Aoi suka sendiri? Sepertinya tidak. Sendiri hanya akan membawamu mengingat luka-luka, membuatmu merasa bahwa dunia benar-benar kejam, atau lebih parahnya membuat kamu merasa meragukan keberadaan Tuhan? Setidaknya itu yang membuat Aoi tidak menyukai sendiri, bukan berarti ia tak butuh karena ada kalanya sendiri itu perlu untuk menenangkan fikiran, menenangkan hati, dan meyakinkan diri sendiri.
Tapi sepertinya suasana sepi selalu melekat dari diri cewek bermata sipit itu. Sejak Mamanya pergi untuk selama-lamanya hidup Aoi kian berubah suram, ia tak punya siapa-siapa disini, hingga pindah ke Jepang menjadi pilihan yang ia ambil. Niat untuk melupakan sakit itu tapi bukannya hilang malah semakin menjadi-jadi, pada akhirnya Aoi menyadari kalau rasa sakit itu masih ada dikarenakan dirinya yang masih belum menerima keadaan sampai Aoi memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Pulang main bersama ketiga temannya Aoi langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Lagi dan lagi suasana sepi selalu menemaninya di rumah berlantai dua yang ia huni. Tidak ada keluarga hanya satu asisten rumah tangganya. Hanya mereka berdua yang tinggal di sana.
Tidak nyaman dengan tubuhnya yang terasa lengket Aoi segera masuk ke dalam kamar mandi, menikmati air hangat yang mengguyur tubuhnya hingga menciptakan kenikmatan yang selalu senang Aoi rasakan, membuatnya ingin terus berlama-lama di dalam kamar mandi. Tapi sadar sudah terlalu lama baru Aoi keluar, berganti baju. Dan selagi menunggu rambutnya yang masih basah Aoi duduk disebuah sofa yang letaknya persis dekat jendela yang selalu dibukanya.
Suasana komplek perumahannya terang tapi sunyi, semua orang sibuk dengan dunianya sendiri. Aoi tidak perduli itu, matanya hanya fokus pada langit malam yang memperlihatkan betapa indahnya sinar bulan pada malam ini. Tak mau kecolongan Aoi mengambil gitarnya, memetik senarnya hingga menimbulkan alunan melodi dari lagu HONNE-Location unknown.
Hembusan angin lembut menerpa kulit wajahnya seolah ikut menikmatinya. Puas dengan gitarnya tatapan Aoi tanpa sengaja melihat ke rumah yang letaknya tepat berada di samping rumahnya. Rumah yang telah kosong sejak lama itu kini terlihat menyala lampunya, mungkin sudah laku dibeli oleh seseorang. Bahkan kamar yang berhadapan langsung dengan kamarnya pun terlihat menyala. Angin semakin berhembus kencang membuat Aoi memutuskan menutup jendela kamarnya.
___
Bukan Athala namanya kalau tidak hobi keluar malam, ada saja acaranya berlagak sudah seperti orang paling sibuk sedunia saja. Kadang-kadang Abi rasanya ingin mencabut kendaraan putranya itu. Malam ini seperti biasanya pakaian Athala sudah rapi, bersiap untuk keluar.
"Bang Atha mau kemana?" sapa Ariq.
Athala yang gemas langsung menjitak kening adiknya, "Bukan Atta Halilintar."
Tak lama terdengar suara tangis yang berasal dari Ariq, "Cowok kok cengeng!"
"Athala!" peringat Abimana datang menghampiri Ariq yang duduk di meja makan.
Nara yang sedang memasak pun segera menghampiri mereka.
"Ada apa ini? Ariq, kenapa sayang?" tanya Nara lembut.
"Bang Atha jahat," adunya.
"Dih boong. Aku nggak pernah ngapa-ngapain dia Pa, Ma, serius," elak Athala.
"Boong, tadi Al ngeliat dia jitak kening Ariq," celetuk Altair.
"Altair, kamu jangan manas-manasin Papa sama Mama dong orang aku nggak pernah ngapa-ngapain."
"Jangan ngelak Atha, Papa tadi liat! Kamu ini sebagai kakak harusnya ngejaga bukan malah buat nangis," omel Abi.
Athala hanya menghela nafas terlebih dirinya memang salah, ditatapnya Athala yang sedang diberi nasihat oleh Nara. Cowok harus kuat, nggak boleh nangis, kira-kira seperti itu yang Athala dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [SGS#2]
ספרות נוערSegal series 2 Kita dilahirkan berbeda untuk bisa saling menyempurnakan.