salah satu cara mengapresiasi bacaan gratis ini dengan menekan bintang di pojok kiri bawah karena aku menulis ini dengan sepenuh hati seperti malika yang dirawat seperti anak sendiri ♡
❬ ⸙: ✰❛ finding mommy; ❀❜ ❭
Kalau ditanya perihal perasaannya pada Sebastian Haidar, Jane nggak tahu harus menjawab apa selain, Sebastian itu cuma temannya, yang harusnya nggak pernah melalui malam hangat bersamanya. Tapi di sisi lain, Jane dihadapkan fakta kalau dia dan Sebastian nggak bisa jadi teman selamanya. Sebastian itu baik, nggak pernah berlaku kasar kecuali pada orang-orang yang menyakitinya.
Jane masih ingat bagaimana saat mereka SMP, Sebastian dengan gila memukuli laki-laki yang membuatnya menangis. Masalahnya sepele, cuma karena laki-laki itu dengan sengaja menyampir roknya hingga dia jadi pusat perhatian semua orang.
Sebastian itu laki-laki baik. Sebelum malam hangat itu datang.
Malam itu mengubah hidupnya 180 derajat, harus Jane beritahu buntut panjang perbuatan mereka malam itu adalah dipenjara bersama dan menghabiskan sisa hidupnya bersama si pemuda tanpa diberi keringanan jeda.
Menjadi pramugari masih mimpinya, mimpi yang Jane tahu nggak akan bisa ia realisasikan jadi nyata. Tapi setidaknya, meskipun mimpinya sia-sia, Jane harap tidak pernah terjebak di sini. Terjebak bersama Sebastian.
Laki-laki itu mendapat tamparan gratis dari mama tempo hari, juga sekaligus sumpah serapah yang jumlahnya banyak sekali. Jane tahu, bukan cuma Sebastian yang pantas mendapatkannya. Namun ia juga. Tapi mama nggak melakukannya, perempuan itu cuma menatapnya kecewa kemudian menangis di depan anaknya sendiri.
Malam semakin dingin, langit berubah temaram tapi alih-alih tidur dan mengistirahatkan tubuhnya di ranjang, Jane malah duduk di tepian balkon sambil menekuk lututnya. Membiarkan udara dingin menjamah setiap jengkal dari kulitnya. Perempuan itu tidak lagi menangis, jujur semenjak kemarin Jane sudah lelah menangis. Air matanya keluar begitu banyak, tapi mau sebanyak apapun air mata yang turun dari netranya, Jane sadar itu semua tidak akan mengubah apa-apa.
Bintang itu benda langit favorit Sebastian. Tapi malam ini, meskipun bumantara dipenuhi gemintang dari barat hingga selatan, Jane merasakan hadirnya tak lain dan tak bukan cuma untuk membuat dadanya semakin sesak.
Sesak sekali hingga ia ingin berhenti bernapas.
Ketukan di pintu menarik atensinya, Jane menoleh, mendapat Sebastian berdiri di sana dengan sorot mata hampa. Tapi senyumnya terkembang, senyum yang Jane tahu tidak memiliki arti bahagia atau sedikitpun menyimpan harsa.
Laki-laki itu berjalan mendekatinya, satu sekon kemudian duduk di sampingnya, ia tidak berkata apa-apa. Cuma geming dan menatap nanar langit malam yang berwarna kelam.
"Tian, is everything will be alright?"
Jane bertanya dengan suara putus asa, dalam beberapa detik setelahnya, kembali ia sapa peluk hangat dari Tian untuknya. Laki-laki dengan kaos hitamnya itu menepuk pelan punggungnya, mencoba untuk menenangkan perasaannya yang bergemuruh. "When i said everything will be okay, it was a promise i had to keep."
"Gue takut Tian... gue takut."
Sebastian melepaskan pelukannya, cuma untuk menatap teduh Jane dengan netra coklat riuhnya. Tian tahu, di kepalanya banyak ia simpan suara yang dibagi cuma untuk dirinya, dan sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, Tian siap sedia mendengarnya berkeluh-kesah.
"Takut apa?"
Suara lembut itu menyapa telinga Jane saat netranya bertaut dengan milik Tian yang segelap obsidian. Tapi alih-alih membuatnya sesak, ditatap seperti itu justru malah membuat Jane merasa hangat. Obsidian yang lebih hangat dari netra kecoklatan miliknya.
Lewat malam dingin itu, lewat hangat Sebastian Haidar atau pada lampu tidur yang cahayanya temaram, Jane mengisahkan kenangan. Perihal suara yang ia simpan cuma untuk si pemuda, perihal ketakutannya yang menjelma jadi nyata.
"Gue takut kalau nanti kita jadi kayak Mama dan Papa."
Sebastian tahu, apa maksud dari kalimat yang diucapkan Jane. Sebastian tahu kenapa kita diucapkan bersama frasa Mama dan Papa. Sebastian tahu lebih dari siapapun di dunia ini. Jane memang bukan berasal dari latar belakang yang sama dengannya, dari dulu tiap dua atau tiga hari sekali, Sebastian akan selalu menjumpai memar di sudut pipi perempuan itu. Dan ketika ditanya kenapa, Jane akan selalu jawab nggak papa aku baik-baik aja.
Faktanya, nggak pernah ada yang baik-baik saja dari Jane Selena. Sebastian juga tahu, jadi pramugari untuk Jane itu bukan sekedar mimpi semata tapi juga jadi amunisi supaya mama dan papa nggak memaksanya untuk cepat menikah setelah ia lulus kuliah. Atau juga supaya ia nggak repot jadi ibu rumah tangga karena sibuk dengan karirnya.
Kalau jadi pramugari itu cita-cita Jane yang pertama, maka tidak menikah dan punya anak adalah cita-citanya yang kedua. Sayangnya, tanpa harus memberi tahu ke mama dan papanya, Jane sudah tahu kalau mimpi yang kedua itu akan ditentang sengit mereka. Hingga akhirnya pada skenario terburuknya, Jane Selena akan jadi budak patriarki selama sisa hidupnya. Persis seperti mama.
Jane nggak mau begitu, sungguh.
"Kita nggak bakal jadi kayak mama dan papa. Jane, kita dua orang yang sama sekali berbeda. Nggak perlu khawatir kalau kita punya hidup yang sama dengan mereka."
Jane menunduk, menggigit bibir bawahnya. Perempuan itu berusaha menanamkan dalam kepalanya, lewat kata-kata Sebastian kalau semuanya akan baik-baik saja. Kalau Jane nggak akan punya kisah yang sama dengan mama dan papanya. Tapi mau sekeras apapun dirinya berusaha menggemakan kalimat itu keras-keras, tetap saja ketakutannya lebih besar.
Bagaimana kalau nanti, Sebastian jadi seperti papa?
Bagaimana kalau nanti, laki-laki itu punya hobi memukulinya?
Bagaimana kalau nanti, semuanya nggak pernah baik-baik saja.
Bagaimana kalau---
"Aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan karena mau aku tanya seratus kali kalau kamu nggak mau bilang, kamu nggak akan cerita. Tapi Jane, lihat aku. Kita emang nggak tahu masa depan akan seperti apa, tapi selama kepalaku masih ada otaknya, menjadi seperti papamu itu kecil kemungkinannya. Jane, aku cuma laki-laki biasa, laki-laki yang nggak sempurna dan banyak salahnya, kalaupun nanti aku jadi laki-laki brengsek, kamu boleh ceraiin aku. Kamu boleh cari laki-laki lain yang lebih baik dari aku, asal aku minta jangan pergi. Jangan kemana-mana. Anak ini butuh ibunya."
Dan tepat saat obsidian hangat milik laki-laki itu menatapnya teduh, Jane kembali mendapat pelukan yang sama hangatnya. Kata-kata Sebastian mampu menyihirnya hingga perasaannya menjadi tenang. Juga peluk hangat laki-laki itu yang mengalahkan dinginnya malam. Untuk sekarang Jane rasa, tidak perlu ada yang dirisaukannya.
Tapi kendati demikian, pada keesokan paginya ketakutannya kembali menyerang.
Kali ini lebih besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Mommy - Hunsoo ✔
RomansaMan is the only animal that refuses to be what he is - Albert Camus Malam itu jadi alasan kuat kenapa hidup Jane Selena berputar 180 derajat. Lewat cahaya lampu yang bersinar terang, atau pada alkohol yang memabukan, sebuah kisah klise telah diranca...