HELIAN MENINGGAL

1.8K 135 1
                                    

Malam dingin yang pekat. Angin berhembus begitu kencang tanpa mengenal musim. Sepanjang jalan itu, Helian terus berpikir. Matanya enggan terpejam, jiwanya menerawang jauh. Gusar, sedih, kecewa, dan kalut, sudah berhasil menggodanya.

Setumpuk dugaan negative bertahta di benaknnya tentang Annora. Bagaimana tidak, berkali-kali ia menghubungi nomor Annora, tak jua ada jawaban dari seberang. Mungkinkah Annora marah kepadanya dan ingin hubungan mereka berakhir? Itulah yang ada dalam pikirannya saat ini.

Saat mobil supermewah itu, berada di tengah sebuah jembatan, sebuah sosok tubuh seseorang, menghentikannya. Saat itu Helian memang menyetir sendiri mobilnya. Ia enggan mengajak Zec untuk melepas rasa gundahnya.

“Huan.” Lirihnya. Ia menepi dan segera keluar dari dlam mobil. Bertemu Huan di tempat sepi seperti ini sudah pasti akan terjadi peperangan. Peperangan yang hanya keduanya yang tahu.

“Apakah rumahku kurang nyaman bagimu untuk bertamu?” sindirnya kepada Huan. Helian tidak mendekat, ia memilih bersandar pada cap mobilnya dan memetik api rokok. Setidaknya ia perlu menghangatkan tubuhnya. “Aku lebih senang tempat terbuka untuk membunuh dari pada di dalam sarang lawanku.”

“Dasar pecundang! Bilang saja kalau kau takut pada hukum.” Balas Helian. Lelaki itu masih mengatur emosinya, ia mengepulkan asap rokoknya ke atas menikmati semburan asap yang melayang.

“Aku dengar kau sedang bermasalah dengan istrimu. Itu artinya, bersiaplah, wanitamu akan segera menjadi milikku.”

“Hahaha, kelihatannya si tua bangka itu sudah mengabarimu. Bryan dan kau memang satu paket.”

Mendengar penghinaan yang dilayangkan Helian kepadanya, sontak membuat Huan mengeluarkan senjata dan menodongkannya kea rah tubuh Helian. Lelaki itu tidak bergeming, ia tetap terlihat santai dengan hisapan rokoknya. Satu-satunya yang diinginkan saat ini adalah memang pergi sejauhnya dan membiarkan Annora mengetahui kebenaran dengan jalannya sendiri.

“Hahaha, percuma kau menodongkan senjatamu, Huan. Tembaklah, aku memang ingin menawarkan nyawaku kepadamu.”

“Aku bukanlah pengecut yang menyerang musuh yang sudah tidak berdaya.” Ujar Huan melemparkan senjata ka arah Helian, “Ambillah, kita akan bertarung dengan kekuatan masing-masing, itu baru adil.”

Helian menerima tantangan Huan. Tanpa sepengetahuan Helian, Huan sudah merekam apa yang terjadi pada mereka malam itu. Sebenarnya,  Huan sudah menyiapkan beberapa anak buah yang sudah bersedia dalam pengintaian mereka.

Semua sudah dipersiapkan Huan. Namun Helian juga bukanlah lelaki bodoh, dengan akalnya ia berhasil melarikan diri ketika para anak buah Huan sudah keluar dan menyerbunya. Dengan membuang diri ke laut, Helian berhasil lolos meski mendapat tembakan di bagian tubuhnya.

Pagi di kediaman keluarga Andreas, Zec datang dengan wajah cemasnya. Lelaki itu mengabari Maria akan hilangnya putra semata wayangnya setelah terlibat pada perkelahian antara Helian dan Huan semalam. Jerit histeris melengking dari wanita itu. Derai air matanya sudah memaksa keluar di pipi Maria.

“Helian!”  rasa penyesalan sudah menyerangnya, mengingat sikapnya yang keras pada putranya itu, “Nyonya, sebaiknya, Nyonya, sekarang ikut saya, sebelum anak buah Huan datang kemari.” Interupsi Zec.

“Kemana? Helian sudah tewas, untuk apa lagi aku hidup,” ungkap wanita itu di tengah erangan pilunya.

“Anda harus hidup untuk Tuan besar, Nyonya. Saya harus membawa Nyonya besar menemui Tuan. Itulah pesan Tuan Muda semalam, sebelum dia pergi.”

Maria menatap lelaki itu. Zec mengangguk mengiyakan setiap perkataannya. Melihat kebenaran di mata Zec, Maria menyerah, ia menuruti semua yang dikatakan Zec.  Tanpa membuang waktu, Zec membawa Maria ke Villa rahasia Helian.

Setiba di sana, dengan langkah berat dan ragu, wanita berumur empat puluh tahun itu melangkah menapaki lantai teras kediaman Helian. Telinganya menangkap suara tawa renyah Janson dan seseorang. Di dekatinya sumber suara itu, dan menemukan tubuh suaminya yang selama bertahun-tahun menghilang dari hidupnya. “Jhon.” Panggilnya.

Lelaki itu menoleh dan menatap lekat pada wajah binar Maria, “Maria.” Balasnya. Mendengar lelaki itu mengenali dirinya, saat itu juga Maria berlari dan memeluk suaminya itu. Perasaannya bercampur baur, tatkala kesedihan akan kehilangan putranya juga pertemuannya dengan cintanya. Semua rasa itu datang bersamaan. Maria tidak tahu apakah dia harus bersyukur atau berduka.

“Dimana, Annora? Kenapa Janson ada di sini?”cecarnya. tak lama Zec maju dan menjelaskan apa yang sudah terjadi antara Helian dan Annora. “Nona pergi sejak kemarin, dan sampai detik ini menolak untuk kembali.”

“Memangnya ada apa dengan perempuan sialan itu?” Maria masih bertahan dengan dugaan negativenya terhadap Annora. Dirinya masih belum menerima perbuatan Annora yang menyebabkan putranya menjadi lemah, hingga menjadi korban dari musuhnya itu.

“Nona mengingat kejadian masa lalu, ia mengenali Tuan besar dan menyimpulkan jika Ibunya meninggal karena ditembak oleh Tuan besar.”

“Aku tidak menembak wanita itu. aku tidak menembak wanita itu! Bryan! Bryan! Dialah dalang semuanya!” Jhon menjerit-jerit dan mengulang kalimat yang sama sambil memegangi kepalanya. tak berselang mendengar erangan Jhon, Junot datang dari arah pintu untuk menenangkannya.

Maria merasa sangat prihatin melihat kesehatan suaminya yang tidak stabil. Sedih, miris, dan kecewa. Setelah sekian tahun berpisah, kini dia mendapati Jhon dalam keadaan labil. “Paman, tenanglah. Tenanglah.” Perintah Junot.

“Aku tidak membunuh wanita itu! Bryan yang membunuhnya, dia menembakinya tepat saat aku berusaha membunuhnya. Aku ingin membunuh Bryan, karena dia sudah menodai Yolanda. Dialah yang selingkuh dengan Yolanda. Aku hanya ingin menyelamatkan Yolanda.” Kalimat teriakan Jhon menarik perhatian Zec dan yang lainnya. Junot pun berinisiatif menenangkannya sesaat lalu memulai terapinya untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya.

Maria tertegun, pikirannya kini berpelesir entah kemana. Noda masa lalu itu begitu mengganggu kehidupan anak dan cucunya. Ingatannya kini beralih pada Annora yang juga ternyata korban dari masa lalu itu sendiri.

Malam itu, Mega tampak bersedia di pintu utama, sementara Junot segera menemui Annora ke kediamannya, tentu bersama dengan Zec. Annora cukup terkejut dengan kedatangan dua orang itu. dari arah lantai dua, ada Bryan yang terlihat santai dengan  minuman di tangannya. Senyum kemenangan tertampil di wajah penuh dustanya.

“Ada apa orang dekat Helian menginjak lantai rumahku?” pekiknya dengan nada mengejek. Junot dan Zec saling melempar tatapan.

“Kami hanya ingin bertemu dengan Nona kami.” Jawaban Zec, yang mengundang tawa menggelegar dari Bryan.

“Hahaha, sudah hancur masih berbangga menyebutnya Nona. Dia sekarang bukanlah Nona kalian, dia sekarang milik Exelino.”

“Ayah, biarkan aku berbicara dengan mereka, kumohon, bisakah Ayah meninggalkan kami.” Annora yang tidak tahan mendengar penghinaan ayahnya segera mengusir lelaki itu.

“Katakan, apa yang membuat kalian kemari?” tanyanya menatap dengan tenang pada kedua orang kepercayaan Helian itu. Sejenak Junot mengedarkan pandangannya ke semua arah, memastikan tidak ada telinga yang mendengarkan pembicaraan mereka.

“Pertama saya ingin menyampaikan, jika Tuan Helian menghilang setelah diserang oleh Huan dan anak buahnya kemarin malam. Hari ini tim Eagle sedang berusaha mencari jejaknya, namun hasilnya nihil. Kedua, saya minta tolong, bisakah Nona memberi kami apapun yang ada di tubuh ayah anda, entah itu rambut, darah, atau apapun.”

“Annora mematung. Hatinya tercekat bukan main, dua berita yang sama-sama membuat napasnya terasa sesak. “Untuk apa semua itu?”

“Maaf, Annora. Saya harus melakukan tes DNA kepada ayahmu. Karena tes DNA yang kulakukan pada Huan dan ayahnya hasilnya negative. Mereka sama sekali bukan ayah dan anak.” Jelas Junot.

Pupil mereka beradu pandang, dengan sorot yang serius dan penuh kewaspadaan. Annora menghela napas dalam. Ia mengerti niat baik kedua lelaki itu. Dipanggilanya Fari untuk membantunya melakukan semua ini. “Tunggulah aku akan kembali membawakan apa yang kalian butuhkan.

Teman Ranjang Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang