HAPPY READING 📖
---------------------------------------
"Makan yang benar, Nyonya," sindir Zeus saat melihat cara makan Bree yang terkesan tak senonoh. Bukan anggun, malah seperti tak makan berhari-hari.
Bree mendongak kemudian memeletkan lidah. Ia makan dengan lahap, membiarkan Zeus menatapnya jijik. Ia memasukkan daging ke mulut tanpa jeda. Baru hari ini saja nafsu makannya meningkat. Sejak di rumah Zeus, ia merasa tak ada selera makan. Beruntung hari ini makanan yang disajikan tidak seburuk yang pernah berlalu.
Menikmati makanannya, sesuatu menyangkut di leher. Hendak di telan, namun teramat sukar. Setelah hampir masuk setengah, ia mengambil air minum di sebelahnya sembari menepuk-nepuk dada kemudian terdiam sejenak. Sial, sakit sekali.
"Sudah kubilang makan yang benar. Kau terlalu bebal."
Bree mendelik sinis, selera makannya kembali menurun. Ia berdiri, meninggalkan Zeus beserta makanan yang belum habis. Karena hampir tersedak tadi, ia memilih tak melanjutkan acara makan karena sudah meminum beberapa banyak liter air hanya untuk meminimalisir sesak. Perutnya malah beralih kenyang dan melihat makanan yang tersaji, mendadak membuatnya ingin muntah.
"Mau ke mana?" Pertanyaan Zeus tak ia jawab, terlalu malas, terlalu membuang waktu, dan menjengkelkan. Lagi pula, Zeus pasti akan tahu ke mana ia pergi selain ke kamar. Memangnya tempat mana lagi yang bisa ia singgahi di sini? Rumah besar, sayangnya membosankan.
Zeus menggelengkan kepala. Semakin hari, tingkah Bree semakin melunjak. Kemarin tak mau mandi, sekarang makan sesuka hati tanpa etika. Ingin marah, Bree pasti melawannya lagi. Wanita itu benar-benar sanggup membuatnya darah tinggi dalam hitungan jam. Untung kesehatannya masih tertolong, jika tidak ia pasti sudah terserang stroke.
Selesai makan, Zeus menghabiskan segelas air kemudian membersihkan tepi-tepi mulutnya menggunakan serbet. Ia bersendawa kecil lalu berdiri menyusul Bree. Meskipun hubungan mereka tak seberapi-api di awal, perlawanan itu masih tetap ada dan tetap saja menaikkan tekanan darah dalam hitungan menit hingga kepala terasa ingin meledak.
"Kau tidak takut gemuk, selesai makan langsung tidur?" Zeus berkacak pinggang di ambang pintu, memerhatikan Bree yang memunggunginya sembari berbaring.
Tak mendapat respon, ia mendekati Bree dan berdiri di sisi ranjang, melihat apa yang istrinya lakukan. "Kau tak mendengar apa yang kubilang, ya?"
"Kenapa, sih, kau ribut sekali? Aku hanya berbaring! Lagian apa yang bisa kulakukan di rumah ini selain berdebat denganmu?"
Diam-diam, Zeus menarik bibirnya ke atas. Ia membungkukkan badan, meletakkan tangannya ke tiap sisi badan Bree, memerangkapnya hingga kepalanya sampai di dekat Bree.
"Melakukan sesuatu yang bermanfaat, kau mau?"
"Apa?" tanya Bree waspada sembari menatap Zeus dari jarak dekat.
"Memijitku." Sedetik kemudian, Zeus merasakan pipi kirinya memanas. Ia melotot dengan mulut hampir mengeluarkan kata-kata, hendak marah, sayangnya Bree lebih dulu memprotes.
"Kau pikir aku pembantumu? Kalau kau menganggapku istrimu, perlakukan aku baik-baik! Jangan membuatku marah dengan kata-katamu!" Bree memaksa duduk, namun tubuh Zeus malah memerangkapnya dengan mempersempit jarak.
"Berani sekali menamparku, hm?" kata Zeus dengan suara rendah. Bukannya takut, Bree semakin melunjak.
"Kenapa? Kau pikir aku takut? Siapa kau yang bisa menyuruhku seenak jidat? Kau pikir kata-katamu tidak menyinggungku?" protes Bree semakin ganas, melebihi Zeus yang hampir meledak-ledak.
Amarah yang semula naik hingga level tertinggi, malah menurun mendengar kata-kata Bree, seolah Bree memang mulai menerima takdir sebagai istri dari Zeus Ashton. Zeus menyunggingkan senyum miring, alis kanan yang sedikit tertutupi kulit, terangkat kecil.
"Kalau begitu, berikan hakmu sebagai istri padaku. Hak yang seharusnya sudah kita lakukan setelah resmi menikah."
Bola mata Bree seketika membesar. Bukannya ia tak tahu apa maksud Zeus. Kata-katanya memang halus, namun ekspresi Zeus seolah berkata, Aku akan menidurimu sebentar lagi. Sialan, Zeus memang minta ditampar untuk kedua kali, bahkan berkali-kali. Ia tidak akan melakukannya pada si buruk rupa ini. Masih banyak yang harus ia lakukan selain bersenggama. Meskipun mereka memang sudah resmi, tetap saja ia tak mau memberikan haknya. Di sini, ia yang berkuasa. Semua atas keinginannya dan tidak boleh ada pemaksaan. Ia yakin Zeus tidak akan memaksa sejauh itu.
"Selain menyebalkan, ternyata otakmu hanya diisi hal jorok, ya. Kau pikir aku mau memberikan hakku untuk pria pemaksa? Tidak! Kau tidak akan mendapatkan hakmu dariku! Jangan memaksamu karena aku akan membencimu berkali-kali lipat!"
"Terserah." Zeus berdiri tegak kemudian mengedikkan bahu. "Kau akan memberikannya dengan sukarela ... nanti."
Bree mendengkus jijik. "Dalam mimpimu! Kau tidak akan mendapat apa-apa dariku selain ini!" Ia mengacungkan kedua jari tengahnya tepat di depan Zeus, mengacungkannya penuh emosi.
Zeus yang gemas, mendekatkan mulutnya ke jemari Bree yang teracung lancang kemudian menggigitnya.
"Awh, awh! Lepas! Sakit!" rengek Bree sembari meringis. Zeus memang tak punya otak! Kenapa jarinya digigit?
"Itu akibatnya kalau bertingkah kurang ajar." Suara dalam, rendah, dan serak milik Zeus mengalun lembut, menyapu telinga Bree. Bahkan dapat Bree rasakan bulu kuduknya meremang tanpa alasan.
Bree memutar bola mata.
"Jangan melakukan itu di depanku."
Hendak protes, bibir Bree dibungkam, menghadirkan plototan Bree karena pertama kalinya ... Zeus begitu lancang menciumnya terang-terangan.
.
.
.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Ugly Kidnapper ✅
RomancePertama kali publish : 20 Juni 2021 Bree Ramsey harus menerima kenyataan ia diculik oleh sosok buruk rupa. Selain kenyataan, ia pun harus menerima segala arogansi, sikap otoriter, dan yang terparah omong kosong dari Zeus Ashton yang mengatakan ia ad...