“Aku mencintaimu, sampai kapanpun aku akan menjadi yang terbaik untukmu.”
***
Jay
Bunyi pluit berkali-kali menandakan kinerja gue kacau banget.
Dari awal masuk Water Lily—nama kolam renang tempat biasa gue berlatih bersama coach Andre—gue emang nggak pernah fokus sama sekali. Ucapan Ning kemarin terus teringat di benak. What dickhead... apakah gue setolol itu sampai nggak bisa membedakan mana Sandra dan Ning? Gue ingat jelas kalau Ning cuma sendirian di I Scream, ngelihat orang-orang joget di dancefloor, pegang satu botol wine dan gelas minum. Gue berani sumpah kalau gue nggak pernah menyentuh dia malam itu.
"APA-APAAN KAMU, JAY?!" Andre, yang berumur 25 tahun, sering meraih piala penghargaan renang, kebanggaan sekolah pada masanya, berkacak pinggang tepat di atas gue. "Performa Kevin makin bertambah pesat, sedangkan kamu sebaliknya! Ada guna kamu hidup?!"
Gue menelan ludah. "Maaf, Coach. Saya cuma pusing aja sekarang."
"Saya tidak peduli! Besok kamu harus datang dan saya mau lihat performa kamu sepacu saat kamu menang tiga bulan yang lalu! Saya tidak terima penolakan!"
Kalimat Andre emang sedikit menggelitik, udah kayak tagline horor di buku fiksi, tapi gue tahu sepusing apa dia sekarang. Sebab gue udah bermohon-mohon ke dia agar dia berbohong saat Langga bertanya apakah gue rutin ke Water Lily selama enam hari ini.
Tentu, Andre kecewa. Prinsip give and take yang ada di hidupnya nggak gue penuhi secara maksimal.
Dia mau SMA Nusa Bakti masih punya atlet renang yang bisa go up ke publik. Namun, dari mereka nggak ada yang tau kalau sebenarnya, berenang bukanlah hobi apalagi skill pertama yang gue suka. Bagi gue, renang itu sama kayak olahraga lain yang membutuhkan kekuatan.
Andre memilih pergi meninggalkan gue sendirian. Awan mulai gelap, di sekitar nggak ada siapa-siapa. Gue mengucapkan kata-kata kasar, makian, lalu kembali masuk ke dalam air. Menggerakkan kaki dan tangan dengan konstan. Akan tetapi, gue akui semuanya kerasa berat. Pantas aja waktu gue sangat lambat dan bikin Andre langsung cabut ninggalin gue.
Ini buruk.
Kalau gue kalah di perlombaan semester depan, udah pasti gue nggak bakal dianggap anak lagi sama Langga.
***
Gue segera pergi ke kediaman Sandra setelah bersih-bersih dari Water Lily. Cewek itu stay di tempat kost, nggak tau apa alasannya, tapi yang jelas karena dia sendiri memudahkan gue untuk ngobrol bareng sama dia. Gue sudah sering ke sana dan kost tersebut emang nggak memiliki aturan bagi para penghuni, jadi siapa pun boleh berkunjung ke sana bahkan menginap. Laki-laki atau perempuan.
Pikir aja sendiri udah sesering apa gue ke sana. Hahaha...
Memarkirkan motor, gue langsung menderapkan langkah lebar-lebar. Geraham gue mengatup rapat, mata nyalang karena gue benar-benar mau tau kejadian sebenarnya dari mulut Sandra, jadi gue emang emosional. Gue berharap ucapan Ning ke gue waktu di kafe itu bohong. Karena gue belum mau jadi ayah di umur yang bahkan belum 18 tahun.
Sengaja gue nggak ngasih tau Sandra kalau gue ke sini, karena kalau gue memberitahu, udah pasti Sandra bakal pasang badan untuk menyambut gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Teen Fiction🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...