• ρєηנєℓαѕαη

229 191 134
                                    

Senin, 25 Maret 2019

Ada begitu banyak pertanyaan yang muncul di benak Rini dan Lena-tentang apa sebenarnya penyakit yang tengah diderita oleh Claudia, sahabat mereka. Dan untuk menjawab semua pertanyaan itu, tentu saja mereka harus bertanya langsung kepada Mark, karena menurut mereka, hanya pemuda itulah yang dapat menjawab semua pertanyaan mereka.

Hal yang pertama kali, yang kedua gadis itu lakukan saat tak sengaja bertemu dengan Mark adalah segera menarik pemuda itu untuk menuju ke taman sekolah.

"Ck! Lo berdua ngapain sih?" tanya Mark ketika kedua tangannya telah bebas dari cengkeraman kedua gadis itu.

Rini menghela nafasnya dengan berat. Belum apa-apa saja matanya sudah mulai berair. Menyebalkan!

"Tolong jelasin ke kita, sebenernya Claudia itu sakit apa, Mark?" tanya Rini pelan.

Lena mengangguk setuju. "Kenapa dia bisa lupa sama kita berdua?" tambah gadis itu.

Kening Mark berkerut. Apa yang harus ia katakan sekarang? Haruskah ia jujur kepada mereka? Namun itu tidak mungkin, karena ia sudah berjanji untuk menjaga rahasia ini.

"Maksudnya?" tanya Mark pura-pura tak mengerti.

"Tolong jujur, Mark," pinta Rini.

"Jujur? Gue harus jujur soal apa?"

"Jawab pertanyaan kita yang sebelumnya. Dan kita mau lo jujur!" ulang Rini dengan tegas.

"Sorry, tapi gue sama sekali nggak ngerti sama pertanyaan lo yang sebelumnya," balas Mark tenang.

Air mata Rini mengalir. Ia menatap Mark dengan sendu. "A-apa lo bener-bener nggak mau kasih tau kita? Claudia sakit apa, Mark?"

"Mark, gue mohon sama lo... Tolong kasih tau semuanya ke kita sekarang," seru Lena dengan tangan yang tengah sibuk mengelus lembut pundak Rini.

Mark bungkam. Haruskah?

"Kita ini sahabatnya Claudia, Mark. Jadi gue rasa, kita berdua berhak tau soal penyakit sialan itu! Kita berhak tau, Mark!" sambung Lena.

"Tap-"

"Mungkin lo ngerasa nggak ada gunanya kalo ngasih tau semua itu ke kita, tapi gue mohon, Mark, tolong kasih tau kita, walaupun itu cuma sedikit," ucap Rini memotong perkataan Mark.

Mark menghela nafasnya dengan susah payah. Kalau sudah begini, Mark tak punya pilihan lain. Ia harus segera memberitahu mereka, karena bagaimana pun, mereka tetap sahabat gadisnya.

"Oke," balas Mark. "Tapi tolong rahasiain ini."

"Gue janji!" sahut Lena dan Rini.

Kedua gadis itu menatap Mark dengan tatapan penuh harap. Saat ini, mereka sangat berharap, kalau penyakit yang tengah diderita oleh Cladia tidak separah bayangan mereka.

"Alzheimer. Itu nama penyakit yang lagi diderita sama Claudia."

Kedua gadis itu terdiam. Kini keduanya tampak bertanya-tanya, penyakit apa itu?

"Penyakit itu menyerang otak serta mental korbannya secara perlahan. Dan penyakit itu juga yang jadi alasan kenapa Claudia bisa lupa sama kalian berdua."

Lena membekap mulutnya. Ia sungguh tak percaya oleh ucapan pemuda itu, karena apa yang dikatakan oleh pemuda itu hanyalah omong kosong! Benarkan?

"Pe-penyakit itu bisa se-sembuh kan, Mark?" tanya Rini terbata-bata.

Mark tersenyum tipis.

"Bisa kan?" ulang Lena kala melihat senyum pemuda tersebut.

Senyum di bibir Mark mendadak hilang. "Sayangnya nggak bisa."

Kedua gadis itu tampak dengan kompak membekap mulutnya. Menggelengkan kepalanya berkali-kali-pertanda jika mereka tidak mempercayai semua ini.

Tak lama, Rini tertawa hambar. Menertawakan segala omong kosong yang baru saja keluar dari mulut seorang Mark Lee. "Hahaha bercanda lo sama sekali nggak lucu!"

"Gue nggak bercanda!" tandas pemuda itu. "Tante Rahel yang bilang itu semua ke gue."

"Gue nyesel karena udah tau tentang penyakit sialan ini," gumam Rini.

"Terus Claudia gimana, Mark?" tanya Lena dengan lemah.

"Semakin lama, ingatannya akan semakin hilang," balas Mark dengan susah payah. "Dan cepat atau lambat, dia bakalan lupa sama kita."

Tepat di saat itulah, seluruh dunia Lena dan Rini telah berakhir. Bahkan kini air mata keduanya terus mengalir-mengalir semakin deras. Sungguh, mereka sangat membenci fakta ini.

"Gimana? Kalian pasti nyesel kan? Nyesel karena udah maksa gue buat kasih tau tentang penyakit ini," ujar Mark sambil terkekeh kecil.

"Nyesel itu pasti, tapi apa boleh buat?" sahut Rini ikut terkekeh kecil.

"Thanks, Mark! Thanks buat penjelasan yang menyakitkan ini," ucap Lena sambil tersenyum tipis.

"Boleh gue minta sesuatu sama lo berdua?" Setelah mendapatkan anggukan dari kedua gadis itu, Mark kembali membuka mulutnya. "Tolong jangan pernah berhenti buat jadi sahabatnya Claudia, meskipun lo berdua udah tau gimana kondisinya sekarang."

Rini mengangguk sambil menepuk pelan pundak pemuda itu. "Lo tenang aja, Mark. Gue nggak seberengsek itu."

Lena menghapus air matanya dengan kasar. Senyum manisnya mulai mengembang. "Bener, cuma orang berengsek yang berani ninggalin sahabatnya di saat dia tau sahabatnya lagi kesulitan."

"Makasih, Rin, Len. Claudia bener-bener beruntung karena bisa dikelilingi sama orang-orang tulus kayak kalian berdua ini."

~♥~

Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang