• ѕєηιη кєℓαвυ

329 234 71
                                    

Senin, 25 Februari 2019

Dengan langkah yang terkesan tak sabar, Mark terus mengayunkan kaki panjangnya masuk ke dalam kafe yang kini menjadi tujuannya. Ia mengedarkan pandangan, mencari sesosok wanita yang telah mengajaknya bertemu di sini. Setelah menemukan sosok itu, Mark langsung menghampirinya.

Mark menatap wanita di hadapannya dengan rasa bersalah yang menggerogoti perasaannya. Ia telah membiarkan wanita di hadapannya ini menunggu terlalu lama.

"Maaf kelamaan, Tan," ucap remaja itu.

"Gapapa kok, Mark."

Mark tersenyum manis seraya mengangguk kecil. "Hm, Tante, mau makan atau mau minum dulu?"

"Eh, nggak usah, Mark. Tante ke sini nggak lama kok, cuma mau ngomongin sesuatu aja sama kamu."

"Tapi nggak enak, Tan, kalo kita cuma ngobrol tanpa pesen apa-apa," balas Mark berbisik.

"Bener juga."

"Jadi Tante Rahel mau apa? Biar aku yang pesenin."

"Jus jeruk aja deh, Mark."

"Oke, Tan," ucap Mark yang langsung berlalu untuk memesan pesenan mereka berdua.

Setelah selesai memesan, Mark segera kembali ke hadapan Rahel. Ia tak akan membiarkan wanita itu menunggunya, lagi.

"Jadi Tante mau ngomong soal apa?" tanya Mark ketika telah mendudukkan dirinya kembali.

"I-itu, Mark..."

"Kenapa, Tan?"

"Claudia."

Kening Mark berkerut, rasa penasaran mulai memenuhi dirinya. "Claudia kenapa, Tan?"

"Claudia sakit," cicit Rahel pelan.

"Sa-sakit apa, Tan? Tante nggak bohong kan?" tanya pemuda itu dengan terbata-bata.

Rahel memejamkan matanya. Kini dadanya mulai terasa sesak. Ia benar-benar tak sanggup untuk mengatakan semua ini.

"Tan," panggil Mark dengan pelan. "Claudia kenapa, Tan? Dia sakit apa?"

Wanita itu membuka kembali matanya. Menatap remaja yang ada di hadapannya dengan sendu. "Claudia sa-sakit alzheimer."

Mark terdiam. Dalam benaknya, ia mulai bertanya-tanya, penyakit apa itu?

"Tante tau kamu nggak ngerti itu penyakit apa, tapi yang jelas, itu penyakit yang nggak bi-bisa disembuhin, Mark. Selain itu, alzheimer juga penyakit yang se-semakin lama akan semakin pa-parah."

Mata Rahel tampak berkaca-kaca, namun ia tetap berusaha untuk menahan air matanya agar tidak tumpah. "Penyakit itu menyerang otak serta mental korbannya secara perlahan. Bisa dibilang, penyakit ini sedikit mirip dengan amnesia."

"Bedanya, amnesia bisa sembuh, ta-tapi alzheimer nggak akan pernah bisa se-sembuh," sambung Rahel dengan suara seraknya. Bahkan kini, air mata yang sejak tadi ia tahan, telah tumpah dan telah mengalir dengan deras.

Mulut Mark terbuka. Ia sungguh tak percaya dengan semua kenyataan ini! Tolong katakan padanya, kalau semua ini hanyalah omong kosong. Cepat katakan!

"Apa semua ini gara-gara kecelakaan itu, Tan?" tanya Mark memastikan.

Rahel menggeleng lemah. Sebenarnya ia juga tidak tahu, sama seperti dokter yang telah menangani anak gadisnya itu.

"Tante sama sekali nggak tau, Mark, bahkan dokter yang udah tangani Claudia aja nggak bisa pastiin penyebab pastinya itu apa."

"Ja-jadi Claudia gimana, Tan?"

Rahel menghapus air matanya dengan kasar lalu ia menghela nafasnya. Melihat itu, Mark memilih untuk diam, ia bingung harus berbuat apa.

Kini keheningan menyelimuti mereka. Membiarkan keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Tak lama, pesanan mereka datang. Membuat Mark tersenyum dengan terpaksa seraya mengucapkan terimakasih kepada pelayan tersebut.

"Minum dulu, Tan," ucap Mark sambil menyodorkan jus jeruk milik Rahel.

Rahel mengangguk pelan. Setelah meminum jus jeruk itu, Rahel kembali menatap Mark, kali ini raut wajahnya jauh lebih tenang.

"Apa sekarang Tante udah mendingan?"

"Udah, Mark."

"Jadi sekarang Tante mau gimana? Pulang?"

Rahel menggeleng tegas. "Jangan! Tante belum selesai cerita semuanya sama kamu."

Mark menghela nafasnya. Ia belum siap untuk mendengar semua fakta-fakta menyakitkan itu.

"Semakin lama, ingatan Claudia akan semakin hilang. Dan mungkin nanti dia nggak akan pernah inget lagi sama kita."

"Kita emang nggak akan pernah tau kapan hal itu akan terjadi, tapi yang jelas, kita harus siapin hati kita mulai dari sekarang. Khususnya buat kamu, Mark, karena Tante tau seberapa besar rasa cinta dan sayang kamu buat Claudia."

"Apa kita nggak bisa cegah hal itu, Tan?" tanya Mark penuh harap. "Dan sejak kapan Claudia menderita penyakit itu?"

"Kita nggak bisa berbuat banyak, Mark, karena penyakit ini udah berjalan hampir satu tahun dan Tante juga baru tau tentang hal ini," balas Rahel seraya tersenyum tipis. "Sejak awal cuma Claudia yang tau tentang tentang penyakit ini dan selama itu juga dia berhasil sembunyiin ini semua dari kita."

Mark diam. Otaknya tampak bekerja lebih keras untuk menangkap semua fakta ini.

"Mark."

"I-iya, Tante?" tanya Mark ketika kesadarannya kembali.

"Tolong jangan tinggalin Claudia ya?" pinta Rahel dengan tulus. "Tolong tetep temenin anak Tante, walaupun sekarang kamu udah tau keadaan ke depannya akan seperti apa."

Dengan tulus, senyum Mark mengembang sempurna. "Mark janji, Mark akan selalu ada di sisi Claudia. Tante nggak usah khawatir ya?"

Rahel membalas senyum Mark dengan lembut. Ia mengangguk kecil, walau hatinya terasa perih. "Makasih, Mark."

"Sama-sama, Tante."

"Mark."

"Iya, Tan?"

"Boleh Tante minta satu hal lagi sama kamu?"

Mark menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Tolong rahasiain ini semua ya? Karena Claudia nggak mau orang lain tau tentang penyakitnya, dia nggak mau bikin orang lain khawatir apalagi kasian sama dia."

"Tante tenang aja ya, aku akan bersikap pura-pura nggak tau apa-apa di depan Claudia."

"Makasih ya, Mark. Makasih banyak."

Mark mengangguk kecil sebagai respons. "Tan, kira-kira kapan ya Claudia bisa masuk sekolah?"

"Mungkin hari Rabu, nanti kamu jemput dia di rumah ya?"

Mark kembali mengangguk. "Siap, Tante!"

"Claudia pasti beruntung banget bisa punya pacar kayak kamu."

"Tante salah," ucap Mark dengan senyum manisnya. "Di sini aku yang beruntung karena bisa pacarin cewek kuat kayak Claudia."

~♥~

kalo kalian masih penasaran sama penyakitnya si claudia, kalian bisa langsung cek penyakitnya di google ya!!!

Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang