Aku memasuki rumah setelah joging di taman komplek rumahku. Aku sengaja menyempatkan untuk olahraga karena akhir-akhir ini aku terlalu banyak duduk untuk mengerjakan tugas-tugas biadab itu.
"Ayana kok baru pulang?" Aku mendongak menatap wanita berumur 40-an yang sedang menuruni tangga. "Mamah telfon juga ngga diangkat"
"Hpnya aku tinggal" jawabku seadanya. Aku masih memerhatikan mamah tiriku ini. Cantik? Tentu saja. Baik? Sama seperti bundaku. Tidak pernah membeda-bedakan aku dengan Randy.
Sudah empat tahun aku hidup bersama dengan mamah tiriku. Karena ayah jarang di rumah karena pekerjaannya sebagai pilot jadi mamah yang menjagaku.
Mamah tersenyum hangat ke arahku lalu mengusap keringat yang ada di pelipisku menggunakan punggung tangannya. "Ya udah habis ini istirahat dulu baru bersih-bersih. Mamah bantu tante Rani sama ibu-ibu yang lain di rumah sebelah, ngga papakan?"
Aku menganggukan kepala. "Oh iya! di taman belakang ada tamu nyariin kamu. Mamah pergi sekarang ya"
Aku kembali menganggukan kepala. Setelah mamah pergi aku menatap pintu menuju taman belakang. Tamu yang berkunjung mencariku? Siapa? Kalau Hana mamah pasti langsung menyuruhnya untuk ke kamar bukan taman belakang.
Sebelum pergi ke taman aku sengaja pergi ke dapur lalu mengambil botol air mineral.
***
Aku menyemburkan minuman yang ada di mulutku sambil menepuk-nepuk dadaku. Aku tidak salah lihat?
"Sekaget itu liat gue?"
Aku menatap laki-laki di hadapanku ngeri. Dia sampai datang ke rumahku, apa sudah gila?
"Ngapain kamu ke sini?" Tanyaku setelah menormalkan detak jantungku karena terkejut.
Juna memiringkan kepalanya, menatapku dengan senyum sinisnya. "Emang ngga boleh?"
Aku menghembuskan nafas panjang. Sabar Ayana, laki-laki di hadapanmu ini tidak bisa dibalas dengan sewot. Tapi minta disleding gimana dong?
Aku berjalan ke arah gazebo di depan kolam renang, mendudukan diri untuk menahan emosi. Juna ikut duduk di sebelahku, memerhatikanku intens.
Aku menaikan alisku bingung. "Kenapa?"
"Ternyata lo cantik juga kalo pake baju olahraga"
Uhuk...uhukk
Aku kembali tersedak dan menyemburkan air minumku. Kenapa dia terang-terangan sekali, apa tidak bisa disaring dulu?
Aku mengusap bibirku, menghilangkan air yang tersisa. Aku mentap Juna tajam, tiba-tiba Juna mendekatkan wajahnya hingga menyisakan jarak beberapa senti. Aku menahan nafas saking terkejutnya.
"A-apa?" Tanyaku lirih. Aku semakin dibuat terkejut saat tangan Juna mengusap bibirku lembut. Juna menatap mataku. "Minumnya santai aja"
'cih kalo bukan karna lo, dari tadi tuh minuman dah sampe perut gue kali'
Aku menjauhkan wajahku. "Sebenernya kamu ke sini mau apa?"
"Istirahat" jawab Juna santai. Aku tercengang mendengar jawaban yang kelewatan santai itu. "Bukanya istirahat di rumah ya? Ngapain jadi ke sini?"
Juna menunjukku." Ini rumah gue"
Aku membulatkan mata mendengar itu. Rasanya ada ribuan kupu-kupu di perutku, jantungku juga kembali berdetak kencang.
Eng...eng
Aku langsung menepuk-nepuk dadaku lagi. Sial kebiasaan saat aku gugup kembali lagi, cegukan.
Juna masih memerhatikan tingkah lakuku. Aku semakin dibuat malu, kenapa harus cegukan sekarang?
Ya Tuhan cobaan apa lagi ini?
Cup
Aku menghentikan gerakanku. "Akhirnya cegukan lo berhenti juga"
Aku menoleh ke arah Juna lalu memegang pipi kananku. Barusan Juna menciumku? Aku sedang bermimpi? Bahkan ayah saja sudah lama tidak mencium pipiku, tapi laki-laki ini berani sekali.
Aku berdiri dari dudukku. "Pulang sana"
Juna terkekeh melihat tingkahku. "Kan udah gue bilang gue mau istirahat"
"Kan ada rumah kamu. Kenapa harus di rumah saya?" Tanyaku kesal. "Lupa tadi gue bilang apa? Lo ru..."
"STOP" Aku mengangkat tangan kananku di depan muka Juna. Menghela nafas lagi, sampai kapan aku harus meredam emosiku? Bisa-bisa aku stress duluan sebelum bebas dari Juna.
Aku melihat jam tanganku, menunjukan pukul setengah sembilan. "Udah sarapan?" Tanyaku mengalihkan pandangan dari jam ke arah Juna.
Juna membalas dengan gelengan. Dasar gila another level ya begini. Datang tanpa sarapan.
"Tunggu di ruang tamu sana. Saya mau bersih-bersih dulu" ucapku meninggalkan Juna.
***
Juna POV
"Kayanya pikiran gue sesat deh. Bisa-bisanya gue dateng ke sini" gumamku pelan. Sekarang aku sedang berada di kediaman Ayana.
Aku sudah menunggunya sejak tigapuluh menit yang lalu, tapi tidak ada tanda-tanda Ayana akan muncul. Aku samar-samar mendengar percakapan di dalam rumah.
Saat melihat Ayana datang aku langsung tersenyum tipis. Tiba-tiba dia menyemburkan minumannya sambil menepuk-nepuk dada saat melihatku.
"Sekaget itu liat gue?"
Ayana sekarang terlihat menggemaskan sekali. Rambut diikat kuda dengan beberapa helai di leher mulusnya, celana hitam selutut dan baju oversize lengan pendek berwarna lilac.
Apalagi waktu dia cegukan, benar-benar menggemaskan. Tanpa sadar aku bergerak ke arahnya lalu mencium pipi kanannya. Ini duluar kendaliku. Tapi setelah itu cegukan Ayana berhenti.
Saat dia menanyakan aku sudah sarapan atau belum, aku merasa hangat menjalar ditubuhku. Perhatian kecil seperti ini sudah alama tidak aku dapatkan.
Lalu dia menyuruhku untuk menunggu di ruang tamu lalu meninggalkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
Teen FictionWelcome to my story Bagaimana rasanya kalau kamu dijadikan taruhan? Gila bukan? Itu yang terjadi kepada Ayana Evira. Dia harus rela menjalani hubungan atas dasar TARUHAN. Cover by : pinterest Story by : ZAZAPY Happy reading guys