Bab 4 - Uhm, Grape

36 5 2
                                    

"Apa rencanamu setelah aku sembuh?"

Terdiam.

Aku memandang Tuan Ahes lama. Untuk apa ia menanyakannya? Bahkan, aku sendiri masih bingung dengan cita-citaku. Terdengar bodoh, tetapi fakta.

Udara pagi masuk melalui jendela, sinar matahari pun mulai menyorot. Rambutnya yang pirang terkena; semakin keemasan. Pesonanya bertambah berkali-kali lipat dengan membelakangi cahaya.

"Mungkin.. menikah?" Jawabku tidak yakin. Lalu aku menggeleng cepat, itu masih lama. "Ah, tidak. Saya akan berusaha membangkitkan kembali usaha Ayah."

Dia diam.

Aku memandang cangkir dan obat-obatan di atas meja, menghindari tatapannya yang seolah bisa menusuk ke ulu hati.

"Kenapa?"

Aku menatapnya bingung.

"Apa yang membuatmu harus bekerja di sini, Lalisa." Aku akhirnya paham. Mengangguk, sebelum menjawabnya.

"Ekonomi kami menurun drastis. Karena seseorang." Aku menjawab lugas. Tidak ingin ia lebih tahu dari itu.

Tuan Ahes mengangguk-angguk. Tangannya membalik halaman, fokusnya kembali pada buku. Posisinya menopang pipi dengan sebelah tangan.

"Uhm, Tuan."  Ia melirik sekilas. Seolah meminta dilanjutkan. "Tuan perlu minum obat sebelum makan."

Ia meletakkan buku, menyandar pada sandaran bangku. Aku segera mengeluarkan obat-obat yang perlu ditelan sebelum makan siang. Lalu menyimpannya di telapak tangan Tuan Ahes yang tersodor. Setelah menelan, ia meminum air di cangkir dengan motif bunga.

"Terima kasih, Lalisa. Bolehkah aku memintamu pergi meninggalkanku sendiri?"

***

Aku mengambil apel dan stroberi dari lemari es. Mengupas kulitnya sebelum memotong, terkecuali stroberi. Kepala pelayan menghampiriku tergesa, sepertinya ia dapat laporan bahwa aku membantu menyiapkan makan siang. Padahal, kemarin aku juga memaksa mereka.

"Nona Lalis tidak perlu membantu lagi, saya mohon."

Aku tersenyum kikuk. Padahal, aku juga seorang pekerja di sini. Namun itu permintaan Nyonya Sthofia karena ingin anaknya menjadi fokus utamaku. "Tidak apa, Meryn. Aku sedang punya waktu luang. Lagipula, kemarin Nyonya tidak menegur kita bukan?"

Meryn tampak termenung, kemudian mengangguk pasrah. Ia pergi dari dapur untuk mengurus hal lain, tanggung jawabnya besar. Di sini memang khusus pelayan memasak.

"Hmm benar. Sepertinya kabar Tuan Ahes yang kehilangan sebagian ingatan memang fakta. Dan tentang saudaranya.. apa ia melupakannya juga?"

Uhuk-uhuk. "Ssstt."

Aku memasang wajah santai. Kedua pelayan itu  tidak jadi masuk setelah menyadari kehadiranku. Empat orang yang sedang memasak di sini juga saling bertatap mata.

Seolah, mereka mencari mati dengan bergosip di dekat Lalisa!

Setelah selesai dengan pencuci mulut, aku mengambil kantong teh di lemari gantung. Membelah lemon menjadi dua bagian sebelum memerasnya di atas kepulan air teh. Memasukkan beberapa es batu sebelum menambahkan setengah air suhu normal.

Lemon tea yang Tuan Ahes pesan.

Jauh, jauh di dalam benak seorang Lalisa, gadis ini masih memikirkan ucapan pelayan tadi. Aku menyadari bahwa pengetahuanku tentang keluarga ini masih minim. Ditambah sosialisasi yang tidak pernah dilakukan bersama pekerja lain, aku jadi tidak punya sumbernya.

"Arun."

Gadis yang berasal asli dari Indonesia itu menoleh, dia salah satu dari kelima pelayan orang asli di negara ini. Karena kebanyakan berasal dari negeri Nyonya Sthofia; Belanda.

"Y-ya, Nona?" Balas Arun ragu, posisinya paling dekat denganku.

Aku melirik pelayan lain, mereka fokus pada pekerjaan masing-masing. Atau berusaha fokus. Aku mendekatkan bibir ke telinga Arun.

"Apa yang kau tahu tentang keluarga Tuan? Jawab sejujurnya sebelum aku membuatmu keluar dari sini."

Ia tampak membeliak sesaat, namun menjawab dengan nada kecil yang sama. "Saya.. saya tidak bisa menjelaskannya di sini, Nona. Kita mungkin bisa bertemu di loteng pukul sebelas malam."

Aku mengangguk paham. Kukaitkan kelingkingnya dengan milikku. Saat itu pelayan sudah mulai beristirahat, jadwal tidur Tuan Ahes juga satu jam sebelumnya.

"Awas saja jika kau tidak memenuhi ucapanmu. Jangan beritahu siapapun."

Pelayan muda itu mengangguk, sadar dengan koneksi yang kumiliki. Karena, siapa yang tidak mendengar rumor buruk tentangku dan Ahes yang menjalin kisah asmara di kalangan pekerja?

***

Ahes memakan pencuci mulut sebelum makanan berat. Ia harus menjaga kesehatan dengan cara itu sebagai salah satunya. Serat buah yang tertelan sebelum makan berat lebih memudahkannya.

Gerald masuk ke dalam ruang makan, wajahnya tegas di setiap situasi. "Selamat siang Tuan Ahes dan Nona Lalisa, saya menyampaikan informasi tentang tibanya pakaian baru. Nyonya Sthofia juga sudah dalam penerbangan."

"Hm, ya." Ahes melambaikan tangan. Gerald pergi dari sini untuk mengurusnya. Ia bersama pelayan wanita mengambil pakaian-pakaian baru dari kurir yang diantar setiap bulannya. Menyimpannya ke dalam ruang pakaian selagi kami makan.

Tentu saja aku juga mendapatkannya. Berusaha menepis rasa bingung yang sudah biasa hadir karena aku sudah seperti anggota keluarga ini.

"Jangan melamun."

Aku menoleh ke depan, Tuan Ahes meminum lemon tea-nya. Sebelum mengangguk dan memakan habis makananku.

"Lalisa."

Aku mengerjap dengan detak jantung yang tak normal. Kini kami berada di ruang santai, menonton sebuah film. Ahes sedari tadi melingkarkan satu lengannya di leherku. Menyembunyikan wajah di ceruk leher perempuan labil ini.

Ya Tuhan.

"Ya?" Aku bekerja keras untuk menjawab tenang.

"Rambutmu harum, aku menyukainya."

Ahes menyandarkan sisi kepalanya di bahuku, menatapku intens. Ia terkekeh pelan. Tunggu–dia.. terkekeh?! Kepribadiannya yang sering berubah cepat membuatku bisa kehilangan napas.

"Like grape, and i always love that."

Benar, apa yang paling dia sukai selain anggur di dunia ini?

"Vitamin rambut saya memang terbuat dari bahan anggur, Tuan." Aku menatap fokus televisi yang menayangkan film Matilda. Tentu saja untuk mengalihkan ku darinya.

~o0O0o~

don't forget to vote

see u

withlovedess
♡🌻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunrise & LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang