Mulai Mengenal 3

98 92 65
                                    

Ternyata butuh waktu yang lama untuk mengenal seseorang, bahkan mereka yang bertemu lebih lama belum tentu saling mengenal.

Benar bukan?

Lalu bagaimana cara untuk mengenalnya? Sedangkan untuk bertemu dengannya saja....

Impossible.

"Wah jadi ini rumah mu? Besar juga yah." Sambil meletakkan tangan di pinggang.

"Biasalah."

"Cih! Sombong nya kebangetan" Menurunkan tangan yang bersandar di pinggang.

"Tunggu disini!"

"Kenapa?"

"Tunggu aja bentar."

Gita yang paham apa yang dimaksud berdiri sambil bersandar di salah satu sisi tembok dan menunggu makhluk yang menyuruhnya menunggu.

Cukup lama dan bisa dibilang cukup lama untuk anak perempuan berdiri di depan rumah teman laki-laki, sendirian pula.

Gita yang menundukkan kepala seketika sadar akan pergerakan dan ternyata Wahyu keluar sambil membawa sepeda.

"Buat apa ngeluarin sepeda?"

"Ya mau antar kamu lah. Gak mungkin aku biarin kamu pulang sendirian."

"Gak usah, aku bisa pulang sendiri lagian aku bisa telfon Dimas kok."

"Tapi aku gak bisa"

"Gini aja biar kamu yakin aku baik-baik aja gimana kalau selama aku dijalan kita telfonan? Jadi kamu bisa mantau kan."

"Wahyu yang awalnya ragu akhirnya mengiyakan setelah beberapa kali dibujuk.

"Nih save no aku, 08** **** ****. Okeh, kalau gitu aku balik ya! Daahh" Melambaikan tangan.

"Tunggu!"

"Apa lagi?" Kesal.

"Biar cepat sampai, kamu naik sepeda aku aja!" Menyerahkan sepedanya.

"Loh t-tapi.."

"Kalau gak mau aku antar aja ya!"

"Eh.. mau-mau kok" Mengambil sepeda dengan cepat.

"Yaudah hati-hati ya, boleh aku telfon sekarang?"

"Boleh. Oke dah aku pulang, sampai jumpa di sekolah.." Melambaikan tangan dan mulai mengayuh sepedanya.

Seperti yang direncanakan, mereka saling berkomunikasi meski terpaut jarak. Wahyu yang mengawasi dan Gita yang tengah asik mengayuh sepeda terkadang sempat tertawa dengan dialog yang mereka lontarkan. Entah apa yang mereka bahas hingga keduanya menghabiskan waktu untuk saling mengobrol.

Kadang jarak memberikan kebebasan untuk saling melontarkan kata yang tidak bisa dilontarkan saat sedang bersama.

Meski terhalang jarak hubungan yang murni pasti akan tetap terjaga kemurniannya.

Disisi lain, Dimas merasa khawatir sebab Gita belum juga pulang padahal hari sudah larut. Entah apa yang merasukinya sehingga dia menunggu di halaman depan rumah gita sambil berusaha menghubungi Gita. Kepanikan kiat memuncak ketika hp Gita tak bisa dihubungi.

Dimas sangat khawatir karena orang tua Gita mengamanahkan langsung padanya untuk selalu bersama dan menjaga Gita setiap ada kesempatan. Namun dia khawatir tidak bisa menepatinya.

Dari arah jalan masuk, Gita muncul dengan sepeda yang dinaikinya dan berhasil melepas kekhawatiran Dimas yang berlebih. Dengan senyum yang terpancar di raut wajahnya seakan akan tidak tau sedang dikhawatirkan Gita malah tertawa dengan raut wajah Dimas yang pucat.

Melihat tingkah Gita, Dimas hanya tak percaya dengan orang yang sedetik lalu ia khawatirkan malah tertawa tak ada rasa bersalah sedikitpun.

"Gitak!!" Sambil menjitak kepala Gita yang berhenti tepat di sebelah Dimas berdiri.

"Aoww!! apaan sih main jitak kepala anak orang" Memegang kepalanya.

"Lagian bukanya pulang malah keluyuran. Liat ni jam berapa? Trus sepeda siapa ni? Abis nyuri sepeda orang ya!?" Menunjuk kearah sepeda dengan matanya.

"Ini punya nya Wahyu." Sambil turun dari sepeda.

"Wahyu? Ngapain sama dia? Sampai di kasih sepeda"

"Bukan dikasih. Aku di pinjamin"

"Kok bisa?"

"Nanti deh aku jelasin semuanya. Aku mau mandi dulu, capek tau dari tadi jalan terus."

"Kan naik sepeda bukan jalan kaki"

"Ehh,, nantik aku jelasin" Pergi masuk ke pekarangan rumahnya diikuti Dimas dibelakangnya.


Gita yang selesai bersih-bersih segera turun ke ruang makan untuk menyantap makan malam. Makan malam hari ini sederhana hanya sayur asem, tahu tempe, dan ikan asin. Bukan makanan yang membuat makan bersama terasa lebih enak, tapi kebersamaannya.

"Wah enak banget ini mah..."

"Iya dong masakan ibu ratu pasti selalu enak" -Ayah

"Biasa aja kok" -Ibu

"Nih makan yang banyak. Ibu gak bisa masak banyak, ini aja gapapa kan?"

"Ini aja udah lebih dari cukup kok"

"Kok tumben tadi pulangnya lama? Ada kerja kelompok?" -Ayah

"Enggak, tadi Gita nolongin temen Gita yang pingsan di jalan. Trus Gita antar kerumah sakit"

"Boong tuhh... Palingan pacaran yakann??"

"Apaan sih, kan udah aku bilang nolongin temen pingsan."

"Lah trus nolongin orang kok sepeda orang dibawa pulang?"

"Lah suka yang punya sepeda lah, orang itu di pinjemin kok"

"Pasti maksa kan lu?!"

"Eh.. enak aja.. dia yang nawarin yaa. Bukan aku yang inisiatif pinjam"

"Udah ngaku aja.."

"Udah udah Dimas, Gita. Udah makan dulu"



Pukul 21.15 WIB
Di ruang makan

"Bi, papa gak pulang lagi malam ini?"

"Tuan pergi keluar kota dan gak tau kapan pulangnya"

"Makasih bi makanannya enak"

Ingin merasakan keramaian tapi terhalang keadaan.
Bukan membenci tapi hanya sekedar tak ingin menyadari.

Wahyu yang kembali lagi dengan rutinitasnya menyantap makan malam di meja 10 kursi sendirian yang hanya di temani oleh masakan lezat yang tersaji penuh hampir satu meja yang beranekaragam tapi tak merasakan kenikmatan dari makan itu sendiri selain merasa kenyang.

"Bi, besok jika papa tidak makan di rumah cukup masak satu atau dua menu saja. Tidak perlu sampai sebanyak ini, aku hanya akan terlihat rakus tanpa bisa merasakan semuanya."












❗❗❗

TERIMAKASIH YANG SUDAH STAY MENANTIKAN KELANJUTAN KISAH GITA.

SEMOGA PADA SUKA YA SAMA CERITANYA.

YUK BAGI TAU PENDAPAT KALIAN TENTANG
"GITA | PJ1"

KIRA KIRA CERITA GITA TETAP LANJUT ATAU BERHENTI SAMPAI DISINI?

PENULIS BUTUH SARAN KALIAN SEMUA DEMI KELANCARAN CERITA INI

JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN KOMENTAR DI SETIAP PART UNTUK MENDUKUNG PENULIS TETAP BERKARYA.

TERIMAKASIH♡

Seru Berujung TanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang