1

3.7K 216 0
                                    

Tanggal merah adalah surgaku. Aku bisa merebahkan tubuh di ranjang seharian. Tidak ada aktivitas yang akan aku lakukan jika itu ada di tanggal merah.

Tapi sayangnya hari ini, agenda rebahanku terganggu oleh suara dering ponsel yang berasal dari Kakak perempuanku. Kak Anik menyuruhku untuk datang ke rumahnya. Memang tidak jauh dari rumah kedua orangtuaku, tapi kalau hari liburan pasti ada rasa mager alias malas gerak.

"Ayolah bantu Kakak hari ini, Abang kamu ada pertemuan keluar. Ditambah ada tetangga yang menitipkan anaknya ke rumah Kakak." Pintanya. Entah ini benar atau tidak, tapi rasa kemanusiaan di hatiku lebih dominan dibanding rasa egoku.

"Baiklah, aku ke sana setengah jam lagi." Jawabku.

"Oke, hati-hati dijalan."

Kenapa gini amat ya, padahal usiaku sudah menginjak usia dua puluh lima tahun tapi agendaku cuma gini-gini aja. Kerja, pulang, rebahan, dan ke rumah Kak Anik.

Huft, nasib.

Bergegas aku membersihkan diri untuk pergi di rumah Kak Anik. Sebelum itu aku mengoleskan pelembab wajah dan lipsgloss yang sewarna dengan warna dasar bibirku.
Sempurna.

"Mau kemana?" Tanya Ibu saat aku berjalan dengan menenteng tas yang berisi baju ganti untuk disana.

"Ke rumah Abang."

"Tumben, Ibu nitip ini dong. Semua makanan ini Ibu buat untuk cucu Ibu." Ibu bergegas mengambil tempat makan untuk memasukan makanan yang katanya untuk cucu tercintanya, siapa lagi kalau bukan Kayla.

"Ini kasih Kayla." Aku mengangguk dan bersalaman takzim kepada Ibu
Sedangkan bapak tidak ada di rumah, kata Ibu Bapak sedang ada di rumah tetangga yang akan mengadakan pernikahan.

"Hati-hati," teriak Ibu saat aku sampai di depan pintu. "Iya Bu."

Mengendarai motor matik aku arahkan ke kompleks perumahan yang tidak jauh dari alun-alun. Saat memasuki perumahan ini maka kita akan disuguhi pepohonan rindang. Meskipun ini berada di pusat kota tidak membuatnya terlalu panas.

"Assalamualaikum." Ketukan pintu aku lakukan untuk memanggil Kak Anik. Tidak ada jawaban, hingga beberapa menit Kak Anik berjalan diikuti anak-anak kecil dibelakangnya.

" Waalaikumsalam, ayo masuk."

"Kayla ayo sini sama Tante." Ajakku merentangkan kedua tangan ke tubuh gadis mungil yang sudah menginjak usia lima tahun.

"No, Tante. Kayla lagi mau main sama Qian dan Quin." Aku memandang ke arah Kak Anik setelah meletakan tempat makan titipan Ibu.

"Siapa?"

"Anak tetangga, temannya Abang."

"Oh, mana Qian dan Quin." Tanyaku ke gadis mungil yang mengenakan rok warna pink.

"Ini, Qian Quin ini Tante Fira." Ucap Kayla mengenalkanku. Aku mengusap lembut rambut Kayla.

"Tante?" Ucap mereka bersamaan. Aku melihat binar bahagia saat mereka manatap wajahku.

"Sini sama Tante, wah Qian sama Quin kembar atau bagaimana?" Tanyaku, dari segi wajah memang tidak nampak sama. Tapi dari segi tubuh hampir sama besar.

"Iya kembar, tapi beda jenis saja." Jawab Kak Anik saat membawa kue pemberian Ibu kepada tiga bocah kecil ini. Dengan senang hati mereka memakan kue buatan Ibu.

"Ayahnya duda. Mau nggak aku kenalin. Ya kali aja cocok." Goda Kak Anik menatapku.

"Ngapain? Umurku masih muda belum kepikiran kesitu." Jawabku, mikir diri sendiri aja masih bingung, ini mau dikenalin sama duda.

"Ya kali aja cocok, kan kamu tahu Abang itu suka cerewet kalau sama kamu. Ingin rasanya dia menjodohkan kamu dengan temannya." Ucap Kak Anik membicarakan suaminya. Sebenarnya bukan Abang saja tapi Kak Anik juga yang aku rasakan. Setiap kesini pasti obrolannya tentang jodoh.

"Hmm, belum pingin."

"Yasudah, kalau sudah siap. Kakak kenalin kamu sama Ayah mereka." Mengerutkan kening, aku menatap horor Kak Anik yang pergi keluar dengan tawa renyahnya meninggalkanku dengan tiga bocah yang bermain lego.

"Quin ini punya Qian jangan diambil." Aku melihat dua bocah kembar itu sedang berebut lego yang sama. Sedangkan Kayla hanya memandang mereka tanpa bisa menengahi pertengkaran kedua kakak adik itu.

"Ayo jangan berebut, kan masih banyak legonya. Kenapa berebut." Ujarku menengahi pertengkaran mereka.

"Ini logo Qian."

"Bukan, ini lego Kayla." Ucap Quin. Tarik-tarikan lego membuat Qian yang menjadi pemenangnya sedangkan Quin menangis keras. Sontak aku mengambil tubuh Quin dan mengajaknya keluar, mencoba menenangkannya.

"Sttt, sudah jangan nangis. Quin nanti berubah jelek lo." Ucapku sambil menggoyangkan tubuh mungilnya.

"Jelek?" Aku mengangguk. "Iya jelek, ini coba lihat." Aku mengarahkan wajah Quin ke jendela yang bisa memantulkan wajah sembab Quin. Betapa lucunya wajahnya. Ingin rasanya tertawa menertawakan wajah gadis kecil ini.

"Iya wajah Quin jelek." Ucapnya polos.
"Makanya jangan nangis." Dengan tangan mungilnya Quin membersihkan sisa air mata. Aku yang melihat tingkahnya membantunya membersihkan dengan tisu.

"Sudah sekarang Quin udah cantik, ayo kita main lagi." Ajakku.

"Dak mau, Quin mau tunggu Ayah disini." Gadis mungil itu terduduk di kursi yang berada di teras rumah menunggu sang Ayah datang.

"Kak, itu Quin masa mau nunggu Ayahnya." Kataku saat Kak Anik meletakan air minum di meja ruang tamu. Dari sini aku bisa mengawasi gadis mungil itu tanpa takut akan hilang.

"Memang Quin ini dekat sama Ayahnya. Jadi ya biasanya juga gitu."

"Sebentar lagi juga Ayahnya datang." Lanjut Kak Anik.

"Memang Ayahnya kemana?"

"Lagi sama Abang, ada keperluan sebentar." Aku mengangguk, mengerti apa yang dibicarakan Kak Anik. Suami Kak Anik sendiri bekerja sebagai pegawai bank dan mungkin mereka teman waktu sekolah. Bisa jadikan?

"Oh."

"Itu dia." Tunjuk Kak Anik ke pintu depan. Nampak pria yang aku yakini sebagai Ayah dari si kembar membuka gerbang rumah. Bahkan Quin sudah berteriak kegirangan menyambut sang Ayah. Teriakan Quin yang terdengar sampai dalam rumah yang membuat Kayla dan Qian keluar bersamaan.

"Ye, Ayah datang." Pria itu berjongkok dan mengambil tubuh mungil Quin menggendongnya ke dalam.

"Ye, Qian juga Ayah." Tangan Qian mengulur ke depan dan disambut dengan tangan Ayahnya. Mereka berada di kanan kiri tangan Ayahnya.

"Sudah ayo turun, kita makan siang dulu." Ajak Abang membawa beberapa plastik makanan dari restoran ternama.

Tbc

Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang