Senin, 22 April 2019
Sejak beberapa hari yang lalu, kondisi Claudia semakin memburuk. Gadis itu masih koma dan hingga kini ia belum juga sadar dari tidur panjangnya.
Selama menjalani hari-harinya yang suram, Claudia tak pernah sendiri, karena orang tua gadis itu juga ada di sini, menemaninya tanpa rasa jenuh. Tak hanya itu, setiap jam pulang sekolah-seperti saat ini-kekasih dan teman-temannya juga selalu datang untuk menjenguknya.
"Clau, kapan lo mau bangun?" tanya Lena sambil menatap lekat ke arah gadis itu. "Bangun, Clau! Lo udah tidur dari seminggu yang lalu, emangnya lo nggak bosen ya tidur terus kayak gitu?"
Rini maju mendekati Lena, mengusap punggung Lena dengan lembut. "Claudia pasti bangun kok, Len. Dia nggak mungkin tidur lama-lama kayak gini."
"Beneran kan, Rin?" tanya Lena penuh harap.
Dengan ragu, Rini mulai menganggukkan kepalanya. "Kita berdoa aja ya, Len."
Mark yang sejak tadi diam dan hanya menatap gadisnya dari jauh, kini mulai melangkahkan kakinya ke arah gadis itu. Ia mendudukkan dirinya tepat di samping gadis itu. Mark mengusap tangan gadisnya dengan lembut, berharap kalau sentuhan kecilnya dapat segera membangunkan gadis itu dari tidur panjangnya.
Tanpa diduga, tiba-tiba saja tangan gadis itu bergerak. Lalu perlahan tapi pasti, sepasang kelopak mata Claudia terbuka, ia menatap orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan sayu.
"Clau," seru semuanya.
Claudia tersenyum. Kini mata sayunya tampak sibuk menatap orang-orang di sekelilingnya secara bergantian. Ada rasa bahagia yang terpancar jelas dari wajah pucat gadis itu.
"Kamu udah sadar, Sayang?" tanya Rahel sambil menghapus jejak air matanya dengan kasar.
Claudia hanya mengangguk sebagai balasan atas pertanyaan dari mamanya tersebut.
Kini mata gadis itu kembali bergerak secara liar, menatap mereka sekali lagi. "To-tolong ja-jangan nangis. Kalian nggak boleh nangis..." lirih gadis itu.
Ya, semua orang yang ada di sana memang sedang menitikkan air mata. Benteng yang selama ini sudah mereka bangun sedemikian rupa, kini telah hancur dalam sekejap.
"Tolong berhenti..."
Mendengar hal itu, mereka segera melaksanakannya. Dengan gerakan super cepat, mereka segera menghapus jejak air mata mereka. Setelahnya, mereka tersenyum lembut.
Claudia ikut tersenyum. "Ma-makasih."
"Claudia harus sembuh ya, Dek?" ujar Dion sambil mengusap lembut rambut gadis itu.
"Maaf, tapi a-aku nggak bisa janji."
Dion tersenyum tipis. Ada rasa perih kala mendengar kalimat itu. "Papa ngerti kok, tapi boleh Papa minta sesuatu sama kamu?"
Claudia mengangguk patuh.
"Tolong usahain buat sembuh ya, Dek?" pinta Dion dengan lembut.
"I-iya," jawab Claudia dengan perasaan ragu.
"Clau, aku Mark," sapa Mark.
Claudia menoleh, menatap mata Mark dengan sendu. Tak lama, pandangannya turun ke arah genggaman tangan mereka.
"Masih sakit?" tanya Mark dengan lembut.
Claudia segera mengangkat pandangannya. "Iya, sakit, semuanya masih sakit," balas Claudia dengan jujur.
Mark tersenyum tipis. "Gapapa, nanti juga hilang kok rasa sakitnya."
Claudia hanya mengangguk kecil, tanpa berniat untuk membalasnya.
"Clau, gue Lena, inget kan?" tanya Lena dengan lirih.
"Hm, nggak."
"O-oh, iya gapapa," sahut Lena sambil tersenyum hambar.
"By the way lo hebat banget! Lo hebat karena udah berhasil lewatin semua masa koma lo itu dengan baik. Gue bangga sama lo, Clau," seru Lena dengan antusias. Saking antusiasnya, gadis itu bahkan sudah melupakan sakit di hatinya yang beberapa saat yang lalu sempat ia rasakan.
Rini mengangguk setuju. "Bener banget! Gue juga bangga sama lo, Clau. Makasih ya, makasih karena udah bertahan sejauh ini."
"Makasih juga, aku begini juga gara-gara doa kalian," balas Claudia.
Setelahnya, Mark, Lena dan Rini menemani gadis manis itu sampai malam tiba. Sejak tadi keempatnya tampak asik berbincang bersama, membahas segala hal yang berkaitan dengan sekolah mereka. Pembicaraan hangat itulah yang membuat mereka sampai lupa waktu, mereka terlalu larut dalam suasana yang ada.
"Asik banget sih ngobrolnya, Om ikutan dong," celetuk Dion.
"Hehehe sini, Om," sahut Rini.
"Kalian masih mau ngobrol ya?" tanya Rahel dengan hati-hati.
"Iya, Tan, lagi seru nih!" balas Lena.
"Iya, Tante tau, tapi emangnya kalian nggak pada pulang nih?" tanya Rahel sambil terkekeh kecil.
"Emangnya sekarang jam berapa sih, Tan?" tanya Rini.
"Jam setengah sepuluh," balas Rahel setelah melirik jam tangannya sejenak.
Ketiga remaja itu tampak terkejut. Selama itukah?
"Astaga, udah malem banget!" pekik Lena panik.
"Mau Om anter?" tanya Dion kala melihat raut wajah kedua gadis itu.
Mark menggeleng. "Mark aja, Om."
"Gue naik taksi aja deh, Mark," tolak Lena dengan cepat.
"Gue bareng si Lena aja," sahut Rini.
"Sama gue aja. Jam segini udah nggak ada taksi yang lewat," ujar Mark dengan tegas.
Karena sedang tidak ingin berdebat, akhirnya kedua gadis itu memilih mengalah dan mengikuti perkataan pemuda itu.
"Gue balik dulu ya, Clau, besok gue balik lagi," pamit Rini.
"Hati-hati ya," sahut Claudia seraya tersenyum tulus.
"Gue juga balik ya, Clau," ujar Lena.
"Iya, hati-hati."
"Aku pulang ya, Clau, besok aku ke sini lagi," ucap Mark seraya mengusap lembut rambut gadisnya.
Claudia mengangguk kecil seraya menampilkan senyuman manisnya. "Kamu hati-hati ya."
Setelahnya, ketiga remaja itu berpamitan kepada Dion dan Rahel. Lalu mereka pergi dari sana, untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉ
أدب الهواة❝ 𝓲𝓷𝓲 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓬𝓮𝓻𝓲𝓽𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓭𝓪𝓷 𝓴𝓪𝓶𝓾 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓱𝓪𝓻𝓾𝓼 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓼𝓮𝓬𝓮𝓹𝓪𝓽 𝓲𝓷𝓲. ❞ ₛ: ₂/₈/₂₀₂₁ ₑ: ₂/₉/₂₀₂₁