05. Doppleganger

32 14 33
                                    

Bagaimana bisa?! Padahal gue yakin banget itu Lee Jeno sunbae ....

Andra membatin gelisah. Di depannya Lee Jeno--- atau seharusnya Wang Jung sedang membuat teh dengan canggung. Tatapannya sama sekali tidak bisa beralih dari flying board yang dinaiki Andra tadi.

"Permisi, apakah ...."

"Permisi, apakah ...."

Keduanya tertegun.

"Anda duluan."

"Anda duluan."

Andra dan Wang Jung lantas membekap mulut sendiri bersamaan. Situasi apa ini?!

Hening sesaat, namun Andra berinisiatif untuk langsung berbicara.

"Saya tahu anda bingung, Ahjussi, tapi saya harus--" Perkataan Andra terpotong.

"Hey! Aku masih muda, Nona!" ucap Wang Jung kesal.

Andra mendecak. "Jadi harus gue panggil apa?!"

"Aku tidak suka nada bicaramu. Dan apa itu tadi?! Kau berani menggunakan banmal* kepadaku?!" decih Wang Jung.

*Banmal: Berbicara informal.

Andra sebenarnya ingin protes kalau saja ia tidak ingat apa tujuannya untuk datang ke sini.

"Ekhm ... saya orang baru di sini, dan sepertinya saya tersesat. Boleh saya tahu di mana ini sebenarnya?" kata Andra mencoba sabar.

Wang Jung mengerutkan kening. Namun karena nada bicara perempuan itu sudah kondusif, Wang Jung pikir tidak ada salahnya menjawab.

"Hutan kematian, Songak. Tapi boleh aku tahu dari mana asalmu?" balas Wang Jung.

Andra menggeleng. "Tidak. Sebenarnya saya nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi Anda cukup tahu aja, kalau saya dari tempat yang jauh," kata Andra. Ok, Andra tahu ini sok misterius, tapi mau bagaimana lagi? Harus bilang dia dari masa depan dan entah bagaimana terlempar dari sini dengan tidak sengaja?!

Bahkan nenek-nenek salto pun tahu itu tindakan ceroboh.

Wang Jung menaikkan sebelah alisnya heran. Namun tidak ingin bertanya lebih lanjut. Anak muda tengil seperti dirinya pun tahu batasan.

"Selama kau manusia aku tidak apa-apa. Lagipula aksenmu aneh. Ada juga beberapa kata yang tidak kumengerti. Tidak seperti warga Songak kebanyakan," kata Wang Jung ringan.

"Tapi ... Lo yakin benar-benar nggak kenal Lee Jeno?" kata Andra lagi. Masih ragu tentang identitas orang di depannya.

"Lihat! Lagi-lagi kau berbicara informal kepadaku," sinis Wang Jung.

"Istilahnya, memberi dan menerima. Lo informal ke gue, ya gue balas informal juga, lah! Lagipula kita kayaknya seumuran," kata Andra santai. Ngomong-ngomong, asyik juga bercakap informal dengan anak ini, ia merasa seperti berbicara langsung dengan senior menyebalkannya, Lee Jeno.

Wang Jung kehabisan kata-kata, dengan mendengus kesal dan berkali-kali mengumpat pelan. anak lelaki itu lebih memilih menyeduh teh buatannya sebelum dingin.

"Selain aksenmu, aku lebih tidak suka cara bicaramu kepadaku," gerutu Wang Jung saat gelas dua gelas teh sudah ia hidangkan.

Andra tersenyum jahil. Sebuah ide terlintas di kepalanya.

"Ngomong-ngomong soal perkataan Lo tentang manusia-manusiaan, lo percaya, nggak? Kalau gue bukan manusia?" kata Andra sambil tersenyum misterius. Lagipula ia tidak bohong, kok. Memang benar Andra bukan manusia, dia cyborg.

Bulu kuduk Wang Jung meremang. Tangannya yang masih memegang teko teh gemetaran. Walau ia adalah ksatria tangguh di medan perang, bukan berarti dirinya tidak percaya pada hal-hal ghaib di luar nalar manusia. Ia yakin mereka ada, hanya Wang Jung tidak bisa melihatnya.

Ada peristiwa tak terlupakan saat ia kecil. Salah satu alasan yang membuat Wang Jung percaya hantu dan teman-temannya. 6 tahun yang lalu.

Gengsi terlihat takut di depan perempuan, Wang Jung mencoba membalas dengan santai.

"Jadi, kau ini apa?" katanya.

"Hmm ... kasih tahu nggak, ya?~" ledek Andra.

Wang Jung marah. Namun rasa takutnya sekarang jauh lebih besar. "Lupakan jika kau tidak ingin membicarakannya." katanya mencoba mengakhiri topik.

"Lo yakin?~" Andra menatap jahil sekali lagi. Puas dengan reaksi Wang Jung.

"Sialan! Beritahu saja jika kau mau, tidak usah meledek dengan aksen anehmu itu! Dasar perempuan menyebalkan!" Wang Jung akhirnya merajuk.

"HAHAHHAHAHAHHAAHAHAHA! GOKIL-GOKIL! SU-NI AJA NGGAK PERNAH MARAH KALAU DI-PRANK GINIAN! BWAHAHAHAHAHA!" Andra tidak bisa menahan diri. Hidup bertahun-tahun dengan orang sabar seperti Su-ni sangat tidak asyik. Ia lebih bersyukur bertemu Wang Jung daripada bocah yang ditemuinya pertama kali.

"Hmph! Terserah!" kesal Wang Jung. Butuh beberapa saat untuk memahami perkataan Andra. Serius, tata bahasa perempuan itu berantakan sekali.

Ngomong-ngomong soal bocah Wang So tadi ....

"Betewe anybody busway, siapa raja yang memerintah sekarang?" tanya Andra. Sekarang serius.

Wang Jung mendelik, lagi-lagi kata aneh. Namun lebih memilih menjawab pertanyaan Andra. "Sementara belum ada. Tapi beberapa hari lagi  ada penobatan raja baru," kata Wang Jung datar sambil menyeruput teh yang sempat ia lupakan tadi.

Berusaha santai, Andra mencoba membalas, "Siapa nama rajanya?"

Sebuah kerutan terbit di kening Wang Jung. "Serius kau tidak tahu?" katanya.

Andra menggeleng. Ia tahu, tapi hanya ingin memastikan.

Wang Jung menghembuskan nafas kasar. "Hyung-nim-ku. Wang So."

Untuk kesekian kalinya, wajah Andra memucat.

***

"Jadi, pergi ke mana wanita itu?"

Wang Jung mengedikkan bahu. "Entahlah. Setelah menunjukkan ekspresi itu, dia langsung terburu-buru menyambar kendaraan terbangnya dan pergi. Tapi ngomong-ngomong ...." Wang Jung sedikit mendekatkan wajahnya pada Wang So. "Kau percaya kalau wanita itu hantu?" katanya.

Wang So agak gelagapan mendengarnya. Berusaha menetralkan ekspresi, Wang So menghembuskan nafas pelan. "Bisa jadi," jawabnya lalu beranjak ke arah jendela terbuka yang menampakkan bulan purnama penuh yang terlihat lebih besar dari biasanya.

"Bulan juga sangat besar saat itu ..." gumam Wang So yang teredam oleh gerutuan kasar Wang Jung yang lupa menanyakan nama Andra.

***

TBC.~

Visualisasi Su-ni akan terungkap pada Bab yang akan datang.

Stay tune~

Salam hangat,

Xyraa~ang





Saranghabnida, Pyeha! : THE GORYEO'S DORAEMONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang