Biar Kamu Mohon di Kakiku, Aku Tak Akan Kembali

5.1K 115 3
                                    

"Bu-bunda! Dua orang kumuh ini mana mungkin orang tuaku? Mereka jelek dan kotor, wajahnya nggak mirip denganku. Hizzh." Si jelita dari tempat sampah itu mengibas-ngibaskan tangannya.

Ya Allah mana kesopanan yang aku ajarkan selama ini? Sampai tega berkata begitu kepada orang tuanya sendiri.

"Pergi kalian berdua! Jangan harap aku mau ikut kalian." Ia menarik kembali koper-koper itu ke sudut ruangan.

Aku tertawa mendengarnya. Anak rakus! Mau menjadi anakku tapi juga mau memiliki suamiku. Salah apa aku mendidik dia baik-baik tapi karakternya sama sekali tak bisa mengikutiku.

Mungkin karena memang dia bukan darah dagingku, sekeras apa pun aku mendidik, gen bawaan dari keluarganya tetap melekat padanya. Yang kutahu Ayah Ibu mereka waktu muda dulu memang pemabuk, penjudi dan pencuri. Bersyukur sekarang mereka sudah taubat.

"Bunda, istriku sayang. Tidak adakah kesempatan lagi untukku? Tuhan saja maha pemaaf, kenapa kamu tak mau memaafkanku?" teriak Reo.

Suara-suara mereka saling bersahutan terdengar di telingaku dari lantai atas. Aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Aku menarik napas berkali-kali, lalu memilih duduk, berpikir, mencari jalan selanjutnya, mempersiapkan apa yang harus aku lakukan ke depan. Hidup memang terkadang tak pernah kita duga. Semua bisa tiba-tiba berubah dan terbalik dari kenyataan awal.

Rumah tanggaku yang bahagia, suami pendiam penuh cinta, giat bekerja, anak gadis yang semakin besar semakin pintar dan tumbuh cantik, tiba-tiba semuanya berubah dalam sekejap.

Sudah gitu, mereka yang berbuat nista, tapi aku yang harus jadi korbannya.

Beruntung dunia telah banyak mengajarkanku untuk selalu tenang menghadapi apa pun, segenting apa pun.

"Bunda, jika Bunda beri kesempatan sekali lagi, Ayah janji akan lakukan apa pun yang Bunda mau. Ayah masih sangat mencintaimu, Bun. Ayah hanya khilaf sesaat, Bun. Maafkanlah Ayah. Ayah nggak mau menandatangani surat-surat ini, kalau soal jabatan Ayah dicopot nggak apa-apa. Tapi kalau harus bercerai darimu, sampai kapan pun Ayah nggak akan mau," teriak Reo masih tak putus asa memohon.

Aku mendengar pengacara dan polisi membujuknya untuk menandatangi surat-surat itu. Ia masih ngotot tak mau.

Terdengar suara langkah kaki berlari di tangga, dalam sekejap seseorang itu sudah bersujud di atas kakiku.

"Tolong Bun. Ayah nggak mengira Bunda semarah ini. Tolong Bunda beri kesempatan untuk Ayah memperbaiki semuanya. Tolong pertimbangkan lagi. Ayah nggak pernah berbuat salah 'kan Bun. Di kantor kerjanya Ayah bagus. Ayah selama delapan belas tahun ini juga selalu setia dengan Bunda. Tapi Ayah terpeleset, Ayah khilaf oleh godaan setan sekali ini saja. Tolong Bun, tolong beri kesempatan, maafkan Ayah, tolong Bundaaaa ...."

Ia merajuk menangis di hadapanku. Wajahnya basah menangis seperti anak kecil dan bersujud di pangkuanku. Aku bergeming beberapa saat. Kamu harus kuat Amelia. Jangan terpengaruh bujukannya. Tetaplah tegar dan teguh pada pendirianmu. Keputusanmu sudah bulat bukan?

Dua orang polisi datang menjemput ke atas.

"Borgol saja Pak Polisi, khawatir membahayakan Bu Amel," ucap pengacaraku.

Ngilu melihat kedua tangannya langsung terborgol.

Tak lama ada suara mobil masuk ke pekarangan rumah. Sepertinya itu Papa yang baru pulang dari Medan. Papa sudah mengetahui semuanya. Sudah beberapa hari ini aku berdiskusi dengannya. Terdengar suara sepatu Papa masuk dengan tergesa. Aku bergegas turun tangga untuk menghampiri, menyalami tangannya, takdzim.

Belum sempat aku melepas tangan Papa, Ia sudah bergerak menuju Reo dan menampar Reo dengan keras.

PLAKKK!!!

CINTA TERLARANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang