4. Lima Gelas

1K 127 10
                                    

Sekitar jam sebelas malam Athala keluar dari kamarnya. Keadaan rumah sunyi kemungkinan besar penyebabnya ialah kedua krucil itu telah tidur. Siapa lagi memangnya kalau bukan kedua adiknya yang masih SD.

Biasanya kalau adiknya masih bangun rumah terasa seperti pasar. Teriak kesana kemari, suara tangis yang hanya berselang satu menit, belum lagi kalau rumah sudah seperti kapal pecah.

Cowok tampan itu berjalan menuruni anak tangga. Rumah sudah rapi seperti keadaan semula. Benar-benar menakjubkan dan sudah pasti yang membereskan ini adalah Mama beserta kedua adiknya. Di lantai bawah keadaan sudah sepi, di dapur pun Athala hanya bertemu bi Hemas yang sudah selesai beberes.

Setelah minum Athala kembali naik melihat kondisi kedua adiknya yang sedang dikeloni Mamanya.

"Kenapa, Tha?" tanya Nara melihat anak keduanya membuka pintu.

Athala segera masuk mendorong pintu tidak sampai tertutup, "Aku nyariin Mama."

Nara menjauhkan dirinya dari badan kedua anaknya yang menempel.

"Butuh apa?"

"Papa ada?" masih dengan nada bisik-bisik Athala bertanya.

"Ada, lagi di kamarnya."

Hembusan nafas kecewa terdengar dari Athala, "Kenapa memangnya?"

"Mau ke club."

"Sekarang banget?" Athala mengangguk.

"Mendekati semester lho," peringat Nara.

"Sekali aja, yang terakhir deh. Besok selesai semester baru pergi lagi." Athala menggenggam tangan Mamanya meyakinkan.

Tidak ada jawaban pasti yang Nara berikan untuk beberapa saat.

"Please." Athala memelas.

Pada akhirnya Nara mengiyakan, "Okey. Sebentar ya."

Nara pergi keluar kamar, dari belakang Athala mengekori. Sebelumnya cowok itu mencubit pipi Altair keras, sampai anak itu mengaduh dalam tidurnya.

Athala menunggu Nara di depan pintu kamar Altair dan Allariq. Beberapa saat hingga Nara terlihat kembali. Menyerahkan sebuah kartu atm.

"Tapi aku udah punya black card."

"Buat jaga-jaga." Nara mengedipkan sebelah matanya.

"Terima kasih Ma." Athala tersenyum lebar.

"Ingat boleh minum, boleh seks, asal jangan pakai obat-obat terlarang!" peringat Nara.

"Siapp!" balas Athala lengkap dengan acungan jempolnya.

"Jangan lupa bawa baju jogging biar besok Mama alasan ke Papa kalau kalau kamu pergi olahraga."

"Tapi Adrian?"

"Udah tenang, nanti biar jadi urusan Mama."

Athala semakin tersenyum lebar. Kalau Abi penuh dengan peraturan maka Nara adalah kebalikannya.

Hidup Nara bebas tak terikat, apa yang mau dilakukan silahkan, prinsip itu ia terapkan pada anak-anaknya. Mau ke club, nongkrong sampai larut malam silahkan saja asal sekolah tidak keteteran dan pastinya bersih dari ketahuan Abimana. Kalaupun ketahuan Abi juga tak bisa berkutik karena istrinya. Saking bucinnya Abi terhadap Nara.

"Makasih banyak." Nara mengangguk.

"Mama mau masuk kamar, kalau kondisinya udah aman Mama kasih tau lewat chat. Motornya dinyalain diujung sana ya. Have fun." Nara mengacak rambut putranya.

ATHALA [SGS#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang