Kenyataan pahit yang paling Mark takuti ketika menjadi seorang pemimpin adalah saat dimana ia gagal melindungi anggotanya.
Pemimpin; seseorang yang terpilih mengemban tugas paling berat, seseorang yang terpilih untuk menjatuhkan wewenangnya, berusaha melindungi semua anggotanya, memastikan semuanya aman terkendali juga seseorang yang bertanggungjawab paling besar atas kesalahan dirinya sendiri atau anggotanya.
Ketika pertama kali, dirinya dipertemukan bersama 6 pemuda lainnya, berunding di dalam sebuah ruangan lantas Haechan mengudarakan sebuah pertanyaan; siapa yang sekiranya pantas jadi pemimpin kita? Mark Hampir tak mempercayai matanya sendiri. Kenyataan bahwa 4 telunjuk mengarah padanya, 1 telunjuk untuk Jeno dan sisanya untuk si pemuda Na.
Menjadi pemimpin itu bukan sebuah hal yang hebat, bukan sebuah hal yang harus dipamerkan ke sana-sini. Itu berat—menurut Mark. Kita harus bisa mengondisikan segalanya. Memberi pengertian kepada anggota, berusaha mengayomi dan yang paling sulit ketika ia didesak untuk menjatuhkan sebuah keputusan. Maka, Mark Lee pun pernah menolak. Kenapa aku? Bukan penolakan tegas melainkan hanya sekedar pertanyaan yang meminta sebuah alasan sebagai jawaban.
Kala itu, Zhong Chenle nampak memangku dagunya, menelisik sosok yang terpilih lewat picingan matanya—kayaknya Mark Hyung punya aura leadership—begitu alasan darinya. Kemudian, Mark berpaling, menatap Jisung dengan alis yang terangkat. Kelewat polos Jisung menjawab, Mark Hyung yang paling tua di sini jadi aku pikir Mark Hyung yang paling dewasa dari kita bertujuh. Belum puas dengan 2 jawaban yang ia terima, Mark kembali melayangkan tatapannya. Kali ini mendarat pada Lee Jeno. Mark Hyung punya pertimbangan yang baik, dia bisa memutuskan dengan baik juga. Mark Hyung pekerja keras, penuh ambisi, jadi aku pikir seandainya ada salah satu dari kita yang mengalami masa sulit, Mark Hyung bisa nenangin dia dengan mudah.
Meski jawaban si pemuda pemilik mata bulan sabit itu yang paling masuk akal, tapi kemauannya masih tak bergoyang. Mark belum sesiap itu untuk memimpin sebuah kelompok. Masih berusaha mengelak, saat itu Mark mengudarakan berbagai macam alasannya. Inilah, itulah, apalah, pokoknya semua yang melintas di dalam benaknya, ia sebut. Sayangnya, 1 lawan 6 tak akan pernah menang. Apalagi lawannya adalah mereka-mereka yang keras kepala.
"Mark Hyung tenang aja. Kita nggak akan pernah nyalahin Hyung atas apa yang udah terjadi. Semuanya bertanggungjawab. Saling bangun-membangun. Saling menyemangati dan saling membantu. Ibaratnya, posisi Mark Hyung sekarang itu pilar terakhir dimana setelah kita melakukan sesuatu, Mark Hyung yang menilai dan memberi saran, keputusan pun bisa tapi kalau Hyung sendiri masih belum mantap, kita bisa cari keputusan itu bersama-sama."
Pada akhirnya, Mark menghembuskan nafas panjangnya. Lee Jeno berhasil melenyapkan beberapa persen rasa kekhawatirannya.
Kepalanya mendongak. Hamparan angkasa yang nampak baik-baik saja—setenang air—membuatnya sedikit iri. Langit nampak damai. Para awan-awan selembut kapas itu akan bergerak pelan-pelan, memukau semua pasang mata yang menyaksikan. Kalau boleh jujur, Mark hanya ingin seperti itu. Dia dan kelompoknya, bergerak pelan namun berhasil membuat semua orang menderaikan decak kagum. Bersorak lebih keras dari apapun.
Mulanya, Mark pikir menjadi pemimpin tak terlalu sulit selama anggotanya banyak berpartisipasi. Meski kelewat hiperaktif, masing-masing dari mereka selalu berperan banyak. Menguraikan pendapatnya. Paling tidak, Mark Lee hanya kewalahan dalam mengatur emosi para anggotanya terutama Haechan, Renjun dan Chenle.
Orang bilang, hidup wajar ditimpa kerikil-kerikil kecil sebagai bentuk cobaan. Tapi Mark belum terbiasa. Dirinya yang saat ini menyandang sebagai pemimpin, tak terbiasa dengan hadirnya kerikil-kerikil itu. Meski kecil, perlahan, semuanya bisa terluka. Tergores, tak menemukan jalan keluar namun jatuh terperosok semakin dalam kepada sesuatu yang dinamai kegagalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lose Me If You Can ✔️
ФанфикSatu-satunya yang paling ampuh mengacaukan jiwa Park Jisung hanyalah masa depan. Tentang mereka, tentang dirinya bersama 6 pemuda itu. Mereka telah memulai garis awal bersama-sama. Maka seharusnya mereka pun berakhir dalam akhir yang sama pula. Tapi...