Semua berawal di mana saat aku jatuh, jatuh dari surga. Kilatan cahaya masuk ke bumi, tembus hingga neraka dan lenyap.
Ku menetap di neraka, selama beratus tahun lamanya. Tidak tahu kapan akan keluar.
Saat aku sudah memasrahkan hidupku, seketika cahaya datang.
Tibalah saatnya. Saat di mana aku dapat bebas pergi kemana pun aku mau.
Tentu saja bumi menjadi destinasi utama, aku sangat penasaran dengan apa yang Bapa ciptakan. Aku sangat penasaran dengan seagung apa ciptaanNya.
Ku datangi tempat bernama Paris dengan menara Eiffel sebagai landmark nya.
Mataku berbinar melihat menara itu.
"Apakah benar manusia-manusia kecil ini yang membuatnya?"
Ku lanjutkan perjalanan ku hingga ke Italia. Tentu saja aku kagum dengan menra Pisa yang kujumpai.
Bahkan aku sampai berguman, "Apakah ini menara Babel versi miring?"
Karena aku semakin penasaran dengan dunia ini aku tidak berhenti menjelajahinya.
"Betapa indahnya," kata ku mengagumi.
Bapa tidak salah, manusia memang mengagumkan. Pantas saja ia memintau untuk memuja mereka.
Di mataku mereka merupakan mahluk yang indah, senyum hangat terpasang di wajah mereka, saling menolong, memiliki empati dan simpati.
Mungkin memang dulu aku terlalu angkuh, hingga menolak tunduk pada mereka.
.
.
.
Aku sangat menikmati hari-hari ku di bumi. Beberapa hari ini sangat menyenangkan.
Bahkan sekarang aku menyamar menjadi salah satu dari mereka. Betapa bahagianya aku dapat mencicipi kehidupan sebagai manusia.
"Aku ingin jalan-jalan sedikit lagi sebelum kembali"
Di tengah jalan pucuk mataku menangkap sesuatu. Tapi aku tak menghiraukannya, kupikir itu hanyalah permainan manusia.
Aku heran karena hampir di setiap pucuk jalan aku menemukan manusia memainkan hal tersebut.
Karena penasaran ku sudahi penyamaranku dan ku dekati salah seorang di pucuk jalan itu.
"Ah sudah selesai?" gumanku pelan
Ternyata orang di pucuk jalan itu adalah seorang anak perempuan mungil. Ia terlihat sangat lemah.
Kuikuti ia sampai ke sebuah rumah besar tua.
"Mungkin itu rumahnya(?)"
"Aku pulang," katanya pelan
Ternyata dia seorang bangsawan, mungkin hanya bangsawan pinggiran tapi aku penasaran apakah hidupnya seperti yang aku baca di cerita.
Kehidupan bangsawan yang aku imajinasikan adalah dengan pakaian indah, makanan enak dan dihormati oleh banyak orang.
Tapi apa permainan yang di pucuk jalan itu permainan yang cocok untuk bangsawan?
Sebelum pertanyaanku terjawab aku dikejutkan dengan tamparan yang diterima oleh gadis kecil tadi.
hidungnya berdarah dan pipinya biru namun ia tak mengeluarkan sepatah katapun. Setelah mengangguk ia berlari ke sebuah ruangan.