9. Kepergian Jaebum

76 23 4
                                    

Lim Nayeon is calling....

"Ya?"

"Kak, kapan kau pulang? Untuk apa sih, lama-lama di Incheon?"

'Untuk memastikan seorang manusia agar tutup mulut supaya bangsa kita tetap aman,' batin Jaebum. Kalau memberitahu Nayeon, sama saja membuat rahasia Yuna akan terbongkar.

"Untuk mengenang Raja Namjoon," jawab Jaebum akhirnya. Lagipula dirinya tidak berbohong. Hampir setiap waktu istirahat, Jaebum selalu berdiri di depan ruang kepala sekolah sembari menunduk murung. Amat terlihat menyedihkan di mata orang.

Nayeon terdengar mendengus di ujung sana dan berkata, "Mendiang raja akan sedih kalau kau masih belum ikhlas. Ikhlaskan saja, ya? Biarkan Raja Namjoon tenang dan pulanglah. Mentang-mentang banyak uang, kau semudah itu pindah sekolah. Ayo cepat pulang!"

Jaebum tersenyum tipis. Bukan karena soal itu Jaebum masih menetap di Incheon. Sesungguhnya ia sudah ikhlas atas kepergian rajanya. Tapi, rasanya ia belum ingin balik ke Ilsan. Jaebum masih ingin mengawasi Yuna. Atau dengan kata lain, ia masih ingin melihat dan merasakan kehadiran Yuna. Sudah pernah Jaebum bilang, kehadiran Yuna di sekitarnya bisa membawa energi positif. Energi positif asing yang sangat ia sukai dan ingin terus merasakannya lagi dan lagi seperti candu.

"Kalau tidak salah, sebentar lagi libur akhir semester, dan itu bertepatan dengan malam bulan purnama. Jangan lupa urusanmu itu, Kak. Kau harus segera pulang dan berdiskusi untuk menyusun strategi. Siapa tahu, si bejat Daejoong akan melanggar ucapannya dan mengajak kita ribut."

Oh, iya. Kenapa Jaebum hampir melupakannya?

"Bagaimana kau tahu kalau malam bulan purnama aku akan menghadapi Daejoong?"

"Kau pikir kita semua yang di sini tidak akan peduli, apa? Kak Seokjin juga dengan gegabah pergi ke kastil si bejat itu untuk menolong Ibu, dan ya alhasil dia langsung diusir. Beruntungnya, salah satu pengawal Daejoong menjelaskan dengan detail tentang kunjunganmu yang berakhir perjanjian untuk bertemu di malam bulan purnama."

"Nayeon-ah, aku akan menghadapinya sendiri, kalian tidak usah ikut campur," sinis Jaebum, masih kesal atas kesalahan Nayeon yang lalai menjaga ibunya. Plus kitab hilang itu. Tak ada yang berguna dari mereka semua.

Nayeon dibuat berdecak dan mengomel, "Jangan egois dan percayalah pada keluarga kita. Kau tahu? Seokhoon sangat merasa bersalah karena kitab Ayah yang hilang, dan kau harus memaafkannya. Kau juga harus memaafkan aku. Kutunggu kepulanganmu, Kak, bye."

Pip.

Nayeon memutus sambungan telepon secara sepihak sebelum kena marah lagi oleh sang kakak. Gadis itu juga merasa bersalah. Sangat. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah terjadi dan ia tak punya kemampuan untuk memutar balikkan waktu.

Jaebum meletakkan ponsel di atas nakas dan merebahkan diri di ranjang. Pikirnya, urusan di sini sudah selesai dan Jaebum bisa kembali ke Ilsan setelah memastikan Yuna tutup mulut. Tapi sekarang, yang ada ia malah merasa ragu untuk kembali. Rasa tidak ingin meninggalkan Yuna benar-benar ada dan membuatnya kebingungan.

Tapi Nayeon benar, ia memang harus pulang. Ada rakyat yang harus dijaga di sana. Jaebum percaya kalau Yuna dapat memegang teguh janjinya. Dan dengan itu, tugas untuk menjaga Yuna sudah selesai. Namun, Jaebum masih ingin melihat Yuna di luar masalah jaga-menjaga. Gadis itu memang memiliki aura aneh.

Mau bagaimanapun, tetap saja ia harus pulang. Ia sendiri juga terus menolak pertemanan dengan Yuna, di mana itu merupakan suatu pilihan yang tepat.

Jaebum mengambil kembali ponselnya, lalu mengirim pesan ke nomor ponsel seorang perempuan sebelum memblokir nomor tersebut.

Werewolf [The Lorzt's Regulation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang