Rabu, 10 April 2019
Bergantung penuh pada dinding putih kamarnya, gadis itu mulai berjalan pelan menuju kamar mandi. Ia ingin buang air kecil, namun ternyata tak semudah itu, karena kini tubuhnya terasa begitu lemas dan sedikit sulit untuk digerakkan.
Seluruh tenaga telah ia kerahkan. Hingga akhirnya, gadis itu berhasil.
Lima menit berlalu. Sepuluh menit telah terlewati. Namun gadis itu belum juga keluar dari sana. Entah apa yang tengah gadis itu lakukan.
"Clau, makan dulu yuk," ajak Rahel dari luar kamar gadis itu.
Hening.
"Ayo makan dulu, Dek!" ujar Rahel sambil terus mengetuk pintu kamar anaknya.
Kening Rahel mengerut kala tak ada satu pun jawaban yang ia dapatkan dari gadis itu. "Clau? Kamu di dalem kan?" tanyanya memastikan.
"Mama masuk ya?" ucap wanita itu meminta izin.
Rahel menatap kasur anaknya yang tampak berantakan dan kosong. Dengan segera, ia merapikan kasur itu kembali-sembari menunggu anaknya keluar dari kamar mandi.
Bagaimana Rahel tahu kalau anaknya tengah berada di dalam kamar mandi? Tentu saja ia tahu, karena sejak ia masuk ke dalam kamar ini, ia sudah mendengar suara air mengalir dari dalam kamar mandi gadis itu.
Setelah selasai merapikan kasur Claudia, Rahel memilih untuk mendudukkan dirinya di atas sofa kecil yang memang tersedia di sana. Ia masih menunggu putrinya kembali.
Lima belas menit telah berlalu, namun wanita itu belum juga mendapatkan kehadiran anaknya. Karena penasaran, ia memilih untuk menghampiri gadis itu, menunggunya tepat di depan pintu kamar mandi.
Dengan hati yang mulai cemas, Rahel mengetuk pelan pintu kamar mandi yang ada di depannya. "Clau?"
Tak ada jawaban. Dan tentu saja itu membuat kecemasannya bertambah.
Kini ia berusaha untuk membuka pintu kamar mandi itu. Tapi tak bisa. Pintunya terkunci.
Tanpa membuang banyak waktu, Rahel segera berlari ke kamarnya-mengambil kunci cadangan pintu kamar mandi ini.
Setelah mendapatkannya, ia segera membuka pintu ini. Matanya membesar kala melihat pemandangan yang ada di depannya.
Anaknya.
Anaknya telah tergeletak tak sadarkan diri. Dengan darah segar yang terus mengalir dari kepalanya.
"CLAU! KAMU MASIH DENGER SUARA MAMA KAN?" teriak Rahel sambil mengangkat kepala Claudia ke atas pahanya.
"CLAUDIA! BANGUN!"
Dalam tangisnya, Rahel kembali berteriak, namun kali ini untuk memanggil suaminya. "PA! BURUAN KE SINI!"
"PAPA, CEPETAN! ARGH!"
Tangis Rahel semakin pecah kala tatapan dirinya kembali tertuju pada anaknya. Ia tak tahan. Ia benar-benar tak tahan dengan semua ini!
"PAPA!!!"
Tak lama, Dion datang. Ia segera berlari menuju kamar mandi. Dan kini tubuhnya menegang kala melihat kondisi anaknya yang malang.
Saat kesadarannya telah kembali, Dion segera mengambil alih tubuh Claudia. Ia membawa gadis itu ke dalam gendongannya, membawanya menuju mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit.
Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, tangis Rahel belum juga mereda. Sesekali ia menggoyangkan tubuh Claudia, berharap gadis itu dapat segera bangun.
"Sayang, tenang ya," ujar Dion menenangkan. Sejak tadi matanya terus menatap ke arah kedua wanita kesayangannya itu dari spion mobil miliknya.
"Sekarang jelasin ke aku, gimana caranya aku bisa tenang? Kamu liat ini! Claudia kita lagi kesakitan, Pa!" seru Rahel dengan wajah basahnya.
"Da-darah di kepala Claudia juga masih terus ngalir sampe sekarang," sambung Rahel dengan pelan.
Dion mengacak rambutnya frustrasi. Ia juga memukul setir mobilnya dengan kasar. Tak lama, ia malah semakin mempercepat laju kendaraannya.
"Hati-hati, Pa!"
Dion hanya diam. Ia terus fokus pada tugasnya. Tugas untuk mengantarkan anak gadisnya dengan selamat sampai tujuan.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit lamanya, akhirnya mereka sampai juga. Dan tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Dion segera membawa Claudia menuju ruang UGD.
Rahel menunggu di luar. Kini dirinya hanya bisa menatap pintu besar yang ada di depannya dengan raut wajah yang sangat kentara sekali cemasnya. Tangisnya memang sudah berhenti, namun rasa takut masih menguasai perasaannya.
Rahel takut kehilangan Claudia-anak gadisnya yang manis.
Tak lama, Dion keluar dari ruang UGD dan langsung menghampiri istrinya. Ia tahu, Rahel pasti sangat terkejut akan kejadian ini-karena bagaimana pun, istrinya adalah orang pertama yang melihat kondisi Claudia saat gadis itu terjatuh di dalam kamar mandi miliknya sendiri.
Dengan sigap, Dion segera membawa Rahel ke dalam pelukannya. Ia mengusap lembut rambut istrinya, berharap semua tindakannya ini dapat berhasil menenangkan Rahel, istrinya.
"Sayang, Claudia kita nggak akan kenapa-kenapa. Dia anak yang kuat, kamu harus tau itu!"
Dalam peluknya, Rahel mengangguk lemah. "Iya, aku tau! Anak kita kan emang anak yang kuat."
"Iya, persis kayak kamu," sahut Dion dengan cepat. "Kalian berdua emang wanita kuat. Aku bangga bisa miliki kalian."
"Udah ya, Sayang, kamu tenang dulu. Sekarang yang bisa kita lakuin itu ya berdoa, serahin semuanya ke Tuhan," sambung Dion sambil mengecup puncak kepala Rahel dalam waktu yang cukup lama.
~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉ
Fanfiction❝ 𝓲𝓷𝓲 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓬𝓮𝓻𝓲𝓽𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓭𝓪𝓷 𝓴𝓪𝓶𝓾 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓱𝓪𝓻𝓾𝓼 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓼𝓮𝓬𝓮𝓹𝓪𝓽 𝓲𝓷𝓲. ❞ ₛ: ₂/₈/₂₀₂₁ ₑ: ₂/₉/₂₀₂₁