BAB 48: Pengakuan Farzan

220 12 4
                                    

Brandon

Sejak tadi pikiran Brandon tidak tenang. Dia menduga kemungkinan yang terjadi antara Arini dan Farzan dua tahun silam. Pria itu tidak bisa marah dengan Iin, karena penyakit yang dideritanya. Apalagi saat itu sang Istri juga pernah salah mengenali putranya sendiri.

Selepas salat Isya, Brandon meminta Arini tidur terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk menunggu Farzan datang. Hari ini adiknya pulang ke Menteng Dalam.

Setelah lulus dari Zurich, Farzan memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan tempatnya bekerja di daerah Cikarang. Pemuda itu baru bisa pulang ke Menteng Dalam setiap akhir minggu.

Brandon menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Arini untuk memastikan apakah telah tidur atau belum? Perlahan-lahan, dia turun dari tempat tidur lalu bergerak ke luar kamar.

Farzan pasti udah di rumah. Aku harus menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi, batin Brandon tidak tenang.

Langkah pria itu terus berlanjut menuju kamar adiknya yang berada di lantai dua. Bran melihat pintu kamar terbuka, artinya Farzan sudah berada di rumah.

"Mas?" sapa Farzan begitu melihat Brandon berdiri di depan pintu.

"Baru sampai?" tanya Brandon basa-basi.

"Iya. Aku mau mandi dulu. Tadi dari pabrik langsung pulang," jawab Farzan dengan raut lelah.

"Nanti aja. Mas mau ngomong sebentar," ujar Bran dengan raut wajah serius.

Pria itu mengamati paras kakaknya dengan saksama. Dia merasa ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Di sini, Mas?"

Bran menggeleng. "Di ruang kerja," sahutnya singkat.

Tanpa menunggu respons dari adiknya, Bran langsung turun ke lantai bawah. Farzan menyusul di belakang setelah meletakkan tas ransel yang dibawanya.

"Duduk," suruh Bran mengerling ke sofa panjang setelah berada di ruang kerja.

Dengan patuh, Farzan duduk di sofa menunggu kakaknya menyampaikan apa yang ingin dikatakan.

"Mas mau tanya sesuatu, kamu jawab dengan jujur." Brandon membuka pembicaraan.

Farzan mengangguk pelan di sela jantung yang berdebar. Dia berusaha memusatkan pikiran dengan apa yang akan disampaikan Brandon.

"Apa yang terjadi antara kamu dan Iin dua tahun yang lalu?"

Mata hitam Farzan melebar ketika mendengar pertanyaan kakaknya. Seketika saliva memenuhi rongga mulut, perlahan masuk ke tenggorokan.

"Maksud, Mas?" Farzan kembali memastikan apakah pertanyaan itu terkait dengan kejadian yang tak disengaja dua tahun yang lalu?

Brandon menegakkan tubuh, lalu menumpu kedua tangan di atas paha. Tilikan netra sayunya kini menjelajahi paras Farzan yang menunjukkan raut gugup.

"Apa yang kalian berdua lakukan dua tahun yang lalu?" selidik Brandon tanpa mengalihkan pandangan dari adiknya.

Terdengar tarikan napas berat dari hidung Farzan. Matanya terpejam beberapa saat sebelum kembali terbuka.

"Itu ... Itu hanya kecelakaan, Mas. Nggak sengaja," gagap Farzan dengan kening mulai berkeringat.

"Mas tanya apa yang terjadi, Farzan. Apa yang kalian lakukan?" desak Brandon mulai meradang. Dia khawatir jika adiknya melakukan hal yang sangat tidak pantas dengan Arini.

Farzan mengembuskan napas lesu selaras dengan tatapan yang diperlihatkan.

"Aku dan Kakak ... berciuman, Mas," aku Farzan jujur, "tapi itu nggak disengaja."

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang