Terbawa Suasana 2

178 76 32
                                    

"Kamu masih ngambek ke aku gara-gara waktu itu?" Arya mengungkit kejadian dimana Nara dituduh hamil duluan oleh pak Adi. "Kalau soal itu aku cuman ban—"

"Gue gak mempermasalahin soal itu lagi." potong Nara tanpa melihat Arya. "Gue lagi gak ada tenaga buat banyak bercanda, ngobrol dan ngelakuin apa pun. Gue cuman pengen diem dan tenang aja."

"Kenapa?" tanya Arya khawatir. Kentara dengan ekspresi Nara yang tak seceria seperti saat mereka kumpul pertama.

"Gak pa-pa."

Sebelum sampai, Rangga berdehem membuat Arya dan Nara bersamaan melihat kearahnya yang berjalan semakin mendekat. "Kopi terbaik kita di sini, khusus buat pacar Arya."

Arya dan Nara kontan melebarkan matanya, terutama Arya yang tak percaya bahwa Rangga akan mengatakan itu.

"Pacar?" kening Nara mengkerut.

Rangga mengangguk dengan senyum yang tak surut. "Iya, pacar, tadi Arya sempet bilang kalau—aw! Sakit!" pekiknya ketika kakinya berdenyut karena diinjak oleh Arya.

Arya terkekeh pelan. "Ma-maksud Rangga gak gitu kok. Dia emang suka gitu kalau aku sama cewek, pasti nyangkanya cewek itu pacar aku." Arya menjelaskan kepada Nara.

"Tapi lo kan belum pernah ngobrol sama cewek lagi sebelum sama Nara?" ceplos Rangga yang lagi-lagi membuat Arya mati kutu. "Eh iya, Nara, apa kabar? Udah lama kita gak ketemu." Rangga mengulurkan tangan.

Nara menyambut. "Baik." Ujarnya diakhiri senyum.

Arya mengambil sikap berdiri, pamit sebentar kepada Nara dan menyeret Rangga yang sempat-sempatnya mendengipkan mata kepada Nara. Setelah lumayan jauh dari meja tadi, Arya memberi teguran yang lebih ke peringatan untuk Rangga.

"Jangan ganggu gue, kenapa sih?"

"Gue gak ganggu, justru gue meluruskan. Dia cewek lo kan sekarang?"

"Gue—" Arya bingung harus menjawab apa, yang pasti ia malu hari ini kepada Nara. "Pokoknya jangan ganggu gue dulu, sehari aja. Mumpung siang ini kafe belum rame."

"Supaya lo bisa deketin Nara, gitu?" seru Rangga dengan intonasi nada yang cukup tinggi. Sampai terdengar oleh pengunjung lain, termasuk Nara yang kini tengah menaikan satu alisnya menatap mereka.

"Rangga!" Arya membekap mulut Rangga dengan serbet yang ada di atas meja. "Jangan sampe Nara ilfeel ke gue karena lo!" gertaknya yang dibalas kekehan Rangga. 

"Dah gue cabut!" ketus Arya kemudian berlalu.

"Semoga sukses!" seru Rangga dengan tangan melambai ke udara.

"Maaf ya, dia emang gak tertolong gesreknya." Ucap Arya ketika telah duduk kembali. Nara manggut-manggut tanpa tertarik untuk mengatakan apa pun. Pandangannya kembali fokus ke jalanan yang kini diguyur hujan yang baru saja turun. Cuaca seakan tahu ia tidak sedang baik-baik saja.

"Nah ini kopi yang paling banyak dipesen di kafe dan akhirnya dikategorikan sebagai kopi spesial. Coba deh, pasti kamu bakalan suka." Arya menyodorkan gelas kopi yang tadi dibawakan oleh Rangga.

Nara menghela napas dan kembali menatap jendela. Sama sekali tak tertarik dengan yang Arya katakan.

Melihat reaksi Nara, sesuatu melintas begitu saja di dalam kepalanya. "Nar, boleh aku nunjukkin sesuatu ke kamu?"

Nara menoleh kepada Arya. "Apa?"

"Karena hari ini mood kamu kurang bagus, boleh gak kalau aku ngelakuin sesuatu yang bakal naikin mood kamu?"

Kok dia harus izin dulu? "Gimana?" tanyanya.

Arya tersenyum lebar. Pemuda itu berdiri. Berjalan dan naik ke atas panggung yang selama ini menjadi panggungnya untuk menghibur pengunjung. Bukan hanya seorang barista di bagian bar kopi, Arya juga berperan sebagai penyanyi di kafe Wildan dan Rangga. 

Jadi Wildan tak perlu repot-repot untuk mengundang penyanyi atau band mana pun. Karena Arya sendiri cukup mahir dan membuat jumlah pengunjung di setiap harinya naik drastis. Terutama di malam minggu.

"Ngapain dia?" gumam Nara.

Arya meraih gitar ke dalam pelukannya. Mengecek michrophone diakhiri senyum ketika merasa semuanya telah siap. Sengaja dirinya duduk mengarah ke Nara karena hanya dialah yang kini perlu ia hibur.

"Selamat pagi menuju siang temen-temen semua." Seluruh pengunjung kafe, pekerja dan termasuk Nara melihat ke arah Arya. "Mungkin agak aneh ya nyanyi di jam segini, biasanya suka dari sore atau malam." Kekeh Arya.

"Tuh orang ngapain?" tanya Ardito menyenggol lengan Rangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuh orang ngapain?" tanya Ardito menyenggol lengan Rangga.

Rangga tersenyum tipis. "Biasa, mancing biar Nara suka." Seru Rangga tanpa melepas pandangan dari Arya. "Anak didik gue udah dewasa. Gak sia-sia gue kasih kiat-kiat deketin cewek." Rangga terkekeh sendiri.

Ardito mengerutkan kening. "Nara siapa?" tapi tak mendapat jawaban dari Rangga.

"Tapi hari ini adalah hari spesial dimana saya akan menyanyikan sebuah lagu yang ditujukan untuk seseorang yang duduk di meja nomor 9 tepat di samping jendela." 

Maka seluruh penghuni kafe melihat ke meja Nara yang memang bernomor 9. Nara tertegun karena tiba-tiba Arya mengatakan itu. Jadi ini caranya Arya untuk menaikkan mood Nara?

"Nara, bagaimanapun keadaan kamu sekarang, seberat apa pun hal yang kamu hadapi hari ini, jangan pernah nyerah ya? Aku emang gak tau apa yang bikin mood kamu hari ini bener-bener jelek. Aku cuman mau bilang, semangat untuk melewati itu semua." Kata Arya dengan tulus. 

Nara yang mendengarnya refleks tersenyum dengan merasakan dag-dig-dug. Ia tak pernah mengira bahwa Arya akan melakukan hal ini untuknya. Kini keduanya jadi pusat perhatian.

Seluruh penghuni kafe berseru. Perlakuan Arya sangatlah romantis sampai membuat beberapa pengunjung perempuan berteriak histeris.

"Gue pengen!"

"Ya ampun digituin sama cowok ganteng kek nya gue bakal meleleh banget!"

"Ya Allah kalau ini penyakit menular, tularin sosok bang Arya ke pacar aku. Aamiin."

Nara sudah tak bisa diam. Ia terlalu salah tingkah terlebih pandangan dan ucapan Arya sangat tulus.

Pemuda itu memulai untuk memainkan gitarnya, menyanyikan sebuah lagu yang liriknya bermakna menyemangati seseorang yang disayangi. Lagunya itu diiringi oleh beberapa pengunjung yang ikut bernyanyi bersama. 

Suasana yang tadinya sepi, kini ramai oleh suara nyanyian. Semburat merah terlihat jelas di pipi Nara. Bahkan senyumnya pun tak surut dari wajahnya. Ia terus memandang Arya yang juga memandangnya. 

Hari itu adalah hari dimana Nara lupa bahwa ia tengah dilanda masalah. Karena pemuda sederhana yang membuat hari itu menjadi hari yang tak akan pernah Nara lupakan. 

Ini Nara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini Nara

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang