Jam 3 sore, Luna tiba di dalam kos nya. Sekujur tubuhnya terasa begitu capek. Ditambah lagi kejadian tadi siang menguras pikirannya. Kejadian yang tak terduga, dan tak terpikirkan olehnya. Bertemu dua orang sekaligus di waktu yang berdekatan, dan di gedung fakultas yang sama.
Entah apa lagi yang semesta lakukan untuknya.
Penat. Sungguh-sunguh penat. Setibanya dikos, Luna melepaskan almamater dan tote bag kanvas miliknya, melemparkan asal dan langsung menjatuhkan dirinya di atas kasur. Sepertinya tidur bisa membuatnya sedikit rileks.
Tapi sepertinya waktu tidak mengizinkan dia beristirahat. Baru saja dia berusaha memejamkan matanya, hpnya berdering.
Luna bangkit, meraih hpnya dan berdecak kesal melihat siapa yang menelvonnya."Apa?"
"Dih, ngucap salam dulu kek. Basa-basi dulu kek, ckck."
Satu tangan Luna terangkat, menutup mulutnya yang baru saja nguap. "Luna ngantuk bang. Baru nyampe."
"Lah tumben? Lo aja di sekolah pulang jam 5 pun masih fit."
Luna menghela napas pelan. Sepertinya dia perlu ceritakan kejadian tadi ke bang Dean. Berharap capek yang dia rasakan berkurang.
"Hey, are you okey?"
"Ga bang. Gue bingung."
"Kenapa hm? Ada cerita apa hari ini?"
Luna terdiam sejenak, sebelum akhirnya dia menceritakan semuanya. Tanpa ada sedikitpun yang terlupakan dan dilebih-lebihkan. Dia yakin, ekspresi abangnya pasti terkejut.
"Luna tau kalau Luna sama Ferdo satu univ. Tapi Luna bener-bener gak tau kalau jadinya sefakultas sama dia."
"Apalagi bang Jerry juga kuliah disana. Bahkan kating Luna, bang."
Ada jeda keheningan sebentar. Luna yakin bang Dean pasti terkejut. Atau mungkin tidak, dia tidak tau.
"Terus gimana? Apa Jerry beritau ke om tante soal kamu?"
"Gak tau bang. Luna harap sih engga."
Terdengar helaan napas berat dari sana. "Apa abang harus kesana? Tinggal disana biar kamu aman?"
"Terus tante gimana bang? Gak usah lah. Biar Luna aja yang hadapin."
"Dek, nanti telvonnya ya. Nih bunda manggil abang, ok?"
"Yah, ta-"
Tutt..
Luna berdecak kesal, belum juga selesai ngomong udah dimatiin. Kebiasaan. Selalu aja begini tiap mau nelvon.
Dan sekarang dia tak tau mau ngapain lagi. Mau tidur sudah tidak ngantuk lagi, mau mandi tapi mager, masak? Masih ada sisa makanan tadi pagi, tibggal dipanaskan. Beres-beres pun sama. Mager.
Ahh, kalau saja bang Dean tidak nelfon, mungkin sekarang dia bisa lanjutin mimpinya tadi malam.
***
Dari arah berlawanan, seseorang cowok tengah bersantai di balkon kamar, sembari menikmati segelas starbucks cappucino dan sebatang rokok yang sudah dibakar. Belakangan ini dia sangat stres memikirkan masalah keluarga, skripsi nya organisasinya.
Yah, dia sekarang sudah semester 7.
Dengan rokok dan segelas kopi, cara dia untuk menenangkan pikiran yang ribut tanpa ada jalan akhir. Ditambah lagi dengan kehadiran adiknya, Luna yang sekian lama dicari tapi tak ketemu. Apalagi melihat kondisi mental adiknya yang jauh dikatakan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...