Sifat Simon yang sama supelnya dengan Neron membuat siapa pun betah berbicara dengannya. Hal itu bahkan mempermudahnya dalam promosi band yang akan tampil saat bazar sekolah. Mereka semua mendukung band The Raven untuk tampil.
Waktu mereka hanya seminggu, latihan yang terus berjalan perlahan mengubah pribadi mereka masing-masing. Hima yang sudah hafal beberapa lagu lama, Kira yang sudah terbiasa dengan kerjaannya, dan Arga yang sudah berusaha menerima apa yang akan terjadi ke depannya.
"Nah, part yang di sini dikasih jeda beberapa detik, biarkan penonton ngira kita udah selesai tampil, tapi sebenarnya itu menuju bagian akhir. Kamu mengerti?" Orion mengakhiri petikan gitarnya, kemudian menatap wajah penasaran Hima.
Hima mengangguk pelan, kemudian kembali memainkan gitarnya. Ia sudah tidak sepemalu yang Kira tahu.
"Gua rasa, kalian semua sama-sama sedang memikirkan sesuatu, kan?" Akira mengeluarkan suara saat sudah duduk di samping Simon, di luar dari studio. Mereka berdua sedang istirahat, dan entah sejak kapan hal itu sebagai rutinitas untuknya. Cara bicaranya hanya santai saat bersama Simon, ia berusaha melakukannya.
Simon melirik, kemudian raut wajahnya benar-benar berubah drastis. Ia seperti orang yang tidak tidur selama beberapa hari, napasnya berat, bahkan kepalanya terasa tak sanggup ditahan oleh dirinya sendiri. "Gue gue ga bisa berharap apa-apa sama band ini."
Dahi Kira mengerut. "Kenapa?"
"Saat orang-orang berpikir, band The Raven comeback, yang gue dan Arga pikirin mungkin sama, 'sejak kapan bermusik menjadi sesulit ini?' Setiap hari, berusaha mencari tahu jawabannya. Entah karena Neron dan Hima itu berbeda atau karena salah satu dari kami yang semakin egois," jelas Simon. Tangannya masih menggenggam botol minuman yang dingin.
"Kak Orion?"
Simon mengangguk pelan. "Siapa pun yang melihatnya pasti tau, kalau dia suka sama Himalaya. Walaupun kami semua menyukai Himalaya, tapi Orion seperti menganggap Hima sebagai pengganti Neron. Suka kami dan suka dia berbeda. Kami menyukai Hima karena dia adiknya Neron. Tapi Orion tidak begitu. Sebuah perasaan yang berlebihan di band, hanya akan menghancurkan kita secara perlahan."
Diam, Simon tidak tahu harus berkata apa lagi. Semakin ditanya, ia semakin tidak tahu harus menjawab apa.
"Gue rasa, band ini tidak akan bisa bertahan lama."
***
Semua ucapan adalah doa, siapa pun mengerti maksud kalimat itu. Tapi bagi Kira, kalimat Simon seperti berharap semuanya segera berakhir, berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk dan Neron tidak pernah sakit.
"Ada yang mengganggu pikiran kamu, Nak?"
Akira mengangkat kepalanya, menatap Ayahnya yang sudah menatap dirinya dengan penasaran. Ia menggeleng pelan kemudian tersenyum dan mulai melanjutkan menyantap makanan.
"Bagaimana sekolah kamu akhir-akhir ini?"
"Cukup baik, Ayah, tak ada masalah. Bagaimana dengan pekerjaan Ayah?"
Tua paruh baya itu tersenyum tipis. "Baik juga. Kamu tahu, kan, nak, kamu bisa bicara apa saja pada ayahmu ini?"
Kira menatap ayahnya, kemudian tertunduk. Besok adalah hari di mana mereka harus tampil di atas panggung. Ia tahu, pikiran yang kacau tidak akan membantu sama sekali. Meskipun yang dia lakukan tak banyak membantu, tapi setidaknya dia tidak mau mengacau pada hari esok.
"Ayah, apa ayah pernah bergantung pada seseorang?"
Sang Ayah menoleh, menatap putrinya penuh arti. "Tentu saja, Ayah bergantung pada nenekmu, atau bahkan almarhumah ibumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Himalaya And The Broken Band [Tamat]
Novela Juvenil[Belum Revisi] Kehidupan itu tidak mudah. Himalaya, gadis muda yang berusaha bangkit atas masalah yang terus menghampiri dirinya. Ia mengemban semua masalah itu sendirian setelah kakaknya mengalami koma. Tapi, semua itu berujung kesedihan yang semak...