“Bagaimana adik mu?” tanya nyonya Park begitu melihat Eun Chae datang ke kafetaria.
“Ah~ dia sudah baikan. Terimakasih memberikan saya ijin untuk pulang cepat kemarin.” kata Eun Chae sambil menundukkan badannya dalam-dalam. Kemarin ia bergegas pulang ke rumah begitu mendengar kabar adiknya, Min Chae demam.
“Sejak usia berapa ia seperti itu? Apakah sejak lahir?” tanya Joon Ha yang juga ada di sana. Semenjak ada Eun Chae membantu ibunya, ia selalu datang ke kafetaria sepulang kuliah atau ketika jam kuliah kosong. Ibunya selalu menggodanya dengan mengatakan ia memiliki hati pada gadis bernama Eun Chae dan ia selalu menyangkal bahwa tak mungkin Eun Chae akan menyukai lelaki seperti ia dengan semburat wajah memerah.
“Ah~ tidak. Min Chae-ah sejak kecil tumbuh normal. Suatu ketika ia terserang demam tinggi dan setelahnya ia mulai seperti itu.” kata Eun Chae tersenyum sedih. Ia mulai menyiapkan semua hidangan dan menyibukkan dirinya dengan melayani permintaan mahasiswa yang datang.
Usia Song Min Chae saat ini 11 tahun. Ia tumbuh menjadi gadis yang cantik. Hanya saja ketika usianya 4 tahun, Min Chae mendapatkan deman yang sangat tinggi. Hypertermia. Panas tubuhnya tidak bisa diturunkan secara alami oleh sistem tubuh. Dokter bilang, suhu tubuh yang tinggi ini lah yang menyebabkan adanya kerusakan pada otak. Ia menyebut-nyebut soal bagian Neokorteks; yang mempengaruhi kemampuan cara berfikir, bahasa, penalaran, refleks motorik dan pengambilan keputusan dan Caudoputamen; yang mengatur dan mempengaruhi proses belajar atau memahami sesuatu.
“Hei bodoh! Apa yang kau lakukan sih!!” Seorang gadis cantik membentak Eun Chae membuat Eun Chae kembali kekesadarannya.
“Maaf. Maafkan saya.” Eun Chae langsung menundukkan kepalanya sambil mengucapkan maaf.
“Ahjumaaaa!!” teriak gadis itu lagi masih tak merasa senang. Nyonya Park yang sedari tadi sudah melihat kejadian itu langsung berlari kearah Eun Chae dan gadis itu berdiri.
“Nona Shin Ae...maaf kan putri saya.” kata nyonya Park. Eun Chae kembali membungkukkan badannya.
“Putri mu?” kata nona Shin Ae menaikkan sebelah alisnya merasa heran. Setahunya nyonya Park tak memiliki seorang putri dan hanya memiliki seorang putra bertubuh gemuk. “Sudahlah. Bawakan makanan ke mejaku segera.” dan nona Shin langsung berlalu dengan ekspresi kembali ceria. Orang-orang yang melihat kejadian itu saling berbisik. Nyonya Park mengangguk dan langsung menyiapkan pesanan gadis itu.
“Ahjumma...biar aku yang membawakannya.” kata Eun Chae melihat nyonya Park membawa nampan berisi makanan. Nyonya Park tersenyum kecil merasa senang Eun Chae memanggilnya bibi seperti yang ia minta.
“Tidak perlu, biar ahjumma saja. Kau layani yang lainnya. Mereka sudah menunggu.” kata nyonya Park. Eun Chae mengangguk menyetujui dan langsung bergegas melayani antrian mahasiswa. Beberapa dari mereka menghibur Eun Chae dengan mengatakan kalau gadis itu memang sangat keterlaluan.
“Ada apa ahjumma?” tanya Eun Chae melihat nyonya Park kembali dengan nampannya yang masih lengkap belum tersentuh.
“Ah~ dia minta diganti dengan yang baru. Ini kurang panas katanya.” nyonya Park tersenyum kecil dan bergegas mengganti makanan dengan yang baru, sesuai dengan yang diminta.
“Tadi itu masih panas. Kita baru saja mengangkatnya dari kompor.” desah Eun Chae memperhatikan nyonya Park yang sedang menuangkan sup ke dalam mangkok. “Biar aku saja yang mengantarnya kali ini, ahjumma. Sepertinya dia masih kesal karena perbuatanku hingga ia berlaku seperti itu.”
“Tidak perlu.” kata nyonya Park tersenyum.
“Tidak, ahjumma. Biar aku saja. Aku akan meminta maafnya sekali lagi.” kata Eun Chae bersikeras. Nyonya Park akhirnya menyetujui permintaan Eun Chae.