56.
"LO KALO NGOMONG DIPIKIR! GAK BISA?!" Mahera mencengkeram kerah baju Afat.
Aliran darah Mahera terasa mengalir begitu cepat. Ia naik pitam, namun pun teringat akan perkataan Davindra. 'Gak bakal ngapa-ngapain Afat.'
Garis wajah Mahera sudah terlihat normal usai ia menarik napas panjang. Ia kebingungan harus bersikap seperti apa. Sedangkan Afat terperangah dahinya berkerut dengan perubahan sikap Mahera.
"Kasih gua alasan, sebenarnya ada apa sih?!" tanya Afat yang merasa ada yang tidak beres.
Mahera tertegun ia mengigit bibir kuat. "Gua pengen lo bebasin Arha."
Seketika deret kalimat yang terlontar dari Mahera membuat Afat terkejut bukan main. Mulutnya sampai terbuka lebar lantaran tercengang.
"Gua gak salah denger?" tanya Afat.
Kepala Mahera mengeleng pasti. "Enggak ... Lo gak salah denger."
Afat menatap Mahera bingung. Sebenarnya Afat tidak membenci Arhan. Namun, sikap Arhan saat itu sudah keterlaluan. Hampir menghilangkan nyawa seseorang. Afat ingin Arhan jera supaya tidak melakukan tindakan seperti itu dengan orang lain.
"Gak. Gua gak mau!"
Afat menyampirkan ransel sekolahnya bahu bahu kanan dan hendak pergi. Mahera berdecak sebal. Dengan gerakan cepat Mahera meraih pundak mencegah Afat untuk pergi.
"Apa? Apa lagi? Gua bilang gak mau!"
"Dengerin gua kali ini!"
"Gak! Gua gak mau denger!"
Afat menepis tangan Mahera dari bahunya. Mahera mengembuskan napas.
"Lo tau kan permasalahan hidup Keyva? Yang bahkan satu sekolah pun tau, cuma karena guru BK yang omongannya gak bisa dijaga?"
"Lo pasti masih inget dan tau. Kalo misalnya Keyva itu anak broken home. Yang bundanya meninggal beberapa bulan setelah pisah dengan bokapnya. Lo juga pasti masih hapal betul diingatan kalau setelah Bundanya Keyva udah gak ada satu setelah itu bokapnya menikah lagi. Dan sekarang dia tinggal berdua sama abangnya!"
"Dan asal lo tau kalau abang Keyva itu—" Mahera mengantungkannya ucapan sesaat Afat berbalik menatap dirinya. "Arhan. Arhan—abangnya Keyva." Afat hanya bisa melebarkan mata.
"Lo serius?!"
Mahera mengangguk pelan. Mahera mengubah posisi ia berssandar pada dinding. Afat merasa miris. Gadis yang cukup menyebalkan di sekolah itu, ternyata menyimpan banyak luka sendiri. Pantas saja ia terkadang memergoki Keyva menangis di gudang belakang sekolah. Tempat Afat sering sembunyi hanya untuk merokok.
Afat menarik napas dalam. Perasannya kini berkecamuk. Ia merutuki semua kesalahannya sendiri. Jantungnya kini terasa berdetak lebih cepat. Ia sangat merasa bersalah.
Jika ia marah dengan Arhan, maka tanpa sadar ia telah menghancurkan perasaan Keyva. Luka itu berhasil Keyva sembunyikan sendiri dengan bersikap menyebal bagi semua orang.
"Gua harus susul Keyva!"
Cowok itu berlari menuju pintu gerbang sekolah. Dadanya terasa bergemuruh. Dengan tangan terkepal dan rahang mengeras.
"Afat! Tunggu!" Suara teriakan berat Mahera terdengar dari kejauhan.
Afat dan Mahera melihat Keyva bersama Hafi dari kejauhan. Seketika Afat berlari dan berteriak memanggil Keyva, namun cewek itu tidak mengubrisnya. Afat pun mengeram kesal.
***
Keyva menghapus air matanya. Ia duduk sendiri di halte sekolah. Beruntungnya sekolah sudah sepi, tidak ada seorang pun yang menunggu di halte. Keyva menghela napas, lalu menegakkan tubuhnya."Keyva?!" panggil Hafi yang tidak sengaja melihat Keyva terduduk sendirian di halte.
"Lo, kenapa?" tanya Hafi penasaran.
Tangis Keyva terhenti ketika melihat siapa seseorang yang memanggil namanya. Matanya membelalak ketika melihat Hafi. Ia pun menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
"Kak Hafi kenapa di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan dari Hafi—Keyva justru bertanya balik.
"Gu—gua gak sengaja liat lo nangis. Jadi gua menepi," cetus Hafi.
"Lo, kenapa?" Hafi menoleh ke arah Keyva. Keyva tidak menjawab. Ia bergeming.
Menyadari ada yang tidak beres dengan Keyva—Hafi pun tak mengeluarkan pertanyaan lagi. Ia perlahan turun dari motor ninja berwarna hitamnya. Lalu ia duduk di samping Keyva. Menepuk-nepuk pundak Keyva. Agar cewek itu merasa lebih tenang dan damai. Perlahan kepala Keyva menyandar di pundak Hafi. Perasaan Hafi tiba-tiba bercampur aduk. Bingung ia bahagia, tapi disisi lain Keyva sedang sedih.
"Ya udah. Pulang yuk? Gua anter lo pulang," ucap Hafi.
Keyva menegakkan kepala. Perlahan Keyva menapaki jalan. Ia berjalan menuju motor Hafi yang terparkir di depan halte. Hafi mengikuti Keyva dari belakang. Ia mengusap lembut rambu Keyva sebelum menaiki motornya.
"Naik, Key," pungkas Keyva yang masih terdiam. Tidak kunjung menaiki motornya.
"Key?" Hafi sampai menolehkan kepala.
"Eh—iya."
Keyva mengangguk cepat. Ia memegang bahu Hafi. Terbiasa sebelum menaiki motor dengan berpegang bahu agar tidak terjatuh.
"Udah?" tanya Hafi memastikan.
"Udah," jawab Keyva singkat.
"Oke. Kita meluncur." Hafi tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukisan Luka
Teen FictionFaras Mahera Putra adalah seorang pentolan di SMA Valletta Nusantara. Dia ingin sekali menghancur hidup seorang gadis bernama Dearni. Karena dia atau lebih tepatnya orang tua dari Dearni telah membuatnya terusir dari rumahnya sendiri dan membuatnya...