PART 14 : "how if in the end of the story is not us?"

23 18 5
                                    

-

Egi mendengus malas dan menendang selimutnya dengan kasar hingga tergeletak mengenaskan di atas lantai yang dingin.

Rasanya gadis itu ingin menjambak rambut orang yang berani mengetuk pintu kamarnya di pagi buta seperti ini.

Sudah kemarin seharian penuh sibuk mengurus skripsi sialan yang entah kapan akan selesai, lalu malam harinya menangis bombai hingga kira-kira pukul tiga pagi.

Dan sekarang jam masih menunjukkan pukul enam pagi, yang mana artinya Egi baru tidur sekitar kurang lebih tiga jam saja.

Jangan tanya perihal kondisi wajah dan penampilannya karena sudah pasti sangat buruk.

Ah, padahal hari ini adalah akhir pekan dan rencananya ia akan tidur sepanjang hari guna mengisi daya kembali. Mumpung ia dan Rino tak punya agenda apapun.

"Siapa s- loh?" Egi terdiam dengan mata yang kini melotot heran.

Rasa kantuknya mendadak hilang begitu melihat sosok Rino yang kini sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah segar dan juga pakaian santainya. Lelaki itu melambai tepat di depan wajah Egi.

"Morning pacar. Enak banget kayanya lo tidur sampe gue telponin gak diangkat ya?" Katanya sambil meraup wajah Egi dengan telapak tangannya yang lebar. "Ih, kena iler!"

Egi melotot dan memukul lengan Rino. "Siapa suruh megang muka gue?! Itu tangan bekas apa, main pegang-pegang muka gue sembarangan?! Jerawatan tanggung jawab lo ya!"

"Iye, entar gue yang beliin skincare lo. Borong aja semua."

"Gaya lo banyak!"

Rino terkekeh melihat mulut Egi yang sudah aktif berceloteh. Begini lebih baik daripada kemarin.

Sebenarnya jika boleh jujur, Rino masih sedikit khawatir dengan omongan Egi kemarin. Terlebih ketika melihat mata sembab gadisnya yang terlihat begitu jelas.

Namun, Rino takut jika harus bertanya dan mengungkit kejadian kemarin. Ia tak ingin kembali membuat suasana menjadi suram seperti kemarin.

Jadi biarlah begini saja, seperti sebelum-sebelumnya seakan tak pernah terjadi apa-apa.

"Lagian ngapain sih pagi-pagi kemari?" Tanya Egi setengah kesal.

"Ngajak lo olahraga. Gak liat tuh badan lemak semua?" Egi kembali melotot dan menginjak pelan kaki Rino. "Itung-itung ngilangin stress. Gak bosen ngeliatain laptop ama ngurung diri di kamar mulu?"

Egi menghela napas panjang dan mengalah. "Yaudah, bentar aku ganti baju dulu."

Rino mencekal tangan Egi saat gadis itu ingin berbalik masuk ke dalam kamar. "Aelah, ngapain? Gitu aja, entar juga keringetan lagi. Mau olahraga ini, bukan mau party."

"Ih, yaudah tunggu aku sikat gigi ama cuci muka dulu!"

"Oh, pantesan tadi kaya ada bau-bau gimana gitu. Gue kirain naga lewat."

"Anjir Rino! Kampret ya lo!" Rino terkekeh saat Egi memukulinya dengan sekuat tenaga.

Setelah selesai dengan urusan Egi, mereka pun segera pergi menuju taman yang letaknya tak terlalu jauh dari kosan Egi dengan cara berjalan kaki.

"Pemanasan dulu, Gi." Kata Rino mengingatkan gadisnya yang sudah ingin mengambil ancang-ancang untuk berlari.

"Lari doang ini, keburu capek ama pemanasanya entar aku gak sanggup lari lagi." Rino hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Egi berlari lebih dulu.

Tadi ketika pertama diajak malah malas-malasan, sekarang lihat siapa yang lari lebih dulu.

"Entar kalo keseleo jangan nangis ke gue ya!" Seru Rino membuat beberapa orang yang berolahraga disana seperti mereka ikut menoleh.

Garis KesanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang