•••••
Raut kesal tercipta jelas pada paras cantik yang sekarang terlihat dingin. Seraya berjalan cepat, matanya melirik pada seseorang yang berseru tadi, kekasih yang hari ini dia abaikan dan hindari karena alasan cemburu yang tidak pernah dia akui.
"Jess!" Rafael berseru lagi dengan kaki yang mulai selaras dengan langkah gadis itu.
"Katanya tadi pagi kamu keserempet motor, mana yang sakit?"
"Udah gak sakit lagi. Stop ngomong sama aku, aku lagi marah tau gak?"
"Maaf atuh, Jess! Pulang bareng yuk!"
"Gak mau."
"Jess, plisss! Aku gak ada hubungan apapun sama Rain. Dia cuma temen sekelas doang gak lebih." Rafael menjelaskan sembari meraih lengan Jessy.
Akhirnya, Jessy menghentikan langkah karena tidak pernah tega mendiamkan pacarnya berhari-hari. Jeda sebentar untuknya menghela napas, "Raf, kamu punya pacar. Usahain kamu punya batasan sama cewek lain di sekitar kamu. Kadang, kalo pun aku bilang gak papa tapi kamu tau gak kalo dalam hati aku tuh gak suka kalo ada cewek lain di dekat kamu. Tolong, bikin aku berasa spesial di hidup kamu, oke!"
Kalau boleh jujur, Jessy akui dia memang egois dan tidak mau melihat Rafael dekat dengan siapapun apalagi sampai asik seperti di kantin tadi melebihi keasikan ketika bersama dirinya. Dia cemburu, dan itu wajar menurutnya.
"Oke, aku minta maaf. Tapi kamu gimana?"
"Maksud kamu?" Tanya Jessy bingung seraya mengerutkan kening.
"Jess, kamu kemana-mana selalu bareng sama Kevin. Pas aku mau ngajakin kamu ke kantin, kamu udah nangkring disana sama Kevin. Pergi sekolah sama Kevin, paling pulangnya doang bareng aku, itupun bisa di itung jari. Kamu pikir aku gak cemburu? Kamu kira aku gak marah? Aku marah, Jess. Tapi aku diam karena kamu selalu bilang kalo dia cuma sahabat kamu." Pungkas Rafael mengeluarkan semua uneg-uneg yang selama ini terpendam jauh dalam lubuk hati. Pandangan matanya berubah sayu menoleh menatap Jessy yang juga merasa bersalah. Sebenarnya Rafael bisa saja marah dan berbuat kasar pada Kevin tapi tidak pada Jessy.
"Itu..." Rafael menunjuk botol aqua dingin di genggaman Jessy. "Air itu pasti buat Kevin kan? Dia lagi latihan basket, kamu pasti mau kasih air itu ke dia." Kalau boleh jujur, Rafael berkali-kali lipat merasa cemburu atas perhatian gadis itu pada Kevin ketimbang dirinya yang berstatus pacar.
Jessy tercengang menatap nanar botol dalam genggamannya. Tadi dia memang berniat menghampiri Kevin dan memberinya air itu sembari menunggunya untuk pulang.
"Ini emang buat Kevin, tapi kamu jangan salah paham dulu. Dia....."
"Cuma sahabat kamu. Oke, aku gak papa. Selama kamu bilang kalo dia itu sahabat kamu, aku masih baik-baik aja."
"Tapi Raf....."
"Sssttt! Udah." Rafael menaruh telunjuknya di bibir Jessy, tidak ingin memperumit masalah lagi. Kemudian menipiskan jarak di antara mereka. "Pulang bareng aku ya! Jangan marah lagi!" Bisik cowok itu pelan membuat Jessy hanya mampu menganggukkan kepala seolah dirinya terhipnotis kalimat Rafael barusan.
Rafael sempat tersenyum sebelum menyeret Jessy dengan hati-hati menuju parkiran.
"Rain!" Seru Jessy ketika mereka berpapasan dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desember, hujan, dan lukanya
Novela JuvenilDia yang berpulang ketika hujan datang. *** (Sejak awal memutuskan untuk mencintainya, maka ia telah bersepakat pada semesta untuk menciptakan luka.) Kevin itu batu, sementara Rain air. Batu jika ditetesi air terus-terusan, lama-lama akan berlubang...