurnya kaya orang pingsan. Lagian kan mbak puasa. Nah tidurnya orang puasa kan berpahala. Jadi ya udah biarin aja..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
SpirituellesMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...